BAB 7

13 3 1
                                    

Sore itu, hujan membasahi kota itu tanpa ragu. Menjatuhkan rintik demi rintik sambil membawa manfaat bagi bumi yang kering. Kini, ia sedang duduk di bus yang akan membawanya pulang ke asramanya. Ia duduk di baris ketiga. Bus itu cukup ramai, namun tidak bising. Orang-orang hanya berbisik jika ingin berbicara sehingga bus itu seakan-akan sunyi.

Samudra yang duduk di dekat jendela itu hanya melihat kota yang basah karena hujan yang belum berhenti. Hujan itu menyerupai hati dan pikirannya. Pikiran dan hatinya sama-sama dihujani dengan hal yang sama. Berbeda dengan Radhia, Samudra tidak memaksa hujan itu untuk berhenti. Lelaki itu merasa hal itu memang seharusnya ia rasakan. Jadi, ia biarkan hati dan pikirannya dihujani hal itu sampai akhirnya hujan itu berhenti dengan sendirinya.

*

Ia keluar dari kamar mandi lengkap dengan baju dan celana yang santai. Rambutnya ia gosokkan dengan handuk sehingga terlihat berantakan. Samudra segera meraih ponselnya dan duduk di ujung tempat tidur. Ada dua tempat tidur di kamar asramanya yang disediakan untuk dua orang. Namun, beruntungnya Samudra, jumlah penghuni asrama itu ganjil. Jadi, kamar asrama itu hanya untuk dirinya. 

Layar ponsel itu menunjukkan nomor yang tadi Reya berikan. Samudra hanya menatap layar perangkat itu, sambil berpikir apa yang akan ia lakukan dengan nomor itu. Apakah ia akan mengirimkan beberapa pesan? Atau malah meneleponnya? Apabila ia melakukan hal itu, bukannya itu terlalu gegabah?

10 menit pun berlalu. Samudra masih menatap lekat layar jendela informasi tersebut. Berbagai pertimbangan sudah ia pikirkan. Mengambil keputusan berarti mengambil risiko juga. Rasa penasaran akan terus membara jika ia tidak mencoba mengontak nomor tersebut. 

Pada akhirnya, ia coba untuk menelepon nomor tersebut. Ia tekan tombol hijau untuk menelepon. Beberapa detik kemudian ia tersambung dengan orang dibalik nomor tersebut. Mengetahui bahwa ia sudah tersambung, Samudra segera membuka mulutnya.

"Halo?"

*

"Halo," kata Radhia sambil menempelkan ponselnya ke telinganya.

Samudra Yang (Tak) DinantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang