Part 4: Cupid's Scar

32 0 0
                                    

"Ini bukan perasaan itu, ini hanya bekas luka,

Bekas luka yang dibuat oleh panah sang cupid dulu

Dan sebagaimana luka, tetap saja menyakitkan

Apalagi jika luka itu kembali terbuka untuk kedua kalinya,

Serasa jatuh pada lubang yang sama

Dan menjadi orang bodoh yang sama lagi"

Berbulan-bulan telah berlalu, aku benar-benar di fokuskan pada mimpi dan tenaga baru untuk mengisi kekosongan dalam organku. Semester 2 sudah semakin dekat, hanya dalam hitungan bulan aku akan menghadapi UN karenanya aku tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain. Aku benar-benar sibuk dengan belajar, bimbel, tugas-tugas, dan lainnya.

Seiring waktu berlalu, keadaan semakin membaik. Aku dan Risa telah kembali berteman, ya memang tidak seperti dulu lagi, kami tidak pernah komunikasi secara langsung hanya melalui sms atau social media (FB). Tampaknya bukanlah situasi yang mudah dari mantan pacar kembali menjadi sahabat, ya aku sangat mengerti, kami bahkan sangat sulit untuk saling bertemu mata dan berbicara layaknya teman.

Tapi semuanya terus membaik, terlebih sekarang kami bimbel ditempat yang sama, awalnya aku yang terlebih dahulu bimbel disana kemudian aku mengajak temanku, Okta, untuk ikut bimbel disana biar ada teman saja. Lalu Prisil dan Risa juga ikut bimbel disana, karena kami berempat sekelas, kami pikir akan lebih baik jika kami berada di kelas yang sama jadi kami meminta kepada pengurus bimbel agar kami bisa satu kelas berempat.

Hubungan by-texting yang kami lakukan semakin intens saja, terlebih ketika aku mendengar bahwa dia telah putus, yang artinya dia single sekarang.

Entah apa yang ada di otakku, aku kira aku telah berusaha melupakan Risa namun tampaknya tidak begitu berhasil. Ini seperti luka lama yang terbuka, seperti bekas luka akibat panah asmara yang ditembakkan cupid satu setengah tahun yang lalu terbuka kembali sehingga virus-virus cinta atau entah apalah itu menyeruak masuk menembus kulit dan organ-organku, aku seperti terhipnotis kembali.

Intensnya hubungan sms yang kami lakukan hingga gombalan-gombalan aneh yang mulai menyerepet ke masalah hubungan kami dulu, aku seperti berusaha mendapatkan informasi atau untuk mendapatkan dia kembali. Bahkan kami memiliki panggilan khusus untuk sms-an, kami silang memanggil sweetheart, itu aneh. Entah siapa yang memulai duluan namun itu mengalir saja seolah-olah merupakan hal yang biasa.

Usaha-usaha pendekatan kembali yang aku lakukan sampai menyinggung ke insiden 'pacar 24 jam' yang dulu terjadi.

Aku memulai menggali informasi berharap Risa mau berterus terang mengenai kejadian itu. Diskusi panjang melalui sms yang kami lakukan menjurus hingga kepada kesimpulanku bahwa Risa memang tidak pernah sayang denganku, seperti skenario yang pernah ku pikirkan dulu, aku mengirim pesan itu ke Risa, 'Risa sayang kok sama Riko' balasnya. Aku mulai melihat titik terang, 'mana buktinya?' balasku, Risa menanyakan bagaimana cara dia membuktikannya.

Aku berpikir bahwa ini adalah kesempatan, aku mengumpulkan kembali segenap tenagaku, aku ingin bicara secara langsung dengannya, sehingga kami berjanji untuk bertemu dahulu sebelum kelas bimbel dimulai malam itu.

Aku duduk dalam gelap di bangku yang tersedia didepan gedung bimbel kami, ada semacam pendopo didekat parkiran yang biasa digunakan untuk diskusi oleh para siswa, biasanya lampunya hidup tapi aku tidak tahu kenapa lampunya tidak hidup malam ini, hanya cahaya dari lampu jalan dan cahaya bulan yang remang-remang menghilangkan gelapnya malam disekitar pendopo yang kududuki.

Risa memarkir motornya dan mendekatiku serta duduk dikursi yang berhadapan denganku, walau dalam cahaya yang temaram mata kami masih juga enggan untuk saling bertemu, kami saling membuang pandangan ke arah yang lain.

Americano Full CreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang