BAGIAN 4 (B)

102 3 0
                                    

...

Poci

Benar, sesosok makhluk menyeramkan dengan tinggi yang kuperkirakan sekitar dua meter terbalut dengan kafan lusuh itu terbaring tepat didepan mataku.

Wajahnya sudah tidak bisa dijelaskan dengan kata kata lagi. Sekeliling matanya berwarna hitam pekat dengan sedikit luka luka di wajahnya. Kuncir di atas kepala dan kakinya sempurna mengikat kafan berlumur darah. Aku menyadari bahwa bau yang sedari tadi kucium adalah bau seperti sesuatu yang dibakar yang rasanya sedikit asing di hidungku.

Aku tertegun.

Kucoba berteriak sekencang yang kubisa. Namun entah mengapa suaraku seperti tercekat di tenggorokan. Tubuhku sangat kaku. Keringat dingin menetes membanjiri tubuhku. Kakiku terasa sangat dingin dan tidak bisa digerakkan. Jantungku serasa berhenti berdetak. Aku terus memandangnya tanpa sadar. Entah mengapa, kali ini mataku tidak bisa diajak kompromi. Jangankan untuk memejamkan mata, bahkan untuk berkedippun aku tidak bisa. Seluruh tubuhku seolah memaksaku menatap sesosok berkafan ini.

Kejadian ini berlangsung tidak lama. Sekitar lima menit. Namun terasa seperti berjam jam bagiku. Sampai akhirnya, sosok itu membuka mulut dan mendekatkannya ke wajahku sambil air liur sesekali menetes dari sana.

Wajahnya mendekat,

Semakin dekat,

Dekat,

Sangat dekat,

Kemudian pergi,

Ia menggelindingkan tubuhnya hingga  jatuh dari ranjang tempatku tidur

Kuhembuskan nafas panjang. Otot otot ku mulai mengendur. Aku mulai merasakan kembali kakiku. Mataku mulai dapat berkedip kembali. Kuusap wajahku yang berlumur keringat.

Perlahan, dengan kaki yang gemeteran, aku turun dari ranjangku. Tanpa menoleh ke belakang, aku berjalan menuju pintu kamar.

Kuputar kenoknya,

Tidak terkunci. Baiklah kali ini aku akan selamat

Kubuka pintu lalu keluar kamar. Sepi. Tidak ada orang satupun. Aku berjalan menyusuri rumah dengan kaki yang masih gemetaran.

Tidak ada orang.

Oh shit, kemanakah orang orang dirumah ini? Mengapa mereka pergi disaat yang tidak tepat.

Sampainya di dapur, aku seperti mencium sesuatu. Sepertinya aku kenal aroma apakah ini.


Oh tidak,


Ini aroma kemenyan.


Oh Tuhan, makhluk apa lagi yang akan mendatangiku?

Mengapa aku menjadi bisa melihat mereka yang tak terlihat?

Apa yang terjadi padaku?

Apa aku berubah menjadi indigo?

Pelan pelan, terdengar suara wanita tertawa

Sial

to be continued ~

MBAH JAMBRONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang