STORY 5

37 3 1
                                    

"My father pass away," tutur Sekar menguatkan hati. Tangisnya pun kembali pecah.

***

Suasana duka menyelimuti kediaman Teuku Umar Ali Hasan. Ba'da zuhur hari ini Teuku Umar, sang kepala keluarga kembali pada sang pencipta.
Ia meninggalkan seorang istri dan dua orang putri.

"Yang tabah, Uti," ujar para pelayat saat Sekar berjalan memasuki pelataran rumah.

Cut Sekar Meutia berjalan tegar memasuki rumah tempatnya pulang. Ia tidak ingin sampai menangis dihadapan Ma dan Adoe (adek). Sebagai putri sulung ia harus menjadi setegar karang. Dengan begitu Ma dan Adoe-nya bisa percaya masih ada ia yang bisa diandalkan sebagai penerus hidup.

Aku tahu kau yang sangat rapuh saat ini, ucap Abimana dalam hati.

Saat mengetahui kabar duka tersebut langsung dari mulut Sekar, Abimana cepat mengambil keputusan untuk merapat menuju Lamno, Aceh Barat.
Ia bahkan mengambil cuti kerja agar dapat full time menjadi bayang Sekar, gadis yang sudah lama ada dihatinya.
Begitu juga Lingga dan Byan yang turut serta datang bersama Sekar pulang ke kampung halaman.

"Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian," bisik Lingga, menggandeng tangan sahabatnya erat menuju kedalam rumah.

Saat memasuki ruang tamu, semua proses janaiz sudah selesai. Jasad Abu Umar sudah ditempat pembaringan. Tertinggal para pelayat dan keluarga besar yang setia menemai-meramaikan rumah untuk menghibur ia dan keluarga sampai dua hari mendatang.

"Ma Wa, Kak Uti sudah sampai," tutur salah satu sepupu Sekar.

"Kesini, Nak," ucap Ma lembut, menepuk kecil sisi lantai disampingnya.

Sekar menghampiri sang ibu, menyalami tangan dan memeluknya erat.

"Tak perlu kita ratapi, Sayang. Abu sudah dijemput Allaah dengan cara yang sangat baik," tutur Ma sambil mengusap punggung rapuh anak sulungnya.

Sekar hampir tak sanggup menahan air mata kala sang ibu mengatakan kalimat itu.

"Iya, Ma," balas Sekar dan mengurai pelukan sang ibu, "Adoe Uni, mana?" sambungnya.

"Dikamar. Ini kawanmu dari Bandung, Nak?" tanya Ma. Sekar mengangguk.

"Ajak makan dan istirahat kedalam," tutur Ma lagi dengan senyum yang sangat menenangkan. Abimana, Lingga dan Byan bergantian menyalami tangan lembut new single parent tersebut.

Sekar mengajak ketiganya memasuki ruang tengah, sedang ia sendiri beranjak menuju kamar sang adik di lantai atas.

"Assalamu'alaikum," sapa Sekar sambil mengetuk pintu.

"Wa'alaikumsalam," jawab Seruni, cepat menyeka air mata dan memakai kaca matanya.

"Boleh masuk?" tanya Sekar. Seruni mengangguk.

"Kapan sampai, Kak?" tanya Seruni yang terlihat sekali sedang berusaha mengatur nafas.

"Baru," jawab Sekar, mengambil posisi duduk disamping adiknya.

"Sudah makan?" tanya Sekar. Seruni hanya diam. Ia menahan diri untuk berbohong dan berkata 'sudah'.

"Let's eat with me!" ajak Sekar, menarik sang adik keluar kamar.

Sekar dan Seruni turun bergabung dengan yang lain diruang tengah yang sudah terjamu beberapa lauk untuk dimakan.

Sekar mengajak sang adik duduk diantara Lingga, Byan, dan Abimana. Ia pun mengurus adiknya dengan menyiapkan sepiring nasi bersama lauk yang ada.

"Ayo dimakan," ucap Sekar. Seruni menurut. Ia makan dengan hati penuh duka, hingga tak sadar air mata terjatuh disela proses melumat makanan.

"Nanti lauknya jadi keasinan. Berhentilah menangis," ujar Sekar mencoba menggoda agar kesedihan sang adik terpinggirkan sementara.

BANCI (Bangun Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang