Part 2

10 2 0
                                    


Langit malam ditumpahi bintang-bintang kecil yang berpijar, ditemani cahaya bulan yang memiliki lingkaran  sempurna, suara-suara jangkrik saling bersautan, menyambut malam yang indah. Kamga dan Akra duduk dibawah pohon tempat mereka biasa berbagi cerita atau sekedar istrirahat. Ada beberapa kursi yang terbuat dari kayu, tertata tapi memutari pohon, sebuah meja melingkari pohon itu, Zou membuatkannya karena Kamga dan Akra suka sekali berteduh di pohon besar, tinggi, dan memiliki daun yang rimbun tersebut. Tempat itu mereka beri nama AkkaZone (Akra, Kamga, Zone).

Ketika Kamga meminta ke AkkaZone di malam hari berarti ada pembicaraan penting di antara mereka.

"Kamga, kenapa kamu memintaku ke sini? Ada hal apa yang ingin kamu ceritakan?" sergah Akra di tengah ketenangan malam.

"Ada sesuatu yang ingin aku ceritakan padamu, tapi sebelumnya aku mau mendengarkan ceritamu." Tuntut Kamga, karena sepanjang pulang dari berburu hingga makan malam di rumah Akra, ibu Wanda mengajak Kakek Hatar dan Kamga makan malam dirumahnya. Akra belum menceritakan ke mana ia pergi ketika yang lain sedang berburu, ia janjikan kepada Kamga sebelum keluar hutan.

"Akra, ceritakan cepat." Bentak Kamga. Kesal, menunggu Akra belum juga mengucapkan satu katapun.

Akra mengubah posisinya, duduk di atas meja menghadap sungai yang mengalir dengan tenang, menyandarkan punggungnya ke pohon.

"Jadi seperti ini, ketika kita sedang berburu aku melihat ada jalan yang tidak biasa kita lalui, kemudian aku mengikuti jalan itu." Jelas Akra.

"Lalu, apa yang kau dapatkan?" cecar Kamga.

"Aku belum menemukan apa-apa tapi aku yakin ada sesuatu di ujung jalan itu. Ada semak belukar yang menghalangi jalanku, aku tidak bisa membereskannya karena sudah sore. Besok, maukah kamu temaniku pergi ke jalan itu lagi?" mohon Akra.

"Kenapa aku harus menemanimu?" Gumam Kamga. Mengerutkan keningnya.

"Karena cuma kamu bisa menemaniku, ayolah, kamga... Kita akan menemukan sesuatu yang mungkin tidak akan pernah bisa dilupakan sepanjang hidup kita."

"Baiklah, aku akan menemanimu tapi ada satu syarat" memutar kepala, melirik sahabatnya.

"Masa, sama sahabat sendiri ada syaratnya." Keluh Akra.

"Ya sudah, kalau kamu tidak mau." sahut Kamga.

"Apa syaratnya?" ucap Akra akhirnya.

"Kakek Hatar belum menceritakan tentang siapa sebenarnya diriku, di mana orang tuaku. Asalku dari mana. Aku memintamu menanyakan hal ini ke Ibu Wanda atau Ayah Zou." Ungkap Kamga. Membaringkan tubuhnya, manarik tangannya untuk dijadikan bantal sebagai tumpuhan kepalanya.

"Baiklah, akan kutanyakan nanti... Tadi kamu bila ada yang ingin kamu ceritakan, lalu apa cerita yang akan kamu sampaikan padaku?" tanya Akra yang masih menatap langit malam, sinar bulan menerpa wajahnya.

"Aku takut, kakek Hatar beberapa hari ini, mengeluh sakit di dadanya. Oleh karena itu, aku memintamu menanyakan itu pada orang tuamu, jika kakek Hatar tidak sempat mengatakannya. Sekarang ini, aku enggan meminta penjelasan dari kakek Hatar, takut penyakitnya semakin parah. Aku sudah sangat bersyukur Kakek Hatar telah mengurusiku." ungkap Kamga.

"Tenanglah Kamga, kakek Hatar tidak akan kenapa-kenapa, lihat saja ia masih bisa melakukan pekerjaannya."

"Walaupun seperti itu tetap saja, usianya tidak bisa dibohongi, Akra." Gumam Kamga. Bangkit dari kursi.

"Sudah malam, nanti kakek Hatar khawatir. Ayo, kita pulang." Ajak Kamga.

***

Keesokannya, setelah mereka berlatih beladiri. Akra dan Kamga pergi berburu tapi kali ini mereka tidak bersama teman-temannya. Hanya mereka berdua. Meski Kamga belum menerima jawaban dari Akra tentang dirinya, yang seharusnya ditanyakann oleh Akra pada orang tuanya sebagai syarat Kamga ikut Akra pergi ke jalan itu. Kamga memaklumi sifat Akra yang suka lupa dan Kamga mengikuti kemauan Akra.

Akra dan Kamga memasuki hujan berjalan menuju jalan setapak itu, ketika telah sampai, Akra mendahului yang diikuti Kamga di belakangnya. Perjalanan ini lebih cepat dari sebelumnya karena sebagian semak-semak yang menghalangi jalan mereka telah dibersihkan oleh Akra.

"Akra, apa kau mendengar suara itu?" tanya kamga di tengah perjalanan mereka.

"Iya, biarkan saja. Kemarin aku juga mendengarkanya." Sahut Akra, terus melangkah maju.

"Kamu yakin?" ucap Kamga lirih.

"Tidak apa-apa, buktinya kemarin aku selamat." Jawab Akra skeptis. Akra juga mendengar suara-suara aneh ketika melewati jalan setapak ini, tapi kali ini suara itu semakin keras dan nyaring.

To be continued...

The ZakwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang