Deretan Pohon Angker

154 17 2
                                    

"Aseek!" Seru Putra seraya menggoyangkan tangan seiring berjalannya musik.

Pagi ini Rafael, Ellin, Putra, Eris, Tengku, Naila, Felix, Rasya, Erin, dan Yasin ingin berlibur di daerah pegunungan.

Sudah satu bulan lalu semenjak tragedi pembantaian semalam, mereka sudah tidak mengingat atau mempermasalahkan kejadian itu. Dan, sejak saat itu pula mereka berteman dengan Yasin.

"Eh, eh. Ntar foto-foto ya." Ucap Erin.

"Foto terus lo." Ucap Rasya.

"Biar."

Tiba-tiba Rafael memelankan kecepatan mobil. "Kenapa, kak?" tanya Ellin.

"Itu apaan rame-rame?" tanya Rafael memperhatikan kerumunan orang-orang yang ada di bawah pohon beringin yang sangat besar.

"Eh, liat yuk."

Mereka semua keluar dari mobil dan ikut melihat apa yang terjadi. Mereka melihat seorang pria berumur sekitar 40 tahun terkapar di pinggir semak. Terdapat seperti luka bakar di sekujur tubuhnya dan sebagian membusuk.

Ellin dan Eris mundur karena tidak tahan melihat. Mereka berdua menjauh dan mendekati mobil.

"Kok bisa kayak gitu ya?" heran Eris dengan mimik wajah takut.

"Gue curiga sama lokasi di sekitar sini, Ris. Mending kita cepet-cepet pergi dari sini." Ucap Ellin. Eris mengangguk setuju.

Kemudian mereka memanggil yang lain untuk segera pergi dari daerah situ.

"Kenapa sih?" tanya Rafael seraya menutup pintu samping. Yang lainnya sudah duduk manis di masing-masing jok kursi.

"Gak papa." Ujar Ellin.

Rafael pun menjalankan mobil dan meninggalkan kerumunan orang-orang.

Saat mereka sampai di tempat yang sudah mereka tentukan, mereka langsung membangun tenda dan menyusun semuanya. Suasana tampak damai dengan angin sepoi-sepoi.

"Ellin, pake jaketnya." Ucap Rafael seraya meletakkan cemilan di meja kecil.

Ellin menurut, ia masuk ke tenda dan keluar dengan sudah memakai jaket tebal.

"Pagi-pagi gini dingin banget ya." Ucap Erin. Ia duduk di batang pohon besar yang ada di depan tenda.

Yasin ikut duduk di sebelahnya sambil memakan cemilan. "Masuk ke tenda aja."

"Gak ah. Pengen liat pemandangan."

"Eh eh, fotoin gue yang deket jurang situ dong." Ucap Rasya. Ia mengulurkan kamera pada Felix.

Mereka semua membuka tikar rotan dan duduk bersama. Memperhatikan Felix yang ingin memotret Rasya.

"Jangan ke pinggir banget, Sya!" Teriak Erin karena posisi Rasya agak jauh.

Rasya tertawa sebentar lalu mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Felix segera memotret.

Yang lainnya mulai mengobrol dan bercanda ria. Hingga suara burung hantu terdengar membuat mereka hening sejenak.

"Kesannya kok ngeri ya?" celetuk Tengku.

Putra mengangkat bahu acuh lalu menyenderkan kepalanya di bahu Eris. Eris hanya diam tanpa komentar.

"Mesraan mulu lo bedua." Ucap Naila.

"Wajar, iri." Ejek Putra.

Naila mengumpat pelan.

Rasya masih asik melanjutkan pose-pose foto. Malahan dengan beraninya ia ke pinggir jurang. Membuat yang lainnya ngeri melihat.

"Sya! Udah gue bilangin jangan ke pinggir banget! Kepeleset, mampus lo!" Teriak Erin.

Vengeful GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang