-
Selena menatap pintu cokelat yang ada dihadapannya sekarang --pintu yang ia mimpikan kurang lebih seminggu yang lalu.
Selena mencubit-cubit pipinya memastikan apakah ini kenyataan atau hanya sekedar khayalannya saja."Aw!" Ujar Selena sambil mengelus-elus pipinya yang terasa sakit.
Berarti sekarang ini dia sedang tidak bermimpi, kan?
Selena menatap sekelilingnya dengan wajah kebingungan. Selena tidak mengingat perjalanan ke tempat ini, mengapa tiba-tiba Selena ada disini? Siapa yang mengantar Selena?
Semua pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi pikiran Selena dan Selena akan menjadi gila jika dia tidak mendapatkan jawabannya.Selena menatap ke arah pintu itu, pintu yang terlihat biasa saja itu seakan menariknya untuk mendekat dan Selena yakin ada sesuatu dibalik pintu itu yang akan menjawab segala pertanyaannya. Selena berjalan dengan ragu-ragu menghampiri pintu itu. Berbagai pikiran bermunculan dalam otaknya. Selena meneguk ludahnya, peluh mulai berjatuhan dari keningnya.
Selena merasa sedang berada dalam sebuah film dan kemungkinan terburuk yang melintas di pikirannya adalah bahwa ini bukanlah film dimana pintu itu akan membawanya ke tempat-tempat yang dia inginkan melainkan film dengan pembunuh berantai dibalik pintu itu.
Selena bergidik ngeri, Selena berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran negatif tentang pintu itu --entah bagaimana, Selena yakin jawaban dari segala pertanyaannya ada dibalik pintu itu. Yang perlu Selena lakukan hanyalah menarik kenop pintu itu, itu saja. Setelah itu, Selena akan kembali kerumahnya. Ya, kerumahnya.Selena menarik kenop pintu itu pelan, terdengar suara deritan pintu itu. Matanya tertutup takut melihat apa yang akan dihadapinya, peluh-peluh berlomba membasahi pipinya, baju kaos berwarna hitam yang ia kenakan basah kuyup akibat keringatnya membuat rasa dingin dengan mudah menyelusup ketubuhnya.
Perlahan Selena memberanikan diri untuk membuka matanya.
Selena melepaskan tangannya dari kenop pintu itu. Matanya terbelalak melihat apa yang ada dihadapannya sekarang. Rasa tak percaya membuat Selena mengucek-ngucek matanya berulang kali.Selena berjalan masuk ketempat itu. Sambil tak henti-hentinya mengamati setiap detil tempat itu.
Apa yang terjadi? Bagaimana Selena bisa sampai disini? Bagaimana bisa Selena membuka pintu tua --yang tidak diketahui asalnya itu-- dan keluar dari dalam lemari di kamarnya. Selena berbalik kembali menghadap ke pintu yang dilewatinya tadi --yang menampakkan pemandangan pantai.Selena melihat ke arah dinding kamarnya, matanya tak henti-hentinya memindai seluruh tempat ini, ini benar-benar kamarnya. Kakinya melangkah keluar dari kamarnya, tangannya memegang kenop pintu kamarnya yang terasa sangat dingin. Pintu itu terbuka, rasa dingin seketika menjalar di tubuhnya. Perempuan itu menyilangkan tangannya di dadanya berusaha untuk menahan dingin yang terus saja menyerang tubuhnya.
Selena berjalan keluar kamarnya. Tidak ada hal yang berbeda, hanya saja rumahnya tidak pernah sedingin ini.
"Maggie! Maggie!" Suaranya menggema memenuhi ruangan itu. Dingin yang sedari tadi berlomba masuk ke tubuhnya tak menghentikan niatnya untuk bertemu dengan Maggie dan menceritakan semuanya. Perempuan itu menghembuskan napasnya sejenak , "Maggie! Kau dimana?"
Kakinya berjalan menuruni tangga rumahnya. Selena semakin mengeratkan tangannya di dada, dingin ini benar-benar membunuhnya. Rasa dingin membuat perempuan itu memilih untuk menyerah. Ia terduduk di anak tangga terakhir. Matanya terpejam.
"Ya Tuhan, apa yang terjadi? Dimana Maggie?" Rahang bagian bawahnya mulai bergemeretak secara cepat, ototnya juga bergetar dengan cepat --ini adalah salah satu perlawanan tubuhnya terhadap suhu dingin yang mengepungnya sedari tadi.
Tubuhnya mulai menghangat.
Terdengar suara tikus yang mencicit, Selena sedikit terkaget. Perempuan ini tidak pernah tahu kalau ada tikus di rumahnya. Cicitan tikus terdengar semakin jauh. Dengan penuh rasa penasaran, Selena mengikuti suara tikus itu.
Selena menyipitkan matanya berusaha untuk mencari keberadaan tikus tersebut. Telinganya ia condongkan ke depan.
Cicitan tikus itu menuntunnya kembali ke kamarnya. Selena membuka pintu kamarnya yang entah mengapa terasa hangat. Tidak seperti tadi. Perempuan itu membelalakkan matanya ketika ia tersadar , "Aku tidak menutup pintu ini tadi," Pikir Selena
Berbagai pikiran mulai berkecamuk dalam otaknya. Dengan seluruh keberanian yang tersisa dalam dirinya, Selena melangkah masuk ke kamarnya. Disana ada seseorang yang sedang membelakangi dirinya, orang itu nampaknya sedang berbicara dengan tikus tadi. Selena tidak merasa mengenal orang itu, bagaimana mungkin dia bisa berada di rumah Selena?
Tak lama kemudian, orang itu terdiam --menyadari keberadaan Selena dalam ruangan itu.
"Ah, tidak! Sial," Rutuk Selena. Peluh-peluh mulai berjatuhan dari keningnya, tapi kakinya tak mau melangkah seperti tertarik sesuatu.
"Hai Selena," Sapa orang itu --masih dengan posisi yang membelakangi Selena, sehingga Selena tidak dapat melihat wajahnya.
"Kamu siapa?" Ujar Selena. Dari suaranya Selena yakin dia adalah seorang perempuan
"Aku siapa? Haha," Tawanya menggelegar memenuhi seisi ruangan, membuat bulu kuduk Selena berdiri.
"Apa kau tidak mengingatku, Sely?" Tanya orang itu lagi tapi dengan suara yang halus dan begitu lembut.
"Sely? Apa maksudmu memanggilku Sely? Hanya-" Selena terhenyak sambil berusaha berjalan mundur , "Tidak. Tidak mungkin. Tidak. Tidak. Kau tidak nyata. Kau tidak nyata," Ujar Selena sambil terus menggelengkan kepalanya
"Oh, Really?" Orang itu membalikkan badannya berhadapan dengan Selena.
"Apa kau yakin aku tidak nyata?" Ujar orang itu lagi sambil tersenyum menampakkan gigi-giginya yang berbaris dengan rapih.
"Vicky," Gumam Selena pelan.
"Ternyata kau masih mengingatku," Vicky berjalan mendekati Selena yang diam membeku
"Ba-bagaimana mungkin? Ka-kau hanyalah teman khayalanku,"
"Bukankah aku pernah berjanji padamu akan selalu ada untukmu?" Vicky memegang bahu Selena lembut , "Sely, kau tak banyak berubah,"
"Apa yang terjadi? Ini tidak mungkin nyata? Aku dimana?"
Vicky hanya tersenyum kepada Selena membiarkan seluruh pertanyaan tadi memenuhi otak Selena.
"Cepat! Jawab aku! Aku dimana?"
"Sely," Ujar Vicky sambil membelai rambut Selena pelan , "Ini adalah tempat dimana segala keinginanmu akan terkabul,"
"M-maksudmu apa?"
Vicky membelalakkan matanya terkejut , "Sepertinya terakhir kali kita bersama kau tidak se-" Vicky menghembuskan napasnya sejenak, berusaha untuk tidak menyebutkan kata kasar , "Seperti ini," Sambung Vicky.
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Tempat ini adalah tempat dimana segala keinginanmu akan terkabul."
"Hah? Bagaimana mungkin?"
"Semuanya mungkin, Sely."
"Dan bagaimana aku bisa sampai kesini?"
"Saat kau membutuhkannya,"
"Tidak. Aku tidak percaya. Ini pasti hanya mimpi,mimpi."
"Mengapa kau tidak mencoba untuk membuat permintaan?"
Selena terdiam cukup lama, sebelum akhirnya ia menghembuskan napasnya pelan.
"Oke, aku akan mencobanya," Ujar Selena pelan
Selena memejamkan matanya, mengucapkan permintaan itu dalam hatinya.
"Oke, sekarang kau dapat membuka matamu," Ujar Vicky ,"Kau dapat melakukannya dengan mata terbuka, kau tahu?"
Selena hanya terdiam.
"Selena?"
---------------------------------------------
WELCOME TO CHAPTER 2!
I'm so glad that you still read this not-too-fantasy story.
All your votes and comments made my day!
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneirataxia
FantasíaOneirataxia (n) an inability to distinguish between fantasy and reality. Mimpi memang selalu lebih indah dari kenyataan, namun apa yang akan terjadi jika kamu telah tenggelam dalam mimpi-mimpimu? Kau tidak bisa menemukan jalan keluar lain seperti ya...