1

31 2 0
                                    

Pagi ini, angin berhembus dengan kencang khas suasana tahun baru. Rasa dingin mendominasi meskipun cuaca cukup panas, namun tak ada waktu untuk beristirahat di waktu sekolah seperti ini. Apapun cuacanya harus tetap sekolah, itulah yang diterapkan oleh Ayah Rumi kepada keempat anaknya.

Rumi keluar dari kamarnya seraya tersenyum, itulah kebiasaan barunya. Setelah dia membaca artikel bahwa jika mengawali hari dengan senyuman maka hari yang dilaluinya akan terasa indah. Dia berfikir positif, ini adalah hari pertama ia masuk ke sekolah barunya setelah pindah ke kota Bandung minggu lalu karena Ayahnya yang dipindah tugaskan.

Meskipun tidak ingin, tapi dia tidak punya pilihan lain, masa harus tinggal sendiri di Jakarta sementara kedua orangtua dan adik- adiknya pindah ke Bandung. Ia pun terpaksa harus pindah sekolah disaat suasana sekolah di Jakarta mulai membuat dia betah dan teman- teman yang mulai akrab, meskipun baru memasuki kelas satu SMA enam bulan lalu, tapi suasana sekolah di Jakarta sudah sangat membuat dia nyaman.

Rumi melangkahkan kakinya menuruni tangga menuju ruang makan, terlihat semua orang sudah berkumpul, Ayah, Ibu, Kak Dilan dan kedua adiknya Meisya dan si kecil Arga. Rumi menempati kursi di sebelah Meisya seberang Ibunya yang menyuapi Arga yang baru 1 tahun.

" Mas, hari ini antar adikmu Meisya ke sekolahnya ya, biar Ayah yang mengantar Rumi sekalian Ayah ada keperluan dengan kepala Sekolahnya Rumi ." Suara Ayah mendominasi di sela suasana makan yang khusu,

" Tapi, gak papa Yah Meisya naik motor ? Dia kan masih kecil, Dilan takut dia jatuh kalau dibonceng di belakang " Mas Dilan memang agak risih jika harus membonceng adiknya itu, takutnya nanti malah dikira anaknya lagi, kan jadi risihh

" Hari ini kita gantian aja Mas, Ayah naik motornya Mas, Mas pakai mobil Ayah. Tapi ingat , jangan ngebut " Kata Ayah bijak

"Siap Yah " Sahut Dilan semangat, dia sangat senang jika memakai mobil Ayahnya, soalnya dia bisa menjemput Nisa, cewek gebetannya adik kelas di kampusnya

" Kenapa Mas senyum- senyum gituh,,, geli tahu Mas " Hardik Rumi, dia bangkit dan mulai pamit kepada semuanya untuk berangkat, mengelilingi meja untuk mencium pipi anggota keluarganya dan terakhir mencium punggung tangan Ibu,

" Apa sih Kak, ganggu Mas aja,,," Dilan pun mengikuti Rumi

Rumi mendelik, " Ayo Yah, Rumi gak mau kesiangan, masa murid baru datang terlambat. "

"Ya udah, tunggu Ayah di depan ya, Ayah mau ngambil tas Ayah dulu di kamar. "

Rumi berjalan ke depan rumahnya dengan semangat, dia berfikir positif bahwa sekolah barunya pasti lebih seru dari pada sekolahnya yang lama. Meskipun dia sekolah di MA ( Madrasah Aliyah ) tidak seperti sekolah lamanya yang di sekolah negeri, dia tetap optimis. Mau bagaimana lagi, sekolah yang lumayan dekat dengan rumahnya ya MA Al- Ihsan itu, akan sangat memudahkannya untuk berangkat tanpa takut terlambat, karena tidak setiap hari Ayahnya  atau Mas Dilan bisa mengantarnya ke sekolah. Ayah yang sibuk dengan pekerjaannya juga Mas Dilan yang so sibuk dengan kuliahnya, dia harus belajar mandiri berangkat sekolah naik angkutan umum.

"Kak, pakai helmnya. " Suara Ayah yang sudah siap di atas motornya Mas Dilan.

" Ya Ayah, eh Yah, emang ada keperluan apa Ayah ke sekolah Rumi, ada persyaratan yang belum beres ya ?" tanya Rumi penasaran.

" Ya, ada surat pindah yang Ayah lupa kasih, untungnya Kepala Sekolah kamunya baik jadi gak papa nyusul katanya daripada kamu telat sekolah " jelas Ayah

" Oh gitu "

" Ya udah, yu berangkat. Ingat, belajar yang benar ya, jangan kecewain Ayah " Pesan  Ayah

***

Jalan raya terlihat ramai lancar, banyak pengendara dengan berbagai tujuannya, ada yang berangkat bekerja, sekolah, mengantar orang ke rumah sakit, pergi ke pasar, dan segala kesibukan di pagi hari.

Nada CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang