Pagi yang buruk, dengan hanya membolak balik buku di kamar yang terkunci dari luar tanpa kunci cadangan didalam sukses membuatku bosan. Hanya itu yang dapat kulakukan sekarang ini sambil menunggu hukuman ini berakhir.Tidak, ini bukan hukuman yang sama seperti yang kuceritakan padamu di chapter sebelumnya. Ini sudah seminggu sejak hukuman itu berlalu. Dan kini sudah datang hukuman lain. Aku dikurung bagai tahanan di kamar sejak semalam. Satu satunya penyebab dari hukumanku ini adalah si Duda Gila yang kini sudah semakin menggila itu. Kejadiannya berlangsung sore kemarin....
*flashback :
Sore itu, Ayah, Ibu, dan Redo pergi menjenguk saudaraku yang sedang sakit. Aku sengaja tidak mau ikut karena badanku terasa sedikit tidak enak. Ibupun mengijinkanku untuk tidak ikut dengan mereka. Akhirnya aku sendirian dirumah karena Duda Gila sedang pergi bekerja. Akupun memutuskan untuk mengerjakan pr ku yang sudah semakin menumpuk ketimbang diam saja dirumah. Disaat sedang mengerjakan pr, entah mengapa perutku terasa lapar. Aku pergi ke dapur namun disana tidak ada lauk apapun. Hanya ada nasi. Akupun memutuskan untuk menggoreng telur saja daripada harus menahan lapar sampai ibu pulang. Aku memecah telur ke mangkok dan mengocoknya. Setelah itu, aku memasukkan kocokan telur itu ke wajan berisi minyak yang sudah panas. Di saat aku sedang membolak balik telur, aku mendengar seseorang membuka pintu. Aku tidak berpikir yang aneh aneh karena mengira itu pasti adalah ayah dan ibu. Akupun tetap fokus ke penggorengan hingga aku merasa ada tangan yang melingkar di perutku, lalu aku merasa sesuatu yang hangat dan berliur mendarat di leherku. Aku terkejut. Spontan aku berbalik dan menampar orang yang memeluk dan mencium leherku tadi. Aku terperanjat kaget. Ternyata itu Si Duda Gila. Dia tersenyum kepadaku sambil mengedipkan sebelah matanya. Kemudian dia menjulurkan tangannya ke dadaku. Aku menamparnya. Dia tak terlalu memperdulikan tamparanku. Rupanya tamparanku tak terlalu sakit di pipinya. Akupun mengangkat tinggi tinggi sutil yang tadi kugunakan untuk menggoreng dan mengancamnya. Berharap dia pergi karena takut terpukul oleh sutil yang masih panas. Tapi tidak, ia tidak gentar sedikitpun melihat sutil panasku. Dia malah menggila. Sampai akhirnya terdengar suara mobil ayah yang datang dan suara mereka membuka pintu, Duda Gila itu merenggut sutil panas dari tanganku dan menamparkannya ke wajahnya sendiri. Wajahnya menjadi memerah dengan bentuk kotak hasil jiplakan sutil itu. Lalu ia melempar sutil itu kelantai dengan sangat keras dibarengi dengan dirinya yang berpura pura jatuh pingsan. Ibu dan ayah yang mendengar suara sutil itu dibanting langsung berlari ke dapur, dan kalian pasti bisa menebak hal yang terjadi berikutnya.
Setelah Si Dugil (Duda Gila) berhenti berpura pura pingsan. Ibu dan ayah langsung menanyainya. Dia bilang, "Aku tidak ingat dengan apa yang terjadi padaku. Yang aku ingat hanyalah Giselle memukulku dengan sutil panasnya. Hanya itu." Ibu dan ayah percaya begitu saja dengan omongan Si Dugil. Mereka memarahiku habis habisan dan tidak memperkenankan aku keluar kamar selama dua hari.
Ya, begitulah ceritanya. Kebencianku pada Si Dugil kini semakin meningkat. Sekarang statusku dengannya adalah Enemy. Aku benar benar memusuhinya. Sudahlah, tak ada gunanya membicarakan dirinya. Lebih baik sekarang aku memikirkan cara untuk keluar dari kamar ini.
Cklekk...
Suara pintu dibuka.Aku kira ibu akan membebaskanku. Tapi nyatanya tidak. Ibu hanya mengantarkan sarapan pagi untukku. Tanpa mengucap sepatah katapun, ibu meletakkan sarapannya di depanku kemudian langsung berlalu begitu saja. Setelah langkah ibu sudah tak terdengar, aku mencoba membuka pintu. Siapa tahu ibu lupa menguncinya. Ternyata tidak, pintu itu masih terkunci dengan rapat.
Malam harinya...
Malam itu aku tidak bisa tidur, padahal sekarang sudah hampir tengah malam. Aku benar benar bosan. Akhirnya, aku menuju ke tepi jendela kamar. Jendela ini sudah rusak dan tidak bisa dibuka, jadi aku tidak dapat kabur lewat sana.
Kubuka tirai jendela. Kutatap langit malam tang indah. Malam ini langit cerah berbintang. Suasana malam ini juga sangat tenang membuat hatiku terasa sangat damai. Tiba tiba ketenangan dan kedamaian itu diganggu oleh suara dering ponselku. Siapa sih telfon tengah malam begini.
Entah mengapa tiba tiba bulu kudukku berdiri. Kuraih ponselku dan kulihat siapa yang menelfon
Nomor Pribadi
Ah, nomornya disembunyikan oleh penelfon itu. Paling paling juga orang iseng, aku pun merejectnya.
Sesaat kemudian, orang itu menelfonku lagi. Masih dengan nomor yang disembunyikan. Lagi lagi aku merejectnya.
Pasti ini ulah Si Dugil. Biar dia menelfonku terus sampai puas, aku nggak akan mengangkatnya.
Aku mengubah profil ponselku menjadi hening, lalu aku meletakkannya di sampingku. Pandanganku kembali ke langit lagi.
Tak terasa satu jam telah berlalu. Kulihat jam di ponsel, ternyata sudah pukul 23.56. Aku sangat terkejut setelah melihat ada 49 panggilan tidak terjawab. Dan saat kubuka, ternyata penelfonnya tetap sama seperti yang tadi.Tiba tiba telfon itu masuk lagi. Kali ini aku mengangkatnya.
"Halo, siapa ini?!", tanyaku.
Hening. Tidak ada jawaban.
"Halo!!! Apakah Anda tuli?!!!", tanyaku dengan kasar
"Anak, dendam, darah.", katanya dengan suara serak yang mengerikan. Bulu kudukku berdiri saat mendengarnya
Aku langsung menutup panggilan itu.
Tiba tiba masuk sebuah pesan SMS dari orang yang sama,
"
Hai, Giselle. Bagaimana kabarmu. Kuharap keadaanmu tidak baik sekarang. Karena aku membencimu dan semua keluargamu, terutama ayahmu. Ayahmu telah merebut anakku Redo. Suruh dia mengembalikannya. Atau aku akan terus menghantuimu.
"Aku langsung menghapus pesan itu dari inbox hpku
Pesan itu sukses membuatku ketakutan. Apa hubungan Redo dengan orang ini?! Apa maksudnya anak?!! Apakah Redo bukan adik kandungku?!!! Aaah, tidak!!! Pasti itu ulah Si Dugil. Tapi... Bukannya Si Dugil tidak punya dan tidak bisa menggunakan ponsel...
Sesaat kemudian, masuk pesan SMS yang kedua,
"
Kau membelakangi jendela. Aku dibelakangmu. Tengoklah aku ke luar jendela!
".....
KAMU SEDANG MEMBACA
MBAH JAMBRONG
HorrorMbah Jambrong, Higga kini nama itu masih terngiang jelas di telingaku, Aku benar benar shock dan takkan pernah bisa kuhapus nama itu dari ingatanku, Jika dulu aku yang mengarang tokoh itu demi menakut-nakuti mendiang adikku, Namun sekarang, Bahkan...