ENDING

7.6K 198 15
                                    

Akhirnya yang dinanti datang juga, matahari yang meskipun sudah redup tersaput awan senja, tetaplah ia menyimpan cahaya kehidupan di dalamnya.

Dengan menumpang sepeda motor ojeg  milik kenalannya, Raka meluncur dari perbukitan itu menuju stasiun.

Hari sudah menjelang petang ketika sepeda motor Honda CB-100 membelah angin, menelusuri jalan setapak yang dikepung daun ketela pohon dan daun jagung yang beberapa tangkainya rebah menutup sebagian jalan setapak.

Berbekal senter, berbaju koko dan pantalon hitam sebatas mata kaki, Raka memegang erat pundak tukang ojeg  yang melarikan kuda jepang itu dengan kecepatan mentok.

Kemanusiaan dan kekuatan dahsyat.

Kalimat itu demikian mengusik kesadarannya.

Aku berharap ia masih mengingatku.

Karena ini menyangkut hidupku, kuminta ia menjemputku malam ini di stasiun kecamatan. Malam ini... 

Raka teringat kembali pesan yang ditujukan kepada dirinya melalui henpon sahabatnya.

Angin senja yang datang dari arah berlawanan tidak lantas merontokkan ingatannya akan Yuanita Handaruan. Anita.

Dialah mantan teman sekelasnya yang sejak sekian lama telah menempati salah satu bilik khusus hatinya.

Sejatinya bilik itu tidak pernah kosong dan selalu ada perempuan yang kerap hadir dalam mimpi-mimpinya.

Angin kuat yang datang dari arah berlawanan itulah yang justru menyusup ke bilik hatinya yang terbuka.

"Untukmu... Raka."

"Selain menyakitiku, kamu juga telah menghinaku, Raka!" 

"Kamu seharusnya sadar diri siapa kamu sebenarnya! Kamu tak pantas menolakku, paham!?"

"Ah sudahlah...! Kamu jangan pernah cari aku lagi, ya!"

Perempuan semacam itukah yang kini akan dijemputnya?

Perempuan yang telah mengusirnya, perempuan yang kerap menghinanya, perempuan yang tidak tahu berterima kasih, perempuan yang tidak pernah menganggapnya sebagai manusia yang punya hati, perempuan yang tidak pernah mengeluarkan kata maaf, perempuan yang....

Terjadi pergulatan hebat dalam batin Raka yang entah kenapa selalu mengalahkan egonya sendiri.

Atau Sang Maha Pengasih sudah mengaturnya demikian, selalu harus mengalah dan terus mengalah.

Soal kemanusiaan begitu lekat dalam prinsip hidupnya, meski terselip pertanyaan yang tak terjawab: cinta atau soal kemanusiaan-kah yang ada pada dirinya sekarang dengan perjuangan yang nyaris tanpa batas itu?

"Tak perlulah kuceritakan makna 'kemanusiaan' itu kepadamu sekarang, bukan waktunya."

Terngiang kembali ucapan Sukaesih yang memberinya teka-teki beberapa jam lalu, sementara sepada motor ojeg  sudah mendekati batas kota kecamatan setelah menerabas sepenggal rinai hujan dan berpayung awan gelap.

 "Dia dibui dengan tuduhan bersekongkol membunuh orang, membunuh Nyonya Pejabat! Kamu tahu, betapa gegernya kejadian itu di koran-koran dan televisi. Kamu boleh saja bilang Anita tidak mungkin bisa melakukan pembunuhan, tetapi hukum bicara lain!"

Ah, demikian pandai kau bercerita, Esih, sahabatku!
Raka membatin.

Hidung sepeda motor sudah mencapai stasiun kecamatan, saat adzan Isya ramai berkumandang. Masih ada beberapa kereta api yang akan datang dari arah Timur, dari Surabaya atau Yogyakarta, menuju Jakarta.

Anita : Tragedi Perawan DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang