Erlina pov
Satu bulan sejak putusnya hubungan gue dan Gibran beberapa gosip serta cibiran pun bermunculan.
"Eh tau ga itu si Erlina putus sama Gibran, ih sayang banget ya padahal Gibran ganteng banget"
"Erlina putus sama Gibran? Wah berarti gue bisa deketin Erlina dong"
Begitulah sekiranya perkataan mereka yang masih ada di otak gue saat ini.
"Lin!" Seorang cewek menepuk pundak gue yang tak lain adalah Sisi
"Apaan?"
"Lo lesu banget sih lo jangan sampe lupa loh minggu depan kita perpisahan"
"Hah? Minggu depan? Ah lo bercanda kali ya" gue mendadak lupa ingatan bahwa minggu depan sekolah akan mengadakan acara besar yakni pelepasan siswa siswi kelas 12
"Yaelah ni anak budek apa emang ga fokus sih! Lo ga denger apa kemaren Bu. Dinda bilang apaan?" Cewek ini terlihat sangat kesal dan menatap gue aneh
"Gue..."
"Halah lo tuh kebanyakan mikirin mantan lo yang ga jelas itu! Wake up girl hidup lo bukan tentang dia lo masih punya kehidupan yang jauh lebih baik"
"So bijak lo"
"Yeee ni anak di kasih tau malah bilang so bijak"
"Hai Lin" lelaki berpakaian ala tim basket sekolah menghampiri gue
"Hai Ren"
"Besok lo sibuk ga?"
"Besok? Hm.. kayaknya engga deh"
"Kalo lo ga sibuk kita nonton yuk, gue sempet mau nonton kemaren tapi ga jadi soalnya film baru bakalan di tayangin perdana besok"
"Film apaan emang?"
"Horor"
"Gue ga suka horor"
"Kalo lo ga suka horor kita bisa nonton film lain"
"Udah Lin lo ikut aja kali aja lo bisa moveon" bisik Sisi yang sejak tadi sudah ada di samping kiri gue
"Apaan sih lo Si" desis gue pelan
"Gimana Lin?"
"Oke besok jam 11 siang gue tunggu di bioskop"
"Oke!"
>>>
Formulir pendaftaran kampus sudah gue terima jadi gue tinggal tulis identitas dan juga mengumpulkan beberapa berkas yang di perlukan
"Nak?" Seorang wanita paruh baya memanggil gue di balik pintu kamar
"Iya ma?"
Clek
"Semuanya sudah siap?"
"Belum aku masih butuh beberapa berkas dari Sekolah"
"Nak"
"Iya ma"
"Mama liat sebulan ini kamu jarang ikut makan malam, kamu kenapa?"
"Engga kok ma aku cuma cape aja"
"Kamu jujur nak sama mama, jangan kamu pendam sendiri. Kamu belum bisa melupakan Gibran kan?" Ucap Mama sambil mengelus rambut gue
Tetes air mata pun jatuh membasahi pipi ini, fix gue cengeng!
"Jodoh udah ada yang ngatur sayang, jangan sedih lagi ya. Coba buka hati kamu untuk yang lain"
"Tapi itu susah ma"
"Jangan bilang susah sebelum mencoba, dan mama mau liat kamu normal seperti biasa Oke?"
"Iya ma"
"Anak mama udah dewasa, jangan cengeng dong"
"Mama..."
"Kamu tidur gih sana, apa perlu mama temenin?"
"Engga usah ma, kasian papa kalo tidur sendiri nanti ga ada temen kelonan" perkataan gue seakan menggoda mama
"Bisa aja kamu! Kalo gitu mama tinggal ya"
"Oke mams"
Matahari telah bersinar cukup terik di siang ini. Tepatnya pukul 11 Siang gue sudah berada di dalam bioskop sambil menunggu temen cowok gue
Sudah gue hitung 30 menit Reno, sebut saja dia. Belum juga datang mau chat LINE gengsi nanti di kirain gue nungguin dia.
15 menit kemudian barulah sosok cowok ini mulai menampakan dirinya sambil melambaikan tangannya kearah gue sontak ini membuat gue cukup lega, bukan begitu pasalnya kalau sampai dia ga dateng trus tiket yang satu lagi mau di kemanain? Bisa angus di makan rayap kalo di taro di tas gue.
"Sorry gue telat ya?"
"Udah tau telat masih aja cengar cengir,arena mood gue lagi agak bagus ga jadi gue tinggal tadi!" Hati gue berbatin
"Oh iya gapapa kok" gue memberikan sedikit senyuman ala devil pada Reno
"Film nya udah mulai?" Tanya Reno seperti basa basi mungkin
"Udah, 5 menit yang lalu" jawab gue singkat sambil memalingkan wajah ke arah poster film lain
Dengan segera kami masuk dalam bioskop, jika di bandingkan dengan Gibran menonton dengan Reno sangat membosankan Reno bukan sosok jail ataupun cerewet seperti Gibran, ia selalu berkomentar di setiap adegan.
Sebagai contoh, 2 bulan lalu gue dan Gibran menonton film bergenre komedi lalu ia berkomentar "Apaan garing banget, masa dia ngelawak tapi ikutan ketawa kan ga lucu" dan ya suara Gibran mendadak membuat penonton menoleh kearah nya dengan tatapan tajam setajam silet.Selesai menonton gue di ajak Reno untuk melihat lihat alat alat olahraga ini pun sama saja membosankan, tidak ada sesuatu yang bisa gue tertawakan atau sesuatu yang bisa di jadikan bahan lelucon. Reno garing!-,-
"Ren balik yu"
"Lo mau balik Lin? Kita baru jalan 3 jam loh?"
"Emang mau nya berapa jam? 12 jam? Lo kira buka toko apa?"
"Bukan gitu juga, lagian kan cepet banget gitu loh"
"Abisnya lo garing sih! Terlalu serius gue gampang bosen"
"Gimana kalo ke timezone?"
"Ogah! Mood gue keburu ancur"
"Lo jadi cewe manja ya Lin, nyesel gue ajak lo jalan"
"Kok lo yang sewot sih? Maksud lo juga apaan ngajak gue jalan kalo ujungnya lo bilang gue manja? Pencitraan doang lo?"
"Enak aja, gue pikir lo cewe yang asik tau nya"
"Bodo amat! Dasar lo sampah masyarakat"
"Ga tau terimakasih lo ya?"
"Yang ga tau terimakasih itu lo! Pencitraan carmuk"
"Kalo aja lo bukan cewe udah gue tampol"
"Tampol aja! Kasar banget lo sama cewe! Inget ya kembaran lo itu cewe nyokap lo juga cewe kalo aja kembaran lo di tampol sama cowo nya gimana perasaan lo?"
Reno membisu seketika
"Makasih buat hari ini" ucap gue sambil meninggalkan Reno di tkp.
Berdirinya gue di sebuah persimpangan jalan menunggu angkutan atau taksi yang lewat tidak membuahkan hasil, sampai akhirnya sebuah motor trail yang gue hafal nomor seri serta bentuk warna nya melewati jalan. Ya itu motor Gibran, tapi siapa perempuan yang di belakang nya? Sambil memeluk erat tubuh nya? Apa dia sudah menemukan wanita pujaan nya yang baru? Secepat itukah ia melupakan gue?
Perasaan gue semakin tidak karuan gue merasa dunia ga adil, apa gue yang susah moveon atau dia yang mudah membuka hati? Entahlah. Sepertinya tuhan punya rencana lain untuk itu.
Sesampainya dirumah gue menebahkan badan ini pada ranjang kamar yang di rasa cukup empuk sebagai tempat ternyaman
KAMU SEDANG MEMBACA
All About You
Romancekisah tentang mu jauh lebih menarik untuk di ceritakan ketimbang kisah tentang diriku sendiri