5. Biarkan Caitlin Bernarasi

1.5K 129 75
                                    

Ketika langit yang sejak tadi benderang tergantikan oleh gelapnya malam, hanya ada satu bintang yang berpendar di tengah luasnya langit yang berwarna kelam.

Caitlin menutup laptopnya, akhirnya tugas hari selesai juga. Pasalnya, tugas yang menumpuk dan tuntutan bahan presentasi besok menghantuinya seharian ini.

Baguslah, ia jadi tak memiliki cukup ruang untuk memikirkan Feradnan dengan semua praduga buruk di dalam pikirannya. Ia tak memiliki waktu untuk berspekulasi.

Kesibukannya membantu Caitlin melupakan sejenak masalahnya. Masalah yang ia tak pernah tahu kapan dimulainya.

Setelah ia memberanikan diri, ternyata direct message yang bertengger manis di akun Adnan telah terhapus. Mungkin dibatalkan atau dihapus oleh pemilik akun. Entahlah.

Caitlin memandangi bilah notifikasinya. Dari sekian banyak pemberitahuan masuk, tak ada satu pun kabar dari kekasihnya itu.

Caitlin memutuskan untuk pergi ke dapur, mungkin ia butuh secangkir teh hangat atau bahkan coklat pahit.

Belum sempat tubuhnya berbelok, kakinya terhenti ketika ada seseorang yang mengetuk pintu rumahnya. Siapa yang bertamu malam-malam begini?

Caitlin melangkahkan kaki menuju pintu, membukanya dan sedikit terkejut ketika seseorang di balik pintu memekik.

"Suprise!"

Caitlin mematung. Perasaan senang bercampur kesal masih ia rasakan perihal kedatangan Adnan kali ini.

Melihat ekspresi gadisnya yang kesal, membuat Adnan menjadi terheran-heran. Apa Caitlin tidak suka kejutan?

Ia kemudian menyodorkan satu bungkusan di dalam paper bag putih. "Aku kemarin lewat ke toko tas, aku lihat ini terus aku rasa kamu bakalan suka. Jadi, aku beli."

Caitlin memaksakan senyum. "Makasih," ungkapnya.

Adnan mengangguk antusias. "Gak diajak masuk?" Ia bertanya heran.

Caitlin menggelengkan kepalanya, ia berjalan melewati Adnan dan duduk di kursi teras diikuti oleh pria itu.

"Handphone kamu rusak?" Caitlin menatap lurus ke depan, tak menoleh sedikit pun ke arah pria di sampingnya ini.

Adnan mengerutkan dahi. "Nggak, ini ada." Adnan menunjukkan ponsel yang ada di tangannya.

Caitlin mengangguk, hal itu membuat Adnan paham. "Aku sengaja, Cait. Niatnya mau kasih suprise. Ini baru sampe tadi sore, terus langsung ke sini karena gak sabar pengen ketemu."

Caitlin tersenyum tipis. Masuk akal juga alasan Feradnan.

"Urusan kamu di sana udah selesai?" Caitlin menatap Adnan yang sejak tadi menghadap ke arahnya.

Adnan mengangguk cepat. "Berarti, gak ada keperluan lain untuk ke sana lagi, dong?" Caitlin mengangkat sebelah alisnya.

Adnan mengangguk. "Kayanya, dalam waktu dekat nggak, sih. Gak tau kalau ada urusan mendadak."

Urusan mendadak? Memenuhi kerinduan perepmuan bernama Najla maksudnya? Caitlin bergumam dalam hati. Ingin rasanya ia mengungkapkan itu, tetapi tenggorokannya masih tercekat. Belum saatnya.

Caitlin menatap Adnan dengan seksama. "Nan, pinjem hp, dong. Hp aku di atas, males ambil."

Adnan mematung, Caitlin memperhatikan dengan seksama setiap gerak-gerik Adnan. Dari sini ia tahu, jika benar, Adnan tengah menyembunyikan sesuatu.

Adnan menyodorkan ponselnya, membuat Caitlin langsung menyambar ponsel tersebut.

Caitlin membuka aplikasi whatsapp kekasihnya itu. Ia duduk menghadap ke arah Adnan. Dengan begitu, Adnan tidak bisa melihat apa yang sedang Caitlin gunakan.

Caitlin mengambil tangkapan layar, barcode akun Feradnan. Ia lalu mengirimkannya ke nomornya. Tak kehabisan akal, ia menghapus jejak dari galeri dan percakapannya dari ponsel tersebut. Ia lalu mengirim pesan ke Rara.

Caitlin mengembalikan ponsel tersebut pada pemiliknya. Ia menyunggingkan senyum manisnya. "Makasih."

Adnan mengangguk dan ikut tersenyum. Pria itu memasukan ponselnya ke dalam saku celananya dengan cepat.

Caitlin kembali memulai pembicaraan. "Gimana, kerjaan kamu di sana?" Caitlin bertanya dengan mimik serius.

Adnan mengangkat bahu. "Begitu, deh. Banyak yang harus aku urusin ternyata. Karena katanya aku pindah mendadak, jadi ya kaya gini."

Caitlin menaikkan alisnya. "Mendadak? Udah empat bulan kamu urusin soal kepindahan kamu, padahal."

"Aku juga gak tahu soal itu, Cait. Ya, banyak banget hal yang harus aku beresin. Apa lagi aku masih pekerja baru, jadi gak bisa seenaknya." Adnan tersenyum miris.

Namun, kemudian ia tersenyum sumringah. "Ya, bagusnya aku udah ada kerjaan tetep. Padahal, baru lulus tahun lalu. Ini juga berkat kamu."

Caitlin mengangkat alis. "Kenapa berkat aku?" tanyanya heran.

"Kamu yang nemenin aku, bantuin aku cari kerjaan, bantu aku urusin ini-itu padahal kamu sendiri lagi sibuk." Adnan memandang Caitlin dalam. "Makasih, ya."

Caitlin tersenyum. Ia mengangguk. "My pleasure."

Caitlin mendongak, menatap hamparan luas langit malam yang terbentang di depannya.

"Dua puluh tahun, Inggit Garnasih mendampingi Soekarno. Dari mulai beliau masih menjadi mahasiswa di Technische Hoogeschool te Bandoeng tahun dua puluh tiga, tempat aku kuliah sekarang. Institut Teknologi Bandung." Adnan menatap Caitlin heran, apa korelasinya dengan hubungan mereka?

Caitlin tersenyum. "Kamu tahu, Nan? Dua puluh tahun bukan saat-saat manis. Selama itu, beliau harus mampu menjadi perempuan yang tahan banting, kuat hati serta fisik. Beberapa kali Bung Karno ditahan oleh Belanda karena dianggap mengancam karena keberaniannya dan jiwa kepemimpinannya. Bahkan, saat dalam penjara, Bung Karno bisa mengetahui keadaan negara lewat telur yang diberikan Inggit."

Adnan mengerang. Ia tak pernah tahu kehidupan tokoh sebegini dalamnya. "Telur? Apa hubungannya?"

"Telur, menjadi alat untuk Bung Karno mengetahui bagaimana keadaan di luar. Jika telur asin yang dikirim, itu artinya ada sesuatu yang buruk tengah menimpa kerabat atau temannya."

Caitlin menatap Adnan serius. "Supaya lebih detail terkait bagaimana keadaan di luar. Satu tusukan jarum di telur berarti semua kabar baik, dua tusukan jarum artinya seorang teman ditangkap, dan tiga tusukan jarum berarti ada penyergapan besar-besaran terhadap para aktivis pergerakan kemerdekaan."

Caitlin tersenyum. "Itu hanya sebagian kecil dari bentuk perjuangan cinta serta kesetiaan seorang Inggit Garnasih kepada Bung Karno. Sisanya, masih ada ratusan halaman yang bisa kamu cari di perpustakaan." Caitlin menjeda ucapannya sebelum kembali melanjutkan. "Ujian untuk perempuan adalah ketika lelakinya sedang dalam masa sulit dan gak punya apa-apa."

Nyalang. Binar mata Caitlin menggelap menatap Adnan yang kini tengah serius memperhatikannya.

"Hingga akhirnya, kesetiaan seorang lelaki itu diuji ketika dirinya sudah memiliki segalanya."

Adnan terdiam, senyumnya manis tetapi ucapannya menjurus. Apa ini artinya ia sedang disindir?

Penta Toxic (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang