Zidna sibuk memandangi lukisan-lukisan yang berada di depannya kini. Setengah jam yang lalu acara lounching galeri lukisan Zakki sudah di laksanakan.
Malam itu, setelah Zidna duel dengan Zakki dan meninggalkan Zakki setelah membanting tubuhnya, Zidna mengirimkan pesan kepada Zakki bahwa ia menyetujui ajakan Zakki.
Setelah acara lounching itu selesai, Zakki keliling galeri bersama para pecinta lukisan yang hadir dalam acara tersebut. Akhirnya Zidna sendiri melihat-lihat isi galeri. Untuk sejenak pikirannya tidak terfokuskan dengan apa yang beberapa minggu lalu terjadi padanya.
Sesekali ia mengembangkan senyumnya saat melihat lukisan luar biasa apik. Ia tidak menyangka bahwa teman kecilnya itu di karuniai sebuah bakat yang begitu memukau. Sejak kecil Zidna sudah terbiasa dengan gambar-gambar yang Zakki buat. Dulu memang tak berbentuk. Hanya coretan asal-asalan. Namun sekarang, berbekal itu semua, karya-karya Zakki memiliki nilai estetika yang tidak di ragukan lagi. Begitu pula dengan nilai jual yang begitu sebanding. Satu lukisan saja harganya begitu fantastis. Mungkin hanya pecinta lukisan yang benar-benar akan merelakan kantong mereka terkuras hanya demi sebuah lukisan.
"Jangan senyum-senyum gitu, kalau suka bilang aja langsung sama orangnya." Mendengar itu, Zidna menolehkan kepalanya ke kiri. Tepat saat ia menoleh, ia mendapati Zakki tengah berdiri di sampingnya dengan senyum jahil. Entah sejak kapan laki-laki itu berdiri di situ. Zidna tidak menyadarinya. Tanpa berniat menjawab, Zidna kembali melangkahkan kakinya menyamping. Pandangannya lurus kedepan, melihat kembali keindahan yang ia kagumi.
"Na, orangnya ada di sini. Kenapa masih fokus sama lukisannya?" Zakki kembali bersuara saat menyadari pertanyaannya tak di acuhkan oleh Zidna.
"Bahkan aku bisa buatin kamu yang lebih bagus dari itu kalau kamu mau." lanjutnya
Zidna merasa tergiur dengan apa yang baru saja di ucapkan Zakki. Tanpa sadar bibirnya melengkung ke atas. "Jangan senyum lagi, banyak laki-laki yang liatin kamu."
Tawa Zidna pecah seketika. Hingga matanya menyipit. Tangan kanannya terarah ke depan untuk menutupi tawanya."Kamu selalu tahu cara membuat mood aku membaik."
Itu yang bisa aku lakukan na. Asal kamu sadar.......
"Mau minum teh?" tanyanya."Kebetulan di depan ada penjual teh 'blontea' yang enak banget." lanjut Zakki antusias
***
Di solo memang terkenal dengan teh 'Blontea' nya, yang merupakan teh oplos khas solo.
Keduanya kini tengah duduk pada kursi di sisi tembok kaca. Berjarak sekitar tiga meter dari pintu masuk. Aroma teh mendominasi harum ruangan itu. Banyak pengunjung keluar masuk. Mulai dari kalangan remaja hingga keluarga yang bersantai di hari libur.
Entah apa yang ada di pikiran Zidna kini, ia malah melamun menatap keluar jendela. Matanya lurus memandang mobil tentara yang tengah lewat di jalan itu.
Sudah sepuluh menit semenjak keduanya duduk bersebelahan. Tidak ada di antara mereka yang membuka percakapan. Zakki tersenyum kecut melihat pemandangan di depannya.
"Melamun terus aja Na, sampe itu kaca pecah kamu pandangin." sindir Zakki mencoba menyadarkan lamunan Zidna.
"Sandi." gumam Zidna lirih tanpa mengalihkan pandangan. Namun Zakki dapat mendengarnya dengan jelas. Bagaimana tidak, nama yang baru saja di ucapkan oleh gadis di depannya adalah penyebab utama keadaan Zidna saat ini. Ia tahu itu.
"Sudah saatnya kamu melepas apa yang gak pantas buat kamu genggam Na."
"Maksud kamu?" mengalihkan pandangannya dari luar dan menatap Zakki heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe
SpiritualMenghela nafasnya sebentar kemudian berkata. "Kalau tahu dia tidak mampu jadi imam kamu, dulu aku tidak akan membiarkan dia bersama kamu." pandangan Zakki lurus kedepan. Keseriusannya terpancar jelas dari raut wajahnya. "Aku makin nggak ngerti apa...