Mayat dan Bayangan

161 15 4
                                    

"Kok gak kecium bau-bau gitu ya?" tanya Erin.

Naila meringis jijik. "Ih, najis banget di sini, ah."

"Udah, udah. Sekarang kita lanjutin lagi. Keburu teler semua kita di sini." Ucap Putra.

Mereka semua mengemasi barang yang sebelumnya dikeluarkan. Setelah itu mereka keluar dari gua dan melanjutkan perjalanan.

Suasana tampak terang karena cahaya matahari pagi, walau sedikit agak gelap dan lembab.

"Di sini ada warung nggak sih?" tanya Putra membuat yang lain menoyor kepalanya bersamaan. "Eh kampret kepala gue!"

"Ya lagian lo bego banget," ujar Erin. Putra sendiri masih mengusap kepalanya.

"Aduh, bisa langsung geger otak gue." Keluh Putra pelan.

"Eh, inget-inget coba. Kemaren kita ada diposisi mana?" tanya Yasin.

Saat ini mereka berada di padang rumput sehingga tebing terlihat jelas di atas sana.

"Mm, kayaknya yang di situ." Ucap Naila sambil menunjuk salah satu pohon di atas sana. "Seinget gue sih itu, pohonnya lebih gede dari yang lain."

Ellin dan Eris sedari tadi hanya diam karena memang tidak ada yang dilakukan selain mengikuti Rafael dan yanv lain.

"Capek?" tanya Rafael sambil menyelipkan rambut Ellin ke belakang telinga. Ellin menggeleng pelan.

"Nggak kok."

Felix mencibir, "Mesraan aja lo bedua ampe pala Putra nyangkut di gigi buaya."

Putra menabok bahu Felix dengan keras. "Gue tampol beneran lo."

"Eehh udah napa sih?" ujar Naila.

"Yaudah lanjut gih kak." Ucap Eris.

Tiba-tiba Ellin merasa merinding. "Akh!" Ellin berjongkok, menutup mata dengan kedua telapak tangannya.

Hal itu membuat yang lain heran dan panik. "Kenapa Lin?"

Rafael merengkuh tubuh Ellin dan mendekapnya. "Kenapa? Ada sesuatu di sini?"

Ellin memcengkram baju Rafael. "Nggak tau kak. Tapi aku ngerasa kayak ada yang ngikutin." Suara Ellin bahkan seperti bisikan.

Mata Rafael menatap sekeliling. Tidak ada yang aneh, tapi ia tetap percaya pada prediksi Ellin. "Semuanya saling pegangan tangan. Jangan sampe ada yang hilang."

"Emang kenapa?" tanya Naila.

Rafael mendengus lalu mengkode mereka menggunakan mimik wajah. Ia memasang wajah mengerikan dan yang lain mengerti. Yang dimaksud Rafael adalah hantu.

"Ngh—lanjut?" tanya Putra. Rafael mengangguk dan mencoba meyakinkan Ellin yang masih berada dipelukannya.

"Tutup mata aja, jangan dibuka. Oke?" Ujar Rafael dan direspon anggukan oleh Ellin.

Mereka pun bergandengan tangan dan mulai berjalan lagi. Semakin lama, gelagat Ellin semakin gelisah. Ia tak nyaman, seperti ada yang ingin menganggu perjalanan mereka mencari Rasya.

"Ellin lo tenang. Rileks, rileks." Ujar Putra dengan memasang wajah sok pintar.

Rafael tak memggubris Putra, ia mengusap bahu Ellin pelan. "Ada kita, jangan takut." Ellin mengangguk pelan. Matanya masih tertutup rapat karena tak ingin melihat sesuatu yang tak diinginkannya.

"RASYA?!!" Naila memekik kencang. Yang lain ikut melihat arah pandang mata Naila.

Rasya.

Mereka segera berlari menghampiri Rasya yang tergeletak di tepi pohon besar. Sekujur tubuhnya terdapat luka goresan.

Vengeful GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang