Part 1: Under The Orange Tree

139 3 0
                                    

"Diarah pandangannya tampak angin laut sore

semakin brutal menghempas dedaunan hijau

nan tampak tetap enggan meninggalkan rantingnya,

hijaunya dedaunan tersebut

tampak sirna diterpa cahaya orange,

seperti warna musim semi,

indah sekali."


Aku berdiri dengan Risau. Sabtu sore cuaca begitu cerah, angin laut dengan riangnya berhembus menerpa dedaunan yang tampak enggan meninggalkan rantingnya. Bisingnya kendaraan yang tak habisnya berlalu-lalang tak mengusik pikiranku, duniaku serasa hening.

Sedari tadi aku tidak bisa tenang, aku bolak-balik berdiri dan duduk dari bangkuku. Tidak ada yang salah dengan bangkunya dan suasananya. Dibawah pohon besar ini begitu rindang dan sejuk, hanya saja akunya yang tidak tenang sedari tadi sibuk memperhatikan jam tanganku, 'kapan dia akan datang?' pikirku dengan tidak sabaran.

Keheningan duniaku terusik, suara yang kukenal memanggil namaku. Aku berpaling, disanalah kutemukan sosok wajah itu. Dia Risa ,hmm.. temanku, dengan sinar orange dari matahari sore yang menerpa wajahnya.

Sembari menghalau silaunya mentari sore, dia tersenyum. Duniaku hening kembali, aku seperti terhipnotis. Kubalas senyumannya dengan canggung, senyuman yang bertekad bahwa ini adalah saatnya. Dia sekarang hanya berjarak satu meter dariku, aku kembali gelisah akhirnya kuputuskan untuk kembali duduk dibangkuku dengan dia sekarang duduk disampingku.

Seperti biasa setiap awal jumpa basa-basi say hi dan sebagainya. Dia mulai bercerita panjang layaknya teman yang telah sekian lama tidak berjumpa. Aku hanya memperhatikan dengan sedikit senyuman terukir diwajahku,'apakah aku siap?'pikirku,'kalau tidak sekarang maka bakalan tidak sama sekali' pikirku lagi membulatkan tekad, 'aku siap'.

"Aku suka kamu" kata-kata itu tiba-tiba saja keluar dengan mudahnya dari mulutku, diselingan ceritanya dia tampak berhenti, diam, seperti mencerna maksud dari perkataanku.

Aku tidak dapat berpikir, otakku membeku dan sepertinya kelelahan karena tidak dapat berpikir apapun lagi, sepersekian menit tidak ada kata yang keluar dari mulut kami berdua. Aku kelelahan, seluruh organku serasa berhenti berfungsi, berapa banyak energi yang kukeluarkan hanya untuk mengucapkan tiga kata itu, berapa banyak energi yang kubutuhkan untuk mengungkapkan perasaan itu, perasaan yang telah ku pendam selama satu setengah tahun ini.

Kami masih terdiam, organ-organku masih belum bisa berfungsi dengan baik, aku masih belum dapat berpikir kalimat apa yang selanjutnya harus kuucapkan.

"Apa, ko?" tanyanya. Oh tidak, inilah yang kutakutkan, aku tidak punya cukup tenaga lagi untuk mengucapakan tiga kata itu, kenapa dia harus menanyakannya lagi, bukankah kata-kata yang kuucapkan sudah cukup jelas.

Satu setengah tahun aku mengumpulkan energi dan kekuatan untuk mengungkapkan perasaanku. Aku memilih kata yang benar-benar to the point dan singkat serta cepat dipahami untuk mengungkapkan semua apa yang kurasakan, dan hanya dengan tiga kata itu saja sudah menguras seluruh energi yang aku kumpulkan selama satu setengah tahun ini. Sepertinya aku tidak mampu mengulangnya lagi, apakah harus menunggu satu setengah tahun lagi untuk aku dapat mengungkapkanya kembali.

"kamu suka aku?" tanyanya lagi, aku masih terdiam, aku mengerahkan seluruh energi yang tersisa untuk mengaktifkan kembali seluruh organku yang mati rasa. Hanya anggukan kecil yang dapat tercipta dari kerahan semua energi yang aku punya.

Dia menengadahkan kepalanya seperti sedang memikirkan sesuatu, aku sudah tidak tahan lagi, organ-organku yang telah aktif serasa mau meloncat keluar dari tubuhku, aku sekarat. Aku menarik napas dalam-dalam mencoba menenangkan seluruh organku, merilekskan pikirkanku, ku pandangi wajahnya, semua tampak orange akibat mentari senja, warna orange yang indah.

Americano Full CreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang