Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sekali lagi aku mengecek pesan terakhir yang dikirimkan oleh sahabatku, Wendy. Sudah setengah jam dari waktu yang dia tentukan dan dia belum juga datang sekarang.
Gadis itu mengajakku bertemu disalah satu kafe yang sering kami kunjungi dulu. Entah apa alasannya dia hanya ingin aku datang dan bertemu dengannya. Dan dia memintaku untuk tidak telat walau hanya semenitpun.
Dan disinilah aku sekarang. Duduk sendirian disalah satu kursi dan hanya ditemani secangkir cappucinno tanpa Wendy. Oh jadi siapa yang harusnya tidak telat, Nona Son?
Aku kembali menyesap pelan cappucinno milikku. Setidaknya moodku tidak terlalu hancur karena adanya minuman ini disini.
Aku buru-buru menyambar ponselku yang tergeletak diatas meja. Dan benar saja, siapa lagi kalau bukan Wendy yang meneleponku. Aku langsung menggeser option terima telfon dan mendekatkan benda persegi panjang itu ke telingaku.
"Halo? Wen? Lo kemana sih? Lo bilang gue jangan telat tapi lo yang malah telat. Lo dimana sekarang? Cepetan! Gue udah nunggu daritadi!" semprotku ke Wendy.
Aku bisa mendengar helaan napas panjang diujung sana. Hei-hei! Seharusnya aku yang menghela napas, sudah berapa lama aku menunggumu, Son Wendy?
"Iya. Maaf, Seul. Gue tau lo udah nunggu lama. Gue dirumah. Dan gue emang gak ada niat buat ketemuan ama lo dari awal..."
Aku benar-benar tidak percaya dengan ucapan Wendy. Bahkan sadar tidak sadar, mulutku sampai agak terbuka sedikit sekarang.
"Lo...kalo gak mau dateng...NGAPAIN NGAJAK GUE KETEMU WEN?!"
"I-iya. Gue minta maaf, Seul. Gue ada alasan ngajak lo ketemuan. Ada orang yang sebenernya lebih pengen ketemuan sama lo. Coba lo liat ke arah panggung ada siapa,"
Aku mengikuti kata-kata Wendy untuk melihat ke arah panggung. Ada seseorang yang berdiri didepan mikrofon sambil menatap ke arahku. Aku kira mereka adalah band kafe biasa namun ternyata aku salah. Pria yang berada didepan mikrofon itu bukan anggota band atau semacamnya.
Dia adalah seseorang yang selalu berusaha menyusup ke dalam hatiku selama ini.
Aku melemparkan pandangan sinis ke pria itu, dan dia malah menatapku dengan pandangan sendu.
"Lo harus sadar siapa yang tulus sama lo dan siapa..."
Aku tersadar dari lamunanku. Aku teringat kembali dengan Wendy, sepertinya sambunganku dengan Wendy belum terputus.
"Lo yang harusnya gak usah ikut campur. Lo gak tau apa-apa. It's none of your bussiness. Lo udah kelewatan, Son Wendy."
Aku menutup telefon itu secara sepihak. Aku buru-buru merogoh tasku dan mengeluarkan beberapa lembar uang untuk membayar cappucinno yang tadi kupesan.