Epilogue: Americano Full Cream

4 0 0
                                    

"cinta tetaplah cinta,

bahkan cinta yang menyakitkan

karena cinta adalah perasaan yang manis,

dan rasa pahit yang membuat cinta terasa ada,

walau terkadang rasa pahit mendominasi hati

namun kenangan manis tetap ada disana,

hingga manis itu kembali mendominasi hati"

Dibawah temaramnya lampu jalan, aku terduduk disini dengan tas dipunggungku bersama Wira, dari kejauhan seseorang melambaikan tanganya kearahku, Suci, dia temanku, kami telah bertiga disini, kami akan melakukan perjalanan ke Pekan Baru.

Ceritanya kami akan mengikuti acara seminar internasional yang akan diadakan di Jakarta, dan karena pemberitahuannya yang mepet kami tidak mendapatkan tiket langsung menuju Jakarta, sehingga kami harus berangkat ke Pekan Baru dulu, dan besok malam kami baru akan berangkat ke Jakarta dari Pekan Baru. Kami berempat sangat semangat sekali mengenai keberangkatan ini, hitung-hitung sebagai refreshing setelah kami semua dinyatakan sebagai sarjana setelah menghadapi ujian akhir.

Sebuah minibus tampak merapat ketempat kami menunggu, kami melihat teman kami, Ivan, melambaikan tangannya kearah kami, ini adalah mobil yang akan kami tumpangi menuju ke Pekan Baru. Perjalanan yang panjang menuju Pekan Baru, pukul 6 pagi kami telah mencapai kota Pekan Baru, kami minta untuk langsung diturunkan di Bandara Internasional Sutan Syarir II, Pekan Baru, walaupun pesawat kami baru akan berangkat dipenerbangan jam 8 malam nanti, kami berpikir untuk istirahat dan sarapan supaya lebih nyaman dan amannya di bandara saja, jadi disinilah kami sekarang, jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi.

Masing-masing dari kami telah menunujukkan tanda-tanda perlawanan dari dalam tubuh akibat kelelahan dan kurang tidur selama perjalanan ke Pekan Baru.

Setelah diskusi panjang dan istirahat sejenak kami memutuskan untuk melepaskan kebosanan dan tampang menggembel kami di bandara dengan jalan-jalan ke kota Pekan Baru, dari hasil tanya sana dan sini tujuan terdekat adalah plaza SKA, kami mengambil sebuah taksi dan dengan nego panjang, kami menaiki taksi tersebut dan menuju SKA.

Masih dengan tampang yang tidak karuan dan mata yang lumayan terasa berat kami berhasil memijakkan kaki di SKA. Kami berkeliling tanpa tujuan, plaza itu tidak begitu besar namun begitu panjang dan tangganya berputar-putar, jadi jika menaiki suatu tangga dan kita mau turun kembali kita harus memutar kesisi lain untuk mencari tangga turun.

Setelah kelelahan berjalan-jalan tak tentu arah, aku dan Ivan memutuskan untuk duduk di lobi dekat pintu masuk, sedangkan Suci dan Wira, kami tidak tahu entah pergi kemana mereka, aku melihat salah satu toko kopi, seperti yang banyak terlihat pada film-film, sehingga aku dan Ivan mencoba kesana, dari daftar menu yang paling murah adalah Americano, tampaknya ini juga merupakan kopi yang favorit karena nama ini yang sering dipesan di film dan drama yang pernah ditonton, dengan segera kami memesan 2 Americano dan ditawarkan dengan penambahan Cream, menjadi Americano Full Cream.

Aku mencoba meneguk kopi mahal yang sering kulihat di film, rasa pertama Americano itu adalah kopi hitam tanpa gula jadi pahitnya minta ampun. Aku berpandangan dengan Ivan, kami tampak saling tersenyum kecut, ternyata Americano sangat tidak enak, bagaimana para aktris tersebut bisa dengan enak meminum ini, pikirku.

Sejenak aku kembali tersenyum memperhatikan Americano dingin yang berada ditanganku, feromon anehku kembali bekerja, mendadak aku kembali berfilosofi. Walaupun pahit namun rasa tersebut diiringi oleh manis dari cream yang berada diatasnya, jadi rasa manis cream, kemudian diikuti pahitnya Americano.

Aku teringat sebuah kalimat, entah darimana namun itu terlintas begitu saja di otakku, tentang bagaimanapun rasanya suatu cinta itu, yang namanya cinta tetaplah cinta, bahkan jika itu cinta yang menyakitkan tetap disebut cinta.

Aku masih meneguk Americano full cream ditanganku sambil sesekali menyerngitkan keningku, menahan rasa pahitnya. Setiap kali rasa pahitnya melewati kerongkonganku, aku menghela napas dengan berat. Walaupun ada rasa manis dari krimnya, Americano tetap terasa kopi hitam tanpa gula, hueekkk... tapi aku tidak mau membuangnya, sayangkan.. kopi mahal.

Aku menatapi pintu depan mall masih dengan menggenggam kopiku yang tampak mulai menetes ke lantai mall karena es nya yang mulai mencair. Tetes demi tetes berjatuhan, aku menghiraukannya masih dalam lamunanku. Karena Americano, aku jadi teringat Risa, kabar terakhir bahwa sekarang dia telah bekerja di salah satu pabrik di Jakarta, aku tidak tahu dimana tepatnya.

Aku kembali meneguk Americano-ku, hahhh... seperti ada yang menekan tombol rewind dalam otakku kenangan itu kembali berputar menampilkan kenangan-kenangan indah yang ingin ku ingat, tentu saja kenangan pahit itu ada tapi aku menekannya semampuku agar tidak muncul, aku ingin mengingat Risa sebagai kenangan yang indah, karena cinta tergantung pada perspektif mana kita memahami, menginginkan, dan merasakannya.

Seperti halnya Americano yang aku minum, pahitnya Americano diimbangi oleh manisnya cream yang ada serta manisnya cream tersebut tetap mengiringi tetap berada didalam mulut kita mengiringi pahitnya Americano menyusuri kerongkongan, demikian juga cinta adalah perasaan yang manis yang diikuti oleh rasa pahit, itu tidak dapat dipungkiri seolah rasa pahit itu yang membuat cinta terasa hidup dan nyata.

Walaupun terkadang rasa pahit sangat menyiksa dan mendominasi hati namun percayalah bahwa kenangan manis tetap ada disana mengiringi pahit tersebut menuju akhir, hingga nantinya manis itu akan kembali mendominasi hati. Jadi bagiku begitulah Cinta, serasa Americano Full Cream.

-The End-

-----------------------------------------------------------------------------------------

Cerita pertamaku yang telah selesai di wattpad,, thank you buat teman2 yang telah menyempatkan dirinya buat membaca ceritaku ini.

Mohon kritik dan sarannya,,,

Edited and Published on 2nd June 2018

Love Regards,

ED Husada

Americano Full CreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang