Chapter 7 - Memories

69 4 0
                                    

"Om, Tante, Dio pulang dulu ya. Maaf ngerepotin, makasih makan malamnya"

"Lho, udah mau pulang? Gak nginep aja? Udah jam segini" Ucap Rini seraya melihat kearah jam silver kecil yang terikat dalam lengan sebelah kirinya.

"Nginep aja, Di. Please" Bisik Hana

"Gapapa, Tante. Dio pulang aja, ada yang mau diurus" Balas Dio sambil menghiraukan Hana yang sedari tadi mencubit-cubit kecil pinggang Dio

"Eh, gapapa? Maaf ya karna Tante pulangnya telat, kamu juga jadi pulang telat deh."

"Ah, gapapa, Tante. Aku pulang ya" Lanjut Dio seraya mencium punggung tangan Rini sebagai bentuk penghormatan.

Dio berjalan keluar rumah dengan diikuti peliharaan kecilnya yang sedari tadi hanya mengikuti Dio kemanapun Dio pergi.

"Lepasin ah, gue mau balik"

Dio berusaha melepaskan jari-jari kecil Hana yang sedari tadi menarik hoodie bagian belakang Dio sambil memamerkan wajah sok jutek miliknya, dibalas dengan tatapan melas Hana yang ia keluarkan untuk pertama kalinya didepan Dio.

Sesampainya didepan gerbang rumah mewah Hana tersebut, Dio membalikkan badannya menghadap Hana yang terus saja menundukkan kepalanya

"Han, coba buat deket sama orang tua lo. Gue besok dateng pagi-pagi banget, buat jemput lo" Ucap Dio memecah kesunyian diantara mereka. Hana yang sedari tadi terlihat ketakutan pun mau tak mau harus meng-iya-kan perkataan Dio.

Dio pun segera menyalakan mesin motornya dan bergegas pulang karna hari sudah sangat larut, Hana terdiam sendiri didepan gerbang rumahnya, berusaha menghadapi kenyataan bahwa untuk beberapa jam kedepan ia harus hidup sendiri tanpa bantuan Dio; walaupun ada orang tuanya bersamanya.

Hana Pov

Entah apa yang ada dibenakku saat meng-iya-kan permintaan bodoh Dio untuk tinggal bersama orang-orang ini. Walaupun aku sudah begitu mengenal dunia aneh ini, tapi tetap saja.

Hidup bersama mereka adalah yang terburuk.

Tak ada pilihan lain selain memasuki rumah kosong ini.

"Mama.." suaraku seakan menelaah seluruh ruangan yang ada dirumah ini, namun tak ada jawaban.

Hah.. ternyata masih sama. Rumah sebesar ini yang sanggup menampung bahkan lebih dari 10 orang, tapi kenyataannya tak ada satupun jiwa yang hidup disini.

Tapi setidaknya ini lebih baik, semuanya berjalan seperti biasa. Tak ada yang perlu ku takutkan.

Author Pov

Hana yang diselimuti rasa takut kini berangsur-angsur memudar, ia kini telah memasuki rumah besarnya yang didominasi oleh cat putih dan ornament kayu. Ia terus saja melihat sekelilingnya sambil menelusuri fikirannya.

Menyentuh beberapa foto-foto kecil Hana yang berada dalam figura, piala-piala lomba bernyanyi miliknya,

Celengan ayamnya yang sampai sekarang masih dipajang di ruangan itu, karna sang Mama selalu mengajarkannya menabung

Seketika air mata mengalir dengan cepat dipipi Hana, membasahi seluruh fikiran buruknya yang sedari tadi ia tujukan hanya untuk kedua orang tuanya.

Ia merindukan mereka.

Ia kini duduk terdiam dilantai tepat disamping sofa tebal abu-abu diruang keluarganya.

Ah, mungkin belum bisa disebut ruang keluarga

Ia terus mengacak-acak rambutnya, ia menangis dalam sunyinya rumah besar yang ia sedang tempati. Tanpa terasa tangisnya semakin keras,

Terdengar suara pintu terbuka dari sudut lain rumah Hana

Ia pun bergegas lari menaiki tangga dan langsung memasuki kamarnya dan menutup pintunya rapat-rapat.

Matanya terbelalak menelaah sekeliling kamarnya

Hana Pov

"Sebenarnya apa yang terjadi pada ku?"

My Sweet 17thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang