Part 5

10 2 0
                                    

Sudah hampir sebulan kakek Hatar tidak kunjung-kunjung sembuh. Hingga suatu pagi, cahaya matahari menerobos di selah-selah ventilasi rumah. Kamga melihat Kakek Hatar terbujur kaku, sudah tidak bernyawa lagi.

Seluruh warga desa Asdaten bersedih kehilangan sosok yang menjadi panutan, orang yang bersahaja. Diantara mereka, Kamga lah yang paling merasakan kehilangan yang mendalam, karena cuma kakek Hatar yang ia punya. Kakek Hatar dimakam bersebelahan dengan makam istrinya.

Semenjak kakek Hatar meninggal, Kamga tidak pernah ikut berburu lagi. Ia juga sering bolos dari kelas beladiri. Seperti tidak ada hasrat hidup. Akra mencium bau yang tidak sedap dari melihat gelagat Kamga. Akra memutuskan mengajak Kamga ke AkkaZone setelah ia pulang berburu.

"Kamga... Kamga... kamu di dalam?" teriak Akra dari luar rumah.

"Masuklah" sahut Kamga.
Akra mendorong pintu, membiarkan ia masuk.  Matanya mengobservasi ruangan yang baru ia masuki tapi ia tidak menemukan sahabatnya itu.

"Kamga, kamu di mana? Sahabatmu bertemu, bukannya disambut dengan baik dan sopan." Gerutu Akra.

Sosok yang Akra cari menampakkan diri, keluar dari kamarnya.

"Ada apa?" todong Kamga.

"Ada apa kamu bilang? Seharusnya aku yang menanyai itu padamu." Kata Akra seraya menggait lengan Kamga, menyeretnya keluar, pergi ke AkkaZone.

"Lepaskan tanganku, aku bisa jalan sendiri."  Rengek Kamga.

"Aku akan lepas tapi kamu harus ikut denganku, kalau tidak. Kamu siap-siap saja menanggung resikonya." Ancam Akra.

Kamga mengangguk, Akra melepas tangan Kamga dari jarahannya, lalu membiarkan Kamga berjalan lebih dulu.

Setibanya di AkkaZone, Akra mengambil posisi di atas meja, tempat yang pas untuk ia mengintrogasi.

"Kamu kenapa, Kamga?" kata Akra.

"Aku tidak kenapa-kenapa. Memang kenapa?" balas Kamga.

"Kamu itu sudah seperti mayat hidup"

"Lalu kenapa kalau aku seperti mayat hidup? Tidak ada alasan lagi aku hidup." Ketus Kamga.

"Kakek Hatar, tidak cukup menjadi alasanmu untuk hidup?" tukas Akra, menatap lurus ke Kamga.

"Kakek Hatar sudah mati, meninggalkan aku." Ujar Kamga lesuh.

"Kakek Hatar tidak meninggalkanmu, ia masih tersimpan di dalam hatimu, kakek Hatar tidak akan senang melihatmu seperti ini." Jelas Akra. Menepuk punggung Kamga.

"Lalu apa yang harus aku lakukan?" ujar Kamga, memperhatikan matahari yang mulai bersembunyi diujung barat.

"Kamu harus seperti Kamga yang dulu lagi. Bukankah Kakek Hatar memintamu untuk mencari orang tuamu?" tanya Akra, ikut duduk di samping Kamga.

"Iya..." sahut kamga masih menatap lurus ke arah matahari terbenam.

"Kalau gitu kamu harus mencari orang tuamu dan menanyakan langsung kenapa kamu  letakkan di depan rumah Kakek Hatar."

"Usiaku masih delapan tahun, aku tidak tahu memulainya dari mana." Kata kamga

Menurut Kamga, ia belum cukup mampu untuk mencari orang tuanya pada saat ini. Tapi Akra menawarkan diri untuk menemani Kamga mencari orang tuanya. Melalui perdebatan panjang di AkkaZone. Ditemani cahaya matahari sore hari, Kamga akhirnya menyetujui, usulan dari Akra. Mereka akan mencari orang tua Kamga, tapi sebelum itu. Dua pemuda itu terlebih dahulu meminta izin kepada Ayah Zou dan Ibu Wanda. Dan sepakat besok adalah waktu yang tepat untuk meminta izin.

***
Kamga mendapatkan energi kembali untuk menjalani hidupnya, ia bangun pagi ini dengan senyuman cerah seperti matahari yang bersinar di pagi hari, cerah dan menghangatkan. Kamga sudah berada di lapangan untuk berlatih beladiri. Paman Tracie sekarang yang menjadi pelatih beladiri anak-anak desa Asdaten termasuk Kamga dan Akra.

Paman Tracie senang, Kamga telah kembali memancarkan sinarnya. Seusai berlatih, Kamga dan Akra berlari, menuju Paman Tracie, meminta izin pamit lebih dulu. Biasanya Kamga dan Akra paling lama berlatih, mereka baru pulang ke rumah setelah matahari berada lurus di atas kepala.

"Kamga... seperti biasa..." Akra mengedipkan matanya.  Kamga langsung mengerti maksud Akra.

"Oke..." tantang Kamga.

Satu... Dua... Tiga..

Kamga dan Akra berlari pulang, berkejar-kejaran di jalanan desa hingga finish di depan rumah Kakek Hatar. Kebiasaan mereka setelah berlatih beladiri. Siapa yang kalah harus mengikuti permintaan pemenang.

To be continued

The ZakwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang