6

8 0 0
                                    

Hari- hari di sekolah semakin membuat Reza semangat. Dia akan berangkat lebih awal karena harus menjemput sang pujaan hati. Beruntung, Ayah Rumi baik padanya. Setelah kemarin dia mengantar pulang Rumi kebetulan Ayah juga baru pulang dari kantornya.

Reza diajak mampir oleh Ayah, kata Ayah sebagai ucapan terima kasih atas bantuan waktu ban motor bocor. Reza tersenyum, rupanya Ayah Rumi masih mengingatnya.

"panggil saya Ayah saja, jangan om! Kamu kan teman Rumi. Rumi anak Ayah, jadi kamu juga udah Ayah anggap anak sendiri!"

Tahu apa yang Reza katakan setelah mendengar Ayah Rumi berkata demikian?

"boleh saya memeluk Ayah?" tanya Reza canggung. Sebenarnya dia malu, baru dikasih hati malah minta jantung. Tapi, dia gak peduli dengan rasa malu. Reza merasa mendapat perhatian seorang Ayah lagi. Setelah sekian tahun kehilangan sosok seorang Ayah dalam hidupnya. Baru kali ini, dia merasa dianggap sebagai anak. Meskipun oleh Ayah orang lain.

Merasa mendapat persetujuan setelah melihat Ayah Rumi mengangguk, Reza lantas berdiri dan memeluk Ayah Rumi. Dia terharu. Sungguh, rasanya dia telah hidup kembali.

Ternyata, seperti ini rasanya pelukan seorang Ayah. Hangat, dan ada rasa ingin melindungi dari tangan kokoh yang memeluknya. Reza menangis.

Katakan dia cengeng, tapi sungguh. Dia selalu sensitif jika bersangkutan dengan sosok Ayah.

Sejak umurnya sekitar tujuh tahun, saat ia mulai mengawali perjalanan hidup dengan bersekolah. Dia sudah lupa dengan rasanya dipeluk seorang lelaki yang dia panggil Ayah. Ayahnya selalu sibuk bekerja. Bukan hanya pulang malam berangkat subuh, tapi, berhari- hari, berminggu- minggu, berbulan- bulan, bahkan pernah sampai tiga tahun Ayahnya baru pulang.

Karena Ayah yang jarang pulang, membuat Bunda memilih mengisi hari dengan mengajar. Tercatat sudah hampir lima tahun, Bundanya mengajar, dan semakin membuat Reza hanya waktu sisa dari kedua orang tuanya

Secara materi, Reza mungkin tercukupi. Tapi kasih sayang, dia sangat kekurangan.

Lamunannya buyar seketika, ketika "Za, bareng Bunda ke sekolah hari ini ya! Mobil Bunda mogok, lagi dibawa ke bengkel sama Mang Iyus, tuh" tunjuk Bunda pada seorang pria paruh baya yang mendorong sebuah mobil sedan lama.

"tapi Bun, Reza udah janji mau jemput Rumi hari ini" jawab Reza penuh penyesalan. Dia paling gak bisa menolak permintaan Bunda. Pasalnya, dia mengerti. Orang yang Bunda punya saat ini hanya dia. Pada siapa lagi Bunda akan meminta tolong kalau bukan padanya. Dan, Reza sayang banget pada Bunda. Soalnya, meskipun Ayah jarang pulang karena pekerjaannya. Bunda tak pernah mengeluh

"kalau gitu, Bunda naik angkot aja deh. Gak papa" Bunda mengalah, soalnya baru kali ini Reza kasmaran dan menyatakan perasaan pada lawan jenis. Setelah sekian tahun menutup diri dari siapapun yang mendekat

Bunda juga exited banget saat tahu yang jadi pacar Reza anak murid yang udah Bunda deklarasikan sebagai calon mantunya. Ternyata benar, do'a ibu itu mustajab ya ucap Bunda pada Reza kala itu. Reza pun membenarkan dan memeluk Bunda berterima kasih.

"gak papa Bunda, Reza mau bareng sama Bunda. Tapi, tunggu ya Reza telpon Rumi dulu."

"gak papa nak, kamu jemput Rumi aja. Bunda bisa naik angkot, lagian ..."

"gak papa, Rumi baik kok. Dia gak akan marah sama Reza, kalau Reza batalin jemput dia." kemudian Reza mengeluarkan ponselnya, mengutak- atik dan menempelkan pada telinganya.

"ayo Bunda. Kita jarang loh pergi barengan." ajak Reza setelah menelpon Rumi

"makasih ya, nak. Sampaikan juga terima kasih Bunda sama Rumi." Bunda kemudian naik motornya Reza
"lain kali, ajakkin Rumi mampir dong ke rumah, biar Bunda ada temennya."

Nada CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang