BAB 9

3 0 0
                                    

Kini sudah akhir pekan. Pukul 9 pagi, Tadya sudah berada di depan gerbang British Museum (seperti gambar di atas) sambil bersandar di pagarnya. Di pagi yang cerah itu, ia menggigit bun yang masih panas. Keju di dalamnya lumer di mulut. Tampaknya, lelaki berambut coklat itu sangat menikmatinya.

Mata hijaunya melihat sekitarnya seperti sedang mencari sesuatu. Beberapa menit kemudian, orang yang dicari pun datang dari kanan.

"Hey," sapa Radhia. Tadya bersikap cool , ia berpura-pura biasa saja melihat Radhia sambil menggigit bun-nya. Padahal mereka sudah bertahun-tahun tidak melihat satu sama lain. 

"Enak tuh. Gue ga dibagi?" 

"Nih," Tadya menyodorkan bun-nya pada gadis yang kemudian disambut dengan gigitan lembut  Radhia. Agar lebih mendalami rasanya, Radhia memejamkan matanya sambil tersenyum. Senyum kecil pun terukir di bibir Tadya.  

Diajaklah Radhia masuk ke museum itu sambil melingkarkan lengannya ke pundaknya. "Udah, Ra. Ayo masuk. Lo perlu tau banyak soal UK."

*

Tiga tahun lalu

Tadya yang kini sedang berdiri di taman sekolah seperti dipaku di bumi. Matanya terbelalak, tidak mempercayai apa yang dilihatnya. Baginya itu sangat menyakitkan. Melihat orang penting dalam hidupnya banjir air mata, berdiri di gerbang taman itu sambil menutup mulutnya. Mata gadis itu melihat Tadya yang terpaku ke bumi. 

Gadis itu pun berjalan ke arahnya dengan perlahan. Tadya yang melihatnya sama sekali tidak bergerak. Masih terpaku ke bumi. Sekarang gadis itu berada di depan Tadya sambil menunduk dan sedikit terisak. Dan masih saja, tak ada pergerakkan dari Tadya. Berapa lama lagi waktu yang kau perlukan untuk bergerak, Tadya?

Gadis itu pun mendekat. Disandarkannya kepalanya ke pundak Tadya. Pandangan Tadya lurus ke depan. Sama sekali tidak melihat ke arah perempuan itu. Ia tak mengerti apa yang terjadi padanya. Ia tak mengerti yang terjadi pada perempuan itu. Ia tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Tadya sama sekali tidak menyadari bahwa peristiwa itu bukanlah mimpi.

Akhirnya, ia tersadar. Dengan segera ia bawa gadis itu dalam pelukannya, menutup jarak antara dirinya dan gadis itu. Tangis gadis itu pecah. Suaranya nyaring, tapi Tadya tidak membantah. Setiap detik semakin erat. Semakin erat, penat yang dirasakan Tadya semakin dalam. 

Kamu kenapa, Radhia? Aku begitu penasaran tapi tak sanggup menanyakannya. Aku tahu itu hanya memperdalam panah dalam hatimu. Aku hanya ingin kau tahu, aku akan selalu ada di saat kau membutuhkanku, batin lelaki yang diam-diam menaruh perasaan pada gadis yang dipeluknya.

------****------

Halo guys, makasih ya yang udah baca sampe sini.
Nah, karena sekarang ada dua cowo, pilih Samudra atau Tadya hayooo?  

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 11, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Samudra Yang (Tak) DinantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang