Prolog

2.7K 176 37
                                    

Ini adalah masa ketika tinta di buku dongeng anak-anak bukanlah hanya tinta. Penyihir, naga, bajak laut, peri, dan lainnya. Terdapat sebuah daratan yang terpisah dan dikelilingi oleh semacam benteng alami. Arusnya berbahaya untuk diarungi, karang-karang yang tajam pun menghalangi setiap kapal yang ingin masuk. Daratan itu tidak terlalu luas, tetapi memiliki penduduk yang cukup padat. Sayangnya, mereka tumbuh tanpa mengetahui keajaiban dunia luar. Pulau itu adalah pulau Fluon.

Tempat itu memiliki tanah yang cukup subur dan penduduk yang ramah serta cinta damai. Mereka sudah terlalu nyaman berada di sana, sehingga tidak ada niatan untuk melihat dunia luar sama sekali.

Seid, seorang anak yang memasuki usia remaja, tidak seperti anak-anak lainnya. Bocah lelaki lainnya akan memilih untuk melempari kucing jalanan dengan batu dibanding bernyanyi bersama burung; memandangi wanita cantik dan seksi daripada menatap buku tua selama berjam-jam. Semua anak menjauhi Seid, dan para tetangga pun menganggapnya sebagai anak aneh.

Ketika ibunya sudah mulai muak dengan kelakuan Seid yang dicemooh para tetangga, dia akan merampas semua buku Seid, mengurungnya di kamar yang gelap dan pengap agar dia introspeksi. Sayangnya, itu semua tidak ada pengaruhnya bagi Seid. Di tengah kegelapan, dia justru merasa nyaman dan menikmati kesunyiannya. Dia seringkali membayangkan hal-hal mustahil dalam benaknya saat masa hukuman.

Dia membayangkan manusia memiliki sayap. Dan tanpa sadar ia mengangkat tangannya, lalu menyadari betapa berat tubuhnya untuk dapat melayang di angkasa. Mungkin dia akan membutuhkan sayap yang lebarnya tiga kali tinggi tubuhnya. Atau mungkin dia harus membuang seluruh cairan tubuhnya agar bebannya berkurang. Dan dia akan mendesah, menyadari kenyataan yang menyedihkan. Dunia ini memang akan selalu berjalan membosankan.

Esok paginya, ketika orangtuanya pergi ke sawah untuk memanen padi yang mulai menguning, ketika Seid sedang sibuk mencari tempat ibunya menyimpan buku-buku berharganya, terdengar keributan di luar rumahnya. Seid memasang kuping untuk memastikan apa yang dibicarakan oleh mereka dengan penuh semangat. Ternyata, ada seorang pria yang terseret arus dari Daratan Luar.

"Pria itu masih muda, tetapi kurus dan tampak lemah seperti batang korek api."

"Tampaknya dia sudah mengalami perjalanan yang mengerikan."

"Wajahnya agak mengerikan, tapi setelah memulihkan dirinya, pasti wajahnya tampan."

Begitulah yang didengar Seid pada kerumunan warga. Dengan cepat, Seid langsung menuju rumah terdekat dengan pantai, yang menjadi tempat pria itu beristirahat untuk sementara. Sesuai dugaan Seid, rumah itu ramai dikerumuni warga, terutama para gadis. Mereka penasaran, seperti apakah orang Daratan Luar itu. Meskipun sudah dilihat selama apa pun, mereka tetap merasa kedatangan orang luar adalah sesuatu yang 'wah', sehingga tak ada seorang pun yang berniat pergi untuk memberi Seid celah.

Seid menyerah untuk memaksa masuk, karena tubuhnya terlalu kecil untuk membalas sikutan para penggembala kerbau yang perkasa. Dia pun pulang ke rumahnya untuk melanjutkan mencari buku-buku tua miliknya.

Pada tengah hari, ia sudah sepenuhnya menghilangkan rasa penasarannya terhadap si orang asing karena berhasil menemukan buku kesayangannya. Dia membacanya dengan saksama. Sebelumnya ia selesai membaca buku yang hanya dibaca perempuan remaja yang sedikit lebih tua darinya, yaitu tentang kisah cinta menyedihkan karangan penulis terkenal dari ibukota. Yang sekarang dibacanya adalah sejarah kepahlawanan di pulau Fluon. Karena pulau ini minim imajinasi, Seid semakin terlatih untuk menambahkan bumbu-bumbu fantasi pada cerita-cerita yang dibacanya.

Akan tetapi, ia sendiri selalu mengakhirinya dengan helaan nafas, karena segalanya tampak begitu mustahil.

Terlalu asyik membaca, Seid tidak menyadari kalau matahari sudah tenggelam dan ibunya sudah berdiri di belakangnya. Ibunya sangat marah karena Seid tidak peduli dengan larangan ibunya. Tanpa berpikir terlebih dulu, ibunya itu langsung mengusirnya keluar meskipun udaranya sangat dingin di malam hari.

The WizardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang