8

6 1 0
                                    


( visual Reza )

Angin pagi berhembus sepoi- sepoi, menggoyangkan gorden di salah satu kamar yang pemiliknya sudah bangun sejak pagi.

Reza memasang alarm pukul 04.30, mulai hari ini dia ingin membiasakan sholat subuh berjamaah di Mesjid dekat komplek rumahnya. Reza berfikir, suatu saat dia ingin menghalalkan Rumi. Dan, kemarin Ayah Rumi bilang kalau beliau menginginkan menantu yang bisa menjadi imam untuk putri kesayangannya. Bukan hanya imam dalam sholat tentunya, tapi imam yang berarti pemimpin. Yang mampu memimpin hidup Rumi untuk bisa meraih jannah_Nya.

Ayah tidak serta merta menyebutkan kriteria calon menantunya pada Reza. Tapi, Reza yang saat itu baru sampai di rumah Rumi mendengar obrolan Ayah dan Bunda Rumi. Ayah dan Bunda Rumi baru pulang dari kondangan sepupu Rumi. Sesampainya di rumah, Ayah langsung mengutarakan keinginannya perihal kriteria calon menantunya___pasangan Rumi___ pada Bunda.

Bahwa, Ayah sangat berharap Rumi mendapatkan suami seperti sepupunya. Yang sopan, soleh, juga sangat islami. Terbukti dari acara pernikahannya yang memakai syari'at islam. Dimana, para tamu perempuan dan laki- laki terpisah. Di undanganpun tercatat, bahwa tamu perempuan harus memakai jilbab dan kerudung.

Ayah Rumi pun membahas perihal latar belakang suami sepupu Rumi tersebut, yang lulusan pesantren terkenal di Jawa, juga telah menjadi imam tetap di Mesjid pesantren tersebut. Bukan hanya soleh tapi juga penghafal Al-qur'an. Subhanalloh

Reza merasa malu sendiri, dia yang berdiri di depan pintu yang sedikit terbuka merasa sangat kecil. Apalah daya dirinya jika dibandingkan dengan orang soleh seperti itu. Lihat Reza, jangankan jadi imam sholat di mesjid, berjamaahpun jarang.

Meskipun Reza tidak pernah meninggalkan kewajibannya yang lima waktu itu, tapi jika berjama'ah Reza akui dia sangat jarang. Paling ke Mesjid berjama'ah juga kalau jum'atan. Kebanyakan dia sholat di Mesjid sendiri karena kesiangan.

Terus, boro- boro menghafal Al- Qur'an membacanyapun jarang Reza lakukan. Reza membaca Al-qur'an paling hanya bulan romadon, itupun jarang tamat 30 juz.

Karena ucapan Ayah itulah dia bertekad untuk berubah menjadi lebih baik. Ini mungkin ekses dari lagunya kemarin, jangan cintai aku apa adanya. Meskipun Rumi tidak menuntutnya harus seperti itu, tapi ini adalah tekad seorang laki- laki.
Dan menurut Reza, tekadnya seorang laki- laki harus terpenuhi, apapun hambatannya.

Reza melangkahkan kakinya ke arah nakas, membuka laci paling atas dan mengambil sesuatu di sana.

Lama Reza memandangi benda itu, membolak-baliknya dan memperkirakan berapa jumlah halamannya. Iya, benda itu adalah Al-qur'an.

Subhanalloh, sungguh cerdas dan mulia orang yang menghafal kitab suci umat islam ini, gumamnya dalam hati. Apakah Reza bisa seperti mereka? Menghafal al-qur'an, bukan hanya menghafal lafadznya tapi juga hafal maksud dan tujuan setiap ayatnya. Karena yang terpenting adalah, bukan hafalannya tapi pengamalannya. Benar bukan?

Reza akhirnya membawa Al-qur'an tersebut ke atas ranjang. Membenarkan posisi agar nyaman dan mulai membukanya.
Bismillah, gumamnya dalam hati. Mulai hari ini, dia akan membiasakan setelah pulang berjama'ah sholat dari Mesjid dia akan membaca Al-qur'an.

***

Angin pagi yang sejuk juga menghampiri orang lain, seolah ingin mengecek semua orang apakah pagi ini mereka sudah bangun atau masih bergelung di dalam hangatnya selimut.

Rumi sedang sibuk di dapur, membantu Bunda menyiapkan sarapan. Rumi sedang mengupas bawang merah saat Ayah baru pulang dari Mesjid.

"Kak, sini sebentar. " Ayah mengisyaratkan dengan lambayan tangan. Kemudian, Ayah duduk di salah satu kursi meja makan

Nada CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang