10

5.8K 157 4
                                    

Raka merawat Anita yang kehilangan ingatan dengan segenap ketulusannya, meski dengan purbasangka orangtua Anita dan cibiran orang sekitarnya.

Raka tercenung sendiri memandang bagian belakang tubuh Anita.

Hanya lelaki yang tidak normal saja yang tak terpesona punggung, pinggul dan panggul padat menawan yang terlihat mengecil dan terus mengecil tatkala menuruni perbukitan..

Sebentar lagi si pemilik tubuh itu akan lenyap ditelan gerumbulan pepohonan di sebuah tikungan sebelum meniti jembatan bambu.

Penyadap nira itu menarik nafas panjang, berharap dapat memuntahkan semua kenangan indah pada embusan nafasnya. Namun yang ada malah sejuta tanya mengepung kesadarannya.

Apakah hubungan yang aneh ini masih bisa disebut sebagai cinta?

Apa makna cinta bagiku sebagai si tukang gula, si tukang penyedap nira?

Apakah pengorbanan yang kuberikan selama ini pertanda cinta atau hanya sekadar naluri biasa manusia mengingat ada unsur pertemanan di dalamnya?

Belum terjawab.

Apakah saat Anita berbisik 

“Untukmu, Raka…”  pertanda persembahan cinta paling paripurna seorang perempuan atau hanya sekadar tersandera suasana romantis?

Apakah benar kebersamaan antara dua insan berbeda dalam suasana sepi sering memerangkap salah satu berlaku primitif di luar nalar, sedang satunya lagi mengikuti begitu saja naluri dasar birahi manusia?

Terlebih lagi, itukah cinta?

Raka tak peduli semua itu. Ia punya pemahaman sendiri untuk urusan satu ini.

Dulu ia merasa cinta paripurna itu adalah memberi, bukan meminta. Cinta yang berkorban, bukan yang menuntut, tidak berharap balas. Itu pemahaman masa lalunya.

Kini Raka ingin mencintai segala hal yang tak dapat dicintai. Ia ingin mencintai segala kerapuhan, kelemahan, dan kesalahan traumatik dari Anita, orang yang dicintainya kini.

Bahkan ia ingin mencintai orang yang dicintainya itu dengan ancaman yang ditawarkannya, yang siap mengusik ketenangan hidup dan kemapanan batinnya. Pendeknya, ia ingin mencintai hal-hal tak terduga Anita, perempuan yang dicintainya itu.

Baginya, mencintai hal-hal yang sudah terduga seseorang bukanlah cinta sesungguhnya. Kecantikan lahiriah, sebagaimana dimiliki Anita, adalah hal-hal terduga.

Akan tetapi tatkala jiwa Anita terguncang menjurus gila permanen dan perlu penyembuhan berminggu-minggu usai peristiwa traumatik batalnya pesta pernikahan, itulah hal-hal tak terduga dimaksud.

Raka mencintai Anita dengan hal-hal yang tidak terduga yang ada pada dirinya, dapat menerima sisi gelap dan kekurangannya yang tiba-tiba muncul belakangan. Semacam itulah.

Kini perempuan itu sudah hampir menghilang dari pandangan saat titian bambu terakhir sudah terlampauinya. Tetapi, peristiwa usai batalnya pesta pernikahan Anita dengan amtenar Johan membayangi pikirannya, sejuta kenangan menghampirinya…..

Hanya karena tubuh kokoh alaminya sajalah yang dengan mudah memundak Anita yang terkulai pingsan saat itu.

Sungguh, sarung bermotif kotak-kotak itu telah melindungi tubuh Anita dari ketelanjangan yang polos.

Selanjutnya ia membawa perempuan itu ke seorang ajengan, ustadz dengan doa-doa yang dimilikinya sering menyembuhkan orang kerasukan setan atau roh jahat. Tetapi untuk Anita, ajengan itu menyarankan agar dirawat di rumah, diberi doa-doa agar pikirannya waras kembali.

Anita : Tragedi Perawan DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang