Badai

1.7K 124 1
                                    

satu bulan berlalu, semua masih berjalan normal. Meski disela kebahagiaan kami selalu terselip pertikaian kecil.

Namun begitu semua masih bisa teratasi dengan baik.

" Hari ini aku akan memasak " ucapnya tiba-tiba.

" Hn "

Dia mulai sibuk didapur sedang aku menonton tv sambil menunggu masakannya selesai. Setelah hampir satu jam menunggu, akhirnya selesai.

" Kau masak apa? " tanyaku.

" Sup "

Dia melayaniku dengan baik. Ini membuatku begitu bahagia hidup bersamanya.

" Ittadakimasu "

Aku mulai melahap masakannya perlahan.

" Bagaimana? "

" Enak.. tapi mungkin kalau kau tambah garam sedikit lagi lebih pas "

" Jadi tidak enak ya masakanku "

" Enak, aku kan hanya memberi saran "

" Padahal aku sudah masak susah payah " gerutunya.

" Hey.. aku tidak bermaksud begitu, jangan sedih "

" Kalau begitu aku tidak akan masak lagi "

" Jangan seperti anak kecil Hinata "

Dan pertikaian kembali terjadi hanya karna masalah sepele. Sebenarnya aku muak dengan semua ini. Hinata itu terlalu sensitif, sering merajuk, dan super negatif thinking.

Seolah semua yang ku katakan itu adalah hinaan dan ejekan. Padahal maksudku hanya untuk memperbaiki dan membuatnya lebih maju.

Aku tak pernah bermaksud mengejeknya, bahkan niat pun tidak. Tapi dia tidak berpikir begitu dan itu membuatku jengkel.

" Kemarilah " ucapku.

Dia merajuk lagi.

Dia diam tak bergerak, hanya memberikan punggungnya padaku.

" Atau aku akan marah "

Perlahan dia mulai bergerak dan mendekatiku. Ku peluk dia perlahan dan mengelus kepalanya.

" Aku tidak bermaksud mengejek masakanmu " ucapku mengecup keningnya.

Kini dia yang memelukku.

" Gomen " ucapnya.

" Hn "

Secepat itu marah dan secepat itu juga membaik. Begitulah perjalanan rumah tangga kami.

Suatu ketika aku mendapat promosi dari atasanku untuk menjadi Manajer di kantor menggantikan Manajer yang lama.

Dengan penuh kebahagiaan aku pulang dan memberi kabar pada Hinata.

Tanpa di sangka, ternyata Hinata pun mendapat promosi di kantornya.

" Direktur? " ucapku.

" Ya, aku di promosikan menjadi direktur disebuah cabang baru " ucapnya senang.

Aku senang mendengarnya. Tapi entah kenapa aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi nanti. Perasaan aneh apa ini.

Jabatan baru, fasilitas baru. Aku mendapat mobil baru dari kantor. Dan Hinata mendapat rumah dinas dari kantornya.

Kami mulai meninggalkan rumah kecil kami dan pindah ke rumah yang lebih besar.

Tapi dengan jabatan baru, tanggung jawab kamipun bertambah. Aku hampir selalu pulang larut setiap hari. Sedang Hinata hampir tak pernah pulang karna harus keluar kota.

Semakin hari kami semakin jauh dan jauh. Setiap ada waktu bertemu hanya pertikaian yang terjadi.

" Kau selalu pergi dan tak pernah ada waktu untukku Hinata "

" Karna memang beginilah pekerjaanku "

" Tak bisakah kau libur satu hari dan menemaniku? "

" Aku tidak bisa Sasuke-kun, perusahaanku sedang buruk sekarang aku harus membangunnya kembali "

" Lalu bagaimana dengan rumah tangga kita " seruku.

Dia diam, menghentikan kegiatannya.

" Bukankah rumah tangga kita juga mulai memburuk " lanjutku.

" Itu hanya perasaanmu "

Dia kembali berkemas dan bersiap pergi.

" Aku akan pergi selama dua hari " ucapnya berlalu.

Bruk

Sial.. sial.. aku terus merutuk dalam kesendirianku. Kenapa semua jadi kacau begini.

Dua hari kemudian, seperti yang dia katakan. Dia kembali pulang dengan membawa beberapa oleh-oleh untukku.

" Baguskan " ucapnya.

Ku letakkan barang itu dan memeluknya. Erat.

" Aku lebih menginginkanmu disini " bisikku.

" Gomen " balasnya memelukku.

Kesalahpahaman diantara kami kembali usai. Dan rumah tangga kami mulai membaik sedikit demi sedikit.

" Kau tidak kerja? " tanyaku.

" Aku cuti "

" Benarkah? "

" Ya " senyumnya.

" Kenapa tidak kau katakan sebelumnya "

" Kenapa? "

" Agar aku juga bisa cuti dan menemanimu "

" Tidak perlu, pergilah "

Pagi ini dengan sedikit merasa bersalah aku pergi meninggalkannya dirumah. Setibanya di kantor aku mulai kerja secepat yang ku bisa agar aku bisa lekas pulang. Tapi nyatanya aku tak bisa.

" Sial " gerutuku.

Hari mulai gelap, kulihat jam tanganku. Sudah jam 8 malam. Hinata pasti menungguku. Setibanya dirumah ku lihat dia terlelap di sofa.

Kubelai lembut wajahnya. Perlahan diapun membuka matanya.

" Sasuke-kun "

" Gomen " ucapku.

" Kau mau makan? akan ku hangatkan "

" Iie kau istirahat saja "

Dia beranjak dari tempatnya dan pindah ke kamar.

Paginya, saat aku bangun dia sudah tidak ada disampingku. Aku berjalan keluar dan mendapati dia sudah di dapur.

" Ohayo " ucapku.

" Hm.. ohayo Sasuke-kun "

" Apa yang kau lakukan? "

" Membuang makanan yang basi "

" Basi? "

" Iya, ini masakanku yang kemarin "

" Gomen Hinata "

" Tidak apa-apa, mungkin sebaiknya memang aku tidak usah memasak saja "

Ku hampiri dia dan memeluknya perlahan.

" Gomen " ucapku menyesal.

" Hm " angguknya.

Meski dia berkata begitu nyatanya dia tetap merajuk. Dan memulai perang dingin denganku. Untuk beberapa saat kami tidak saling tegur sapa dan itu membuatku kesal.

Tapi lagi-lagi kami berhasil menyelesaikan masalah internal diantara kami. Kadang aku merasa lelah seperti ini tapi aku tidak boleh menyerah. Tidak pada keadaan, tidak pada Hinata.

~Skip~

SasuHina - Denganmu TanpamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang