BAB 1

45 15 9
                                    

Pukul tujuh pagi, Radhia mengikat rambutnya yang menjuntai hingga ke pundak. Manis sekali penampilannya hari ini. Gaunnya makin membuatnya terlihat manis. Tidak lupa dengan sepatu hak birunya. 

Radhia menatap lekat dirinya di depan cermin apartemennya. Senyum pun terbersit di wajahnya. Namun, matanya tak sinkron dengan mulutnya. Matanya menyiratkan kepiluan yang dialami oleh gadis itu. Ia pun berbalik dan pergi mendekati pintu apartemennya dan bergegas. 

Bagi Radhia, hari ini adalah hari yang penting. Hari ini, ia resmi menjadi karyawan. Kafe kecil yang diapit oleh toko mainan dan pizzeria adalah tempat kerjanya hari ini. Letak kafe hanya beberapa blok dari apartemennya, sehingga ia bisa jalan kaki ke tempat kerjanya.

Ia pun melangkahkan kakinya ke dalam kafe terebut. Pada saat itu juga, seseorang yang bisa dibilang rekan kerjanya segera menghampiri Radhia. Perempuan yang terlihat lebih pendek darinya menyodorkan serangkaian seragam padanya dengan senyuman polos namun cukup manis untuk mencuri hati para lawan jenis. 

"Hey, Indonesian right? Same here. Ini seragammu. Bos lagi ga ada. Nanti kamu aku yang arahin," Radhia mengangguk dengan percaya diri sambil menerima seragam itu. 

"By the way, name's Reya,"

Dibentangkan telapak tangannya untuk menjabat tangan Radhia. Radhia pun menyambutnya tangan Reya. Sekali lagi, Reya menyunggingkan senyum polosnya yang dibalas dengan senyum manis Radhia. 

*

Negara di bagian Eropa Barat ini sangat menarik bagi Radhia walau ia tidak benar-benar mengenali negara tersebut. Sungguh ia tidak menyangka kalau ia dapat beasiswa di London. Menurutnya, itu adalah hal yang tidak mungkin. Namun, dengan keadaannya sekarang, itu adalah hal yang mungkin. 

Sudah dua minggu sejak hari ia meninggalkan tanah air. Ia sedikit demi sedikit mulai mengerti dengan hal-hal baru di kota itu. Cukup banyak yang ia pelajari dalam dua minggu walau ia belum mulai kuliah terutama letak beberapa tempat di kota tersebut. 

Hari ini, ia berencana untuk pergi ke mengunjungi kenalannya untuk mempelajari lebih banyak tentang kota itu. Mulai dari tempat makanan yang paling murah hingga laundry termurah. Sekarang pukul empat sore dan kerja paruh waktunya kini sudah selesai. 

"Rey, aku pulang duluan ya. Bye!" 

"Okay Di, see you tomorrow!"

Reya melambaikan tangannya ke arah gadis yang beranjak keluar kafe itu. Lambaiannya dibalas oleh Radhia. Ia pun berlalu dari kafe tersebut, berjalan menuju apartemennya. Orang-orang berlalu-lalang dengan langkah yang gesit. Ada yang sibuk menelepon. Ada juga yang sedang memegang kopi. Ada juga seseorang yang sedang berfoto ria. Kota itu juga dipenuhi dengan gedung-gedung yang unik dan juga tinggi. Arsitektur yang tak dapat dijelaskan oleh kata-kata itu juga terlihat sangat menarik. Aksen-aksennya sangat bagus.

Radhia sibuk memandang tempat-tempat dan kelakuan orang-orang di sekitarnya sambil melangkahkan kakinya. Baginya mungkin ini adalah hal yang berbeda. Di Jakarta, ia kemana-mana menggunakan mobil walau jaraknya sangat dekat. Mobil tersebut hampir membuatnya tidak memerhatikan hal-hal di sekitarnya. Kini, ia bisa lebih memerhatikan keadaan sekitar.

Tiba tiba, ada seseorang memegang pergelangan tangannya dari belakang. Radhia berhenti dengan ketakutan. Orang itu tidak menariknya ke arahnya. Ia hanya memegang pergelangan Radhia untuk memberhentikannya. Radhia menoleh ke belakang dengan perlahan. Seorang lelaki yang lebih tinggi tampak dari kedua bola matanya. Mata coklat Radhia telah menemukan mata lelaki itu. Radhia tercengang. Tak dapat membuka mulutnya apalagi menyuarakan hatinya. Akhirnya suasana diambil alih oleh lelaki itu.

"Kita...pernah bertemu bukan?"



Samudra Yang (Tak) DinantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang