"Heran deh Mami sama anakmu, Pi? Nggak ada betah-betahnya diem di Bandung," ujar si Mami mulai cerewet.
"Anak Mami juga," balas Papi santai, "Lagian biar ajalah, Mi. Biar wawasannya meluas," sambungnya tetap fokus dengan berkas meeting hari ini.
"Pokoknya, Mami tetap sama syarat yang dulu," tutur Mami keukeuh, "Sebelum tinggal dinegeri orang, Lingga harus dicariin suami dulu, biar ada yang jagain," sambungnya.
"Memang anaknya mau?" ucap si Papi.
"Harus mau! Itu syarat mutlak dari Mami! Kalo anaknya nggak mau dinikahin, Mami yang ngintilin dia kemana-mana nanti," sewot si Mami.
"Terus Papi siapa yang ngurusin?" timbal Papi.
"Sama Si Mbok aja. Habis Papi nggak dukung syarat Mami sih!" balas Mami.
"Ya udah, kalo gitu Papi cari istri lagi," ujar si Papi menggoda sang istri.
"Ii..iih, Papi!" ucap Mami gemas sambil mencubiti perut sang suami.
"Abis Mami masih pagi udah ngomel terus," ujar si Papi, "Nanti cepet tua loh," sambungnya.
"Biarin! Memang Mami udah tua!" timbal sang istri merajuk.
"Ya udah, nanti lagi dilanjut ngomelnya. Pas anaknya ada," tutur Papi, " Tolong ambilin tas Papi dong, Mi," sambungnya.
***
"Kenapa sih pagi-pagi udah merengut?" tanya Sekar.
"Biasalah, Mami," ucap Lingga malas.
"Kenapa lagi sama Mami?" timbal Sekar.
"Apalagi kalo bukan soal married?" ujar Lingga, "Dipikir married itu gampang?" sambungnya.
"Gampang, Neng. Tinggal ijab-qobul terus 'Sah'," goda Sekar.
"Terus yang mau diajak ijab-qobulnya siapa?" timbal Lingga nyewot.
"Santai, Bebh. Kalo kamu yang cantik aja bingung, gimana kita yang pas-pasan?" balas Sekar.
"Kamu mah nggak ngasih solusi," ucap Lingga.
"Okeh-okeh, sorry," balas Sekar, "Kalo dari kamu sendiri udah ada keinginan buat married belum?" tanyanya.
"Dibilang kepengen sih nggak juga, dan kalo dibilang nggak pengen mah juga nggak," jawab Lingga.
"Berarti nggak masalah atuh kalo nikah dulu sebelum ke Korea?" ujar Sekar.
"Kalo nikahnya mah nggak masalah, yang jadi masalah itu nikahnya sama siapa-terus nanti dianya mau nggak diajak tinggal di Korea-terus dah aku mah juga bakal sibuk sama proyek create the world," balas Lingga.
"Iya, yah? Jadi gimana atuh?" tanya Sekar.
"Kenapa malah tanya?" timbal Lingga, "Aku yang butuh solusi dari kamu," sambungnya.
"Ya udah atuh, nanti mah kalo Mami kamu bahas soal married lagi, kamu tanya aja sama Mami, 'emang Mami punya calonnya?'Gitu," tutur Sekar.
"Terus kalo Mami ternyata sudah punya calon, gimana?" tanya Lingga.
"Ya kamu lihat orangnya. Kalo calonnya oke kan enak," jawab Sekar.
"Kalo nggak?" timbal Lingga.
"Ya udah, kamu bawa calon sendiri ," balas Sekar, " Itu si Frans masih setia menunggu," sambung Sekar.
"Kalo Si Frans-nggak deh. Cukup sekian dan terima kasih aja buat dia," ujar Lingga geli membayangkan sikap sok kecakepan dari orang yang bernama Frans.
"Ya udah. Nanti kita browsing di biro jodoh," tutur Sekar, " Kamu jadi tidak ambil surat balasan dari KBRI Korsel?" sambungnya.
"Astaghfirullaah! Sampai lupa," ujar Lingga, "Aku ke ruang jurusan dulu," sambungnya dan pergi meninggalkan Sekar.
***
Layaknya sebuah dapur profesional disetiap restoran yang sudah memiliki penikmat sejati, tak pernah lepas dari kata sibuk. Jika dicermati, hampir semua aktifitas dilakukan seperti kilat namun terukur. Suara spatula beradu frying pan, pisau dengan cutting board, desir air keran membasuh material memenuhi seluruh sisi ruang dapur.
"Are you okay, Chef?" tanya salah satu junior chef saat mendapati Byan termenung ketika menggoreng tempura.
"Ya, I'm okay. Thanks," jawab Byan seketika tersadar dari lamunannya.
What wrong with you, Byan? Gerutu Byan dalam hati. Ia pun kembali melanjutan pekerjaannya.
Negeri tempatnya mengais won untuk dijadikan rupiah memang cukup berbeda dengan Yogyakarta dari segi waktu produktif setiap harinya. Jam sepuluh malam waktu Yogyakarta akan mulai sepi lalu-lalang manusia pada umumnya. Sedangkan jam sepuluh malam di kota ini masih banyak manusia yang memanfaatkan fasilitas kota yang tersedia.
Setelah dua belas jam mengais rezeki yang Tuhan tebar di bumi hari ini, Byan menutup restaurannya untuk yang kesekian kali selama dua tahun terakhir. Esok jam sepuluh pagi akan ia buka kembali untuk para penikmat menu di restauran miliknya.
"Thanks for today," ucap Byan pada para staf dapurnya.
Sesampai di apartemen, Byan masih belum bisa terlepas dari kesibukan. Setelah membersihkan raga dari peluh, diatas double size bed miliknya Byan disibukkan kembali dengan bahan lamunan ketika menggoreng udang tempura yang terputus tadi.
Sepertinya aku memang harus segera menikah. Ibu tidak ingin tinggal bersamaku disini. Sedangkan beliau selalu mengkhawatirkan aku, banyak yang tengah Byan pikirkan.
Siapa kira-kirang yang tepat untuk dipinang? Pikirnya lagi.
Selama satu tahun belakangan ini aku terlalu fokus mengembangkan resto hingga tak ada kesempatan berkenalan dengan gadis, gumamnya.
Gadis. Gadis mana yang aku ingin? Gadis Korea? Pikirnya lagi dan lagi.
Tidak! Cukup Hana yang mematahkan hormatku pada gadis Korea, sambungnya menegaskan diri sendiri.
Walau diburu waktu, aku masih berharap mendapat pendamping yang dapat menenangkan penat-merelaksasi letih-menghibur duka-dan mengapresiasi suka, harapnya dalam hati.
Wahai malam, biarkan aku berhenti bergulat dalam pikiran yang tak terjawab ini. Aku ingin rehat sejenak dan menikmati mimpi yang diberi. Siapa tahu Gadis itu ada disana, gumamnya mengakhiri malam.
Byan tertidur pulas.
***
Sama-sama disuruh nikah, gimana kalo kita jodohin aja???
Kalo bacanya stop disini, nanggung!!
Keep reading and don't forget to vote!!
Love u! Thanks! <3
KAMU SEDANG MEMBACA
BANCI (Bangun Cinta)
RomanceCinta yang paling 'kece' itu bukan waktu asik pas jatuhnya aja, tapi waktu udah jatuh mau bangkit, dan mulai membangun Cinta itu sendiri.