Chapter 3

171 29 5
                                    

"Ck. Kita harus mulai lima menit lagi, Kate mana sih?" Ian menggerutu sembari beberapa. Kali mengecek jam di pergelangan tangannya.

Rosie di sampingnya ikut menggigit jari karena panik.

Bagaimana tidak panik? Hari ini adalah jadwal konser mereka sebagai band. Walaupun bukan konser tunggal, namun ini tetap kesempatan yang tidak akan mereka sia-siakan. Kesempatan yang akan dijadikan sebagai pengalaman yang paling berharga untuk memperlihatkan kemampuan mereka sebagai band musik yang baru terbentuk dua tahun.

"Tadi dia bilang mau cari keluarga sama pacarnya," Rosie bergumam gemas dan panik.

Ian menghela nafasnya. "Oke, kita tidak punya pilihan selain berpencar. Kita tidak bisa bermain tanpa drummer. Aku bisa saja jadi drummer dan kamu gitaris, tapi bagaimana dengan pianis dan penyanyinya?"

Rosie mengangguk. "Kita berpencar. Jangan khawatir, aku pelari yang cepat," ucapnya tersenyum.

Ian balas tersenyum. Ia tahu bahwa Rosie sadar ia mulai panik berlebihan.

Mereka pun berpencar, melihat ke kanan dan ke kiri untuk menemukan Kate. Tentu mereka harus tampil dengan formasi lengkap. Rosie dan Ian adalah  gitaris, pianis sekaligus vokalis. Sementata Kate sebagai drummer. Latihan mereka selama ini harus ditampilkan se maksimal mungkin.

Terutama untuk Rosie yang bertahun-tahun berjuang untuk bisa  bermusik kembali setelah lama membenci musik. Setelah melewati banyak momen yang membuatnya benci musik.

Mereka mencari Kate kesana kemari, Ian bahkan harus berdesak-desakan ke tempat penonton hanya untuk memastikan keberadaan Kate.

Rosie mencari ke tempat lebih signifikan. Backstage, ruang ganti, lalu terakhir tempat parkir.

Ia berlarian melihat diantara celah-celah beberapa banyaknya mobil.

"Kate?? Caitlyn?!" Rosie memanggil nama Kate, tidak peduli jika Kate yang lain akan menghampirinya.

"Kate?! Astaga.." Rosie menghela nafasnya. Ia mengatur nafasnya karena sudah dipakai berlari beberapa menit.

Rosie melihat jam di pergelangan tangannya fan merasa semakin gelisah.

Ia menyisir rambut pirangnya dan mencoba lebih fokus melihat sekeliling dan meneruskan langkahnya mencari Kate.

"Kumohon.. Caityn!" Rosie kembali meneriakan suaranya, lebih berusaha meninggikan nadanya saat memanggil Kate.

"Shit. Kamu ingin suaraku habis dipakai intuk mencarimu?!" Rosie berteriak frustasi.

"Kate?"

Langkah Rosie terhenti, suara berat pria terdengar dari belakangnya. Ia refleks berbalik sebagai tanda waspadanya. Memangnya ada pria bernama Kate?

Ketika Ia berbalik, nafasnya terasa semakin berhenti. Jantungnya yang berdegup karena berlari terasa sepuluh kali meningkat. Keringatnya tiba-tiba terasa sedingin es.

Semua keloid di tubuhnya tiba-tiba terasa perih kembali.

Seorang pria yang sebelah tangannya penuh dengan tato, bertubuh tinggi tegap, dengan rambut cukup panjang berwarna cukup nyentrik —ungu. Tengah berdiri di depan Rosie dengan memegang sebatang rokok.

Namun bukan penampilan sangarnya yang membuat Rosie tidak bisa mengucapkan apapun.

Bukan itu yang membuatnya takut.

Namun wajah itu..

Wajah yang selama ini sering datang dalam mimpinya, wajah yang hampir saja ia lupakan..

Just One Day, Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang