STORY 4

46 3 0
                                    

Selama menjalani program master, Lingga juga menekuni pekerjaan sambilan di kantor sang Papi. Selain untuk menyalurkan hobi mendesign yang ia miliki, ilmu arsitek yang telah didapat juga bisa terasah dan dikembangkan dengan banyaknya praktik nyata. Begitu juga dengan Sekar yang turut mengembangkan ilmunya sebagai freelance disana.

Sudah dua hari terakhir ini dua mojang Bandung tengah disibukkan dengan persiapan gala pameran furniture yang biasa mereka turut serta setiap tahunnya di Singapore.
Sesekali mereka berkeliling mencari inspirasi ke setiap acara-acara open house yang diadakan disebuah komplek rumah tinggal. Berharap akan memperkaya ide pembuatan furniture rumah yang original gaya mereka masing-masing.

Sejak semalam Sekar bertandang dirumah Lingga untuk mengerjakan tugas kantor mereka. Pameran kali ini sang Papi mempercayakan keduanya masuk dalam tim designer utama. Selain karena dua sejoli ini sama-sama sudah berada ditahap akhir program master, keduanya membutuhkan pengalaman yang akan membangun rasa confident mereka.

Kamar Lingga yang tidak luas pun tidak juga sempit terlihat acak-acakan. Kertas gambar, cat air, pensil warna, dan 'kawan-kawan' tampak berhamburan.

"Udah, ah, istirahat dulu," ucap Lingga-berbaring-meluruskan punggung, "Duuh,, enaknyaaa...!" sambungnya.

"Tidur bentar kayaknya enak?" ucap Sekar turut mengambil posisi rebahan.

"Kita setel weker dulu," timbal Lingga, menyetel weker lalu menaruhnya dibawah bantal.

Pemandangan dramatis. Dua orang gadis tidur diantara kertas-kertas dan alat-alat gambar berserakan.

Disebuah taman yang dipenuhi lili, rose, melati, lavender, daisy dan rekan bunga yang lainnya, dua sejoli bertemu janji disalah satu bangku yang ada. Keduanya mengenakan warna baju yang sama. Ditengah-tengah banyak warna, putih menjadi penetralnya.

Ya, seorang pemuda mengenakan setelan kemeja putih dan jogger pants berwarna senada menghampiri sang gadis yang telah menunggu disalah satu bangku taman. Gadis itu juga mengenakan dress dan hijab berwarna putih.

Aura kebahagiaan sangat terasa memenuhi seluruh penjuru taman. Seolah semua tanaman sangat berbahagia dipertemukannya dua sejoli itu.

Setelah keduanya berhadapan, sang gadis yang tengah duduk memutuskan untuk berdiri menyamakan posisi berdiri si pemuda. Saat itu dengan tanpa menengadah, gadis tersebut hanya dapat melihat dagu si pemuda. Karena tingginya, mata gadis itu hanya bisa menatap sampai batas dagu saja.

Kemudian si pemuda berkata lembut.

"Mau ikut bersamaku?"

"Kemana?" jawab sang gadis.

"Kita ke surga bersama-sama,"

Sang gadis mengangguk. Pemuda itu meraih tangannya, menggandengnya.
Mereka pun melakukan perjalanan. Menyusuri lintasan setapak yang selalu berubah warna.

Saat dalam perjalanan, sang gadis terperanjat sebab bunyi yang sangat keras.

Nitnit... Nitnit... Nitnit!!!

Lingga tersentak, mengusap muka. Mematikan weker. Sesaat lama, ia termangu. Mimpi itu masih terasa seolah nyata.

Siapa pemuda tadi? Tubuhnya tinggi sekali sampai aku tidak bisa melihat seluruh wajahnya, gumam Lingga.

Jalan setapak tadi juga indah, warnanya berubah-ubah, sambungnya sembari melihat telapak kaki mengingat warna-warna yang mungkin akan menempel.

Lingga terpekik. Ia terkejut saat melihat ada warna yang benar-benar melekat ditelapak kakinya.

"Ada apa?" ujar Sekar yang terbangun sebab pekikan Lingga.

BANCI (Bangun Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang