Chapter 4 - Sleeping Beauty

93 8 0
                                    


Sampailah mereka pada sebuah restoran yang terletak disekitar Kota Kasablanka, Hana turun dari motor sesaat setelah melepas helmnya, masih menggunakan seragam sekolah yang dibalut hoodie hitam. Dio menuntunnya kedalam, hampir saja mereka lupa bahwa malam ini ada janji menemani Vindy blind date. Mereka masih saja mencari dimana keberadaan Vindy, didalam restoran tersebut.

"Vindy mana, Di" Tanya Hana

"Gatau gue juga, takutnya dah balik"

"Gaada kali, balik aja deh" balas Hana seraya menarik Dio keluar restoran

Dio menghentikan langkahnya, "Bentar, Han. Ini cara lo supaya bisa keluar dari sini"

"Maksudnya?" Tanya Hana

"lo harus peduli sama sekitar lo, temen-temen lo, keluarga lo, bahkan omongan lo harus diperhatiin. Lo masuk sini bukan tanpa alasan" lanjut Dio

Lagi lagi Hana diingatkan bahwa ini hanya mimpi. Jantungnya kembali berdegup kencang, matanya kembali melihat tajam ke sekelilingnya, menarik lengan Dio dan menggenggamnya dengan kuat.

"Vindy mana?" Tanya Hana yang kembali panik

"Yaudah ayo cari"

Dio kembali berjalan masuk restoran, disusul Hana dibelakangnya yang tetap memegang tangan Dio dengan erat

*BRAAKK

Hana melepas genggamannya dari Dio, dengan segera Dio menoleh kebelakang dan menemukan Hana telah terduduk diatas tanah. Hana hanya terdiam dengan kedua tangannya memegang lutut dengan sangat keras, ia menundukan wajahnya, ekspresinya muram, jantungnya berdegup sangat kencang, sesekali tangannya menyentuh dada untuk merasakan degup jantungnya

"Han, lo gak papa? Hana?" Tanya Dio penuh rasa panik, untuk memastikan Hana baik baik saja

"Gue... denger..." Ucap Hana terbata-bata, berpegangan kepada satu lengan Dio dengan eratnya,

"Denger apa?" Tanya Dio,

"Suara ambulance, dada gue sakit" lanjut Hana, kini Hana meringkuk kesakitan. Tangannya mengepal dengan kuatnya, wajahnya memerah, ia memejamkan matanya, sudah jelas sekali ia merasa sangat kesakitan

Dio mengangkat Hana dengan kedua tangannya, ia memesan taksi untuk membawa mereka kerumah sakit terdekat, sementara Hana masih bertarung dengan rasa sakit yang ia rasakan.

Sesampainya disana, tak ada satupun orang yang membantunya. Bahkan tak ada satupun orang yang melihatnya, angin tak bertiup sama sekali, semua orang berhenti. Mereka tidak benar-benar sedang berhenti, karna waktunya yang terhenti.

Satu persatu manusia yang terhenti disana berubah menjadi sepenuhnya hitam dan menghilang seperti asap, mereka tak terlihat sama seperti Hana yang tak melihat mereka.

Dio memang sudah menyadari hal ini akan terjadi, namun ini bukan saat yang tepat baginya. Mungkin Dio pun akan menghilang seperti yang lainnya, namun nyawa Hana lebih berharga disbanding keberadaannya. Dio menggendong Hana keluar dari taksi yang sedari tadi sudah berhenti, membawanya ke sebuah kamar kosong di RS tersebut, memegang tangan Hana yang sedang menangis dengan kerasnya. Tidak ada yang bisa Dio lakukan selain menenangkan Hana, meskipun Dio tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Hana terlihat sakit sekali

"Han, lo denger gue? Gue gatau lo sakit apa, gue harus ambil obat apa, Han?" Tanya Dio penuh rasa panic

"Gatau.. Dada gue" Jawab Hana terbata-bata. Ia hanya memegang tangan Dio dengan erat dan kemudian melepaskannya karna ia kehilangan kesadaran.

------

Gel bening dioleskan ke dada pasien, sesaat setelah dokter member aba-aba "200 Joule, clear?" dan para perawat dgn serentak menjawab "Clear" pertanda tidak ada seorangpun yang menempel ke pasien maupun ranjang pasien. Segera setelah itu kedua bilah alat kejut jantung yang berbentuk seperti sepasang setrika ditempelkan dokter kepada dada pasien tersebut. Pasien tersebut kemudia kejang lalu lunglai. Monitor EKG masih menunjukkan garis datar. Dokter melanjutkan kegiatan resusitasinya,

"360 Joule, all clear?"

"Clear!"

Lalupasien tersebut dikejutkan untuk kedua kalinya.    

-----------

Sudah 3 jam Dio menunggu Hana yang sedang pingsan, dunianya masih berhenti, tapi tidak dengan Dio. Ia kini sendiri, jangankan Hana, angin pun tak bersamanya. Dio mulai ketakutan, dadanya berdegup sangat kencang. Hana sangat lemah dan ia tak bisa membantunya, dunianya berhenti seakan ia hanya sendirian disana. Hanya Hana yang bisa mengubah keadaan.

Seketika Dio berfikir, mengapa hanya dirinya yang tidak ikut berhenti. Dio mulai membenci dirinya yang hidup dalam mimpi, Dio membenci Hana yang menciptakan Dio dalam imajinasinya.

"Di..." Ucap Hana dengan lembut, ia terlihat sangat lemah setelah siuman. Namun, kini ia menjadi lebih tenang

Dio dengan segera memeluk Hana sesaat setelah dia siuman. Dunianya pun berjalan seperti semula.

"Hana..." Jawab Dio yang bersembunyi dalam bahu Hana sambil memeluk eratnya

"Jangan pergi," Lanjut Dio, kini ia yang menginginkan Hana untuk tinggal.

Hana menjawabnya dengan pelukannya yang semakin erat, dan air mata yang mengalir lembut dipipinya. Untuk pertama kali Hana mendengar ucapan semacam ini yang tertuju untuknya. Jantungnya yang baru saja mendingan seperti ingin berhenti kembali. Dio dalam imajinasinya sangat berbeda dengan Dio yang sebenarnya.

*Hana PoV

God, I don't wanna go back. Aku mencintai dunia ini. Aku mencintai Dio yang berada disini. Aku suka tinggal disini,

Aku ingin tidur selamanya

My Sweet 17thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang