BAB 19

5K 299 32
                                    

"Yang tersenyum itu belum tentu bahagia. Kalian nggak tau aja kalau hatinya sedang menangis dan menahan sakit."

Kecoak bunting, telur kodok, tai ayam, semuanya adalah umpatan yang daritadi Bulan pendam. Padahal hatinya masih berbunga-bunga kalau Bintang bilang ia menyayangi Bulan. Tapi kenapa pagi ini Pak Kasim menghancurkan semuanya sih? Lagian, kenapa bisa pagi yang cerah begini sudah dikasih sarapan hitungan dan rumus-rumus.

"Sekali lagi, bagi yang tidak mengikuti remedial, kalian boleh keluar dan mempelajari bab selanjutnya." suara Pak Kasim lagi-lagi menyadarkan Bulan pada kenyataan.

Di ujung pintu, Melan sedang berdadah-dadah ria memamerkan barisan giginya. Jangan lupakan soal Zoella yang sedang ada di samping Melan. Namun, wajah Zoella tidak mengejek atau mengolok  Bulan. Wajahnya datar, dan matanya sedikit.... Sembab.

Padahal, jika ditelaah lagi, nilai Bulan itu nggak kecil-kecil banget kok. Dia bisa dapet 58 dengan KKMnya 78. Ah nggak jadi deh, bedanya jauh banget.

Bulan memandangi kertas putih yang berisi soal dengan angka-angka itu. Ia mengembuskan napasnya panjang.

"Kalo gini caranya, mau modar aja ah,"

-Bulan dan Bintang-

Zoella berjalan sendirian menuju kamar mandi perempuan. Sebelumnya juga Melan sudah menawarkan diri untuk mengantar, namun Zoella menolaknya. Ia butuh waktu sendiri.

Tadi pagi, ia tidak sengaja melihat Bulan dan Bintang yang berangkat bersama. Zoella sudah tau itu dari dulu, namun sekarang rasanya berbeda. Seperti ia merasa kehilangan sosok yang selalu ada untuknya. Ia membasuh mukanya dengan air dan mengusapnya pelan. Matanya sembab karena semalam ia menangis. Kalau boleh jujur, ini adalah kali pertamanya Zoella menangisi seorang laki-laki.

Lima menit ia berdiam diri memandangi dirinya di cermin, ia akhirnya memilih untuk keluar.
Kakinya melangkah menuju kelasnya, namun ia merasa tangannya dicekal oleh seseorang.

"Zoella?" ini pertama kalinya Bintang memanggilnya dengan nama panjangnya.

Zoella menengok, lalu ia segera menunduk.

"Lo kenapa?" tanya Bintang karena sepertinya Zoella sedang tidak enak badan.

Zoella menggeleng pelan. "Permisi, aku mau ke kelas." Zoella berusaha melepas tangan Bintang yang memegangnya namun tidak berhasil.

"Liat mata gue." perintah Bintang. Zoella pun melihat Bintang.

"Mata lo sembab, lo nangis?" tanya Bintang lagi.

Zoella mengangguk.

"Nangisin gue?"

Zoella menggeleng.

"Bohong," desis Bintang.

"Tolong ngertiin gue kali ini Zoel, gue pacaran sama Bulan cuma untuk seneng-seneng aja. Gue juga nggak tau kenapa gue bisa nerima dia. Semuanya berjalan gitu aja. Gue sakit kalo liat lo sedih. Jangan nangis lagi," jelas Bintang panjang lebar.

Mata Zoella sudah memerah, dan ada bulir air matanya yang menetes lagi. Dengan cepat, Bintang membawa Zoella pada tubuhnya. Ia memeluk Zoella. Zoella pun merasa hangat berada dipelukan Bintang. Ia tidak mau melepasnya.

Sementara itu, laki-laki dari arah kelas Bahasa yang tadinya ingin berniat pergi ke kantin, tiba-tiba harus memberhentikan langkahnya dan melihat adegan yang ada di depan matanya. Bahkan, ia tidak hanya melihat, namun ia mendengar semuanya. Semuanya.

Semesta Bersabda // [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang