PROLOG

282 41 4
                                    

"Bagaimana? Kamu jalan dengan Dave?" Caitlyn menghampiriku di belakang panggung dan aku menggeleng sebagai jawaban untuknya.

"Tidak, aku muak. Kate, " Aku masih fokus menyetel gitar listrik milikku ketika mendengar suara Kate yang mendesah kesal.

"Begituuu terus, kali ini alasannya apa?"

Aku mengendikkan bahu. "Sama aja. Semuanya berjuang di awal, pas sudah dapat tiba-tiba jadi supersibuk. "

Kate tertawa masam. "Jujur deh, memangnya siapa yang benar-benar kamu sayang, sih? Sampai sebegininya di dekati siapapun tidak mau"

Gerakan terhenti. Ingatan menghantam kepalaku tentang kenangan bertahun-tahun lalu. Namun aku mengendikkan bahu sebagai jawabannya.

Seseorang yang bahkan entah dimana. Jika dia memang mati, maka dia sudah membawa semua perasaanku ke alam lain.

Tentu aku tidak akan mengatakan itu. Aku menyimpan cerita tentang Jungkook sendirian. Aku sudah berada ratusan kilometer dari tempat penuh kenangan itu, biarkan semuanya tertinggal disana. Biarkan aku hidup normal.

Walaupun baru beberapa saat aku hidup normal.

"Bukan tidak mau, tapi tidak cocok." Aku membantah.

"Ya ya ya.. Begitu saja," Kate duduk di sampingmu dan menyentuh rambutku.

"Rambutmu bisa sekuat ini ya padahal di warna terus," komentarnya sembari memainkan rambutku yang terurai.

"Memangnya rambut kamu bagaimana? Kamu ini sudah bagus rambut blonde tapi malah terus di warna gelap," aku berdecak. Melirik ke arahnya dengan tidak percaya.

Aku sangat ingin punya rambut blonde alami, tapi orang di sampingku malah senang mewarnai dengan warna gelap.

Kate hanya menyengir. "Kita bertukar saja bagaimana?"

Dasar tidak bersyukur.

Seperti aku.



********





"Jangan anggap aku temanmu"

Suara itu terus terngiang di kepalaku. Ketika aku tertidur sosok dengan suara itu selalu hadir, sosok tak berwajah yang entah siapa.

"Kamu mimpi lagi?" Kekasihku menyentuh pundakku ketika aku duduk di pinggir ranjang. Aku mengangguk.

Mimpi ini sangat menganggu, sudah dari beberapa tahun lalu mimpi itu terus hadir. Aku tidak ingin mencari tahu siapa dia karena aku cukup puas dengan kehidupanku yang sekarang.

Aku merasa tidak ada yang perlu ku ingat.

"Mimpi itu lagi?" Dia bertanya padaku. Tentu aku memberitahunya tentang mimpiku selama ini, aku mengangguk.

"Bukankah kamu harus berkonsultasi? Mungkin saja.. "

"Tidak," Aku menggeleng tegas. "Perasaanku ketika mendapat mimpi itu selalu tidak baik. Aku rasa tidak perlu mengingat hal-hal yang membuatku merasa tidak nyaman"

Dia mengangguk mengerti. Menatapku dengan senyum lembutnya, mengusap punggung telanjangku dengan penuh kasih sayang berusaha untuk menenangkanku.

Itu selalu berhasil. Aku lebih tenang dan bisa melupakan mimpi yang bahkan tidak ingin aku ingat.

Kumohon, sehari saja biarkan aku tidur dengan tenang.





*********




"Aku ingin melupakannya"

"Kamu yakin?"

Aku mengangguk. "Aku yakin, biarkan aku menjalani terapi yang kamu katakan tempo hari"

"Aku memang memberitahu terapi itu. Tapi ingat, aku tidak menyarankannya." Dokterku menghela nafasnya.

"Itu sama saja aku membantumu lari dari lukamu. Bukan membantumu sembuh," ucapnya tegas. Seperti tempo hari ketika ia mengatakan tentang hipnoterapi yang bisa aku ikuti untuk membantu melupakan beberapa bagian ingatan yang menyakitkan.

"Aku akan melupakan bagian menyakitkannya saja, " Ucapku penuh keraguan.

"Tapi semua kenangan tentang dia tidak bisa dipisahkan antara bagian yang menyakitkan atau membahagiakan,bukan? Dia adalah sakit dan bahagiamu. Jika kamu ingin melepaskan salah satu bagiannya, maka kamu akan benar-benar melupakan semua tentangnya. Kamu sanggup?"

...

"Iya. Biarkan aku melupakan semua tentangnya"








- To Be Continue -


Chapter 1 akan di publish setelah saya lihat ke antusiasan pembaca dulu eheheh, apakah kalian mau lanjut baca atau engga? ;)

Febvorite


Published : 13 April 2024

Just One Day, Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang