Bab 16 - Seid

219 54 19
                                    


Geron kepayahan menghadapi kemarahan Seid. Tapi Geron sendiri tahu, di antara gerakan mengamuk sang naga, pasti ada celah yang terlupakan. Ketika Geron menemukannya, dia akan langsung membunuh sang naga.

Geron terus menjaga jarak agar Seid tidak berada dalam jarak dekat. Tapi Seid sendiri berpikiran untuk menggigit Geron jika sudah berada dalam jarak yang dekat. Lalu Geron mendapatkan ide. Dia menggunakan sihirnya dan memanggil air laut.

Air laut menuruti panggilannya. Geron membuat air yang sangat banyak itu mengguyur Seid. Guyuran itu terasa seperti hantaman palu bagi sang naga. Mendadak saja Seid sulit menarik napas dan tak mampu mengeluarkan api.

"Bahkan sang Sabbara hanya menjadi korek api basah jika diguyur air!" serunya sambil tertawa senang. Seid tidak peduli dengan tubuhnya yang menjadi lebih berat. Dia tetap memaksakan terbang dan menggunakan sihir lain selain sihir api.

Dia menggunakan angin untuk menghabisi Geron, tapi angin saja tidak cukup. Seid mendadak merasa kekalahan berada di depan mata. Tapi mengingat tubuh yang terbaring tak bergerak dan bersimbah darah, Seid tak bisa menyerah begitu saja.

Tanpa memikirkan apapun, Seid menerjang maju. Geron dengan senang hati menyambutnya dengan sebuah bola sihir yang dibuatnya, yang tercipta dari petir. Jika sihir itu mengenai Seid, maka semuanya sudah berakhir.

Sayangnya, Seid sudah kehilangan akal sehat. Dia terus menerjang. Tapi sesuatu menghalangi laju Seid. Seekor Naga Pelindung menghalanginya, membuat Seid berhenti. Seid ingin mengeluarkan protes, tapi dia melihat sesosok manusia yang mengendarai naga itu. Pria itu menggumamkan beberapa kata dengan jari telunjuk yang menempel di bibirnya.

Bersamaan dengan bola petir yang dilempar, ada sebuah bola cahaya yang dengan cepat melingkupi semua makhluk yang berada di langit. Seid ingat, kalau itu adalah jurus yang dilancarkan kepadanya saat dia masih menjadi Sabbara. Tapi sekarang, bola cahaya itu tidak membunuhnya melainkan melindunginya.

Tampaknya serangan itu hanya berefek pada Geron. Bola petir itu menghilang dan Geron memuntahkan sangat banyak darah. Geron tak mampu mempertahankan kesadarannya, dan wujudnya berubah menjadi manusia biasa.

Dia terjatuh, dan Seid reflek menolongnya. Seid mengubah wujudnya menjadi manusia bersayap agar bisa menangkap tubuh Geron. Seid mendarat dengan halus dan membaringkan tubuh Geron perlahan di atas tanah. Kanre pun sudah mendarat di sampingnya.

"Menggunakan jurus yang dilakukan oleh tiga belas orang sendirian, bahkan lebih kuat lagi," gumam Seid geli. "Kalau kau mampu membunuhku dengan itu, namamu akan tersohor dan dikenang sepanjang masa."

"Kau memujiku berlebihan," kata Kanre sambil tertawa. "Aku sendiri terkejut karena masih sanggup melakukannya."

"Itu karena Grilma memberikan kekuatannya kepadamu. Jangan sombong, manusia!" tukas Azen. Azen dengan cepat sudah mengubah wujudnya menjadi manusia, menjadi sosok perempuan yang selalu dikenakannya.

Geron sudah tersadar kembali dan terbatuk-batuk. "Kenapa kau menolongku?" tanyanya dengan terengah-engah. "Biarkan saja aku mati. Kau ingin aku mati, bukan?"

Seid tidak menjawab.

"Bunuhlah aku!"

Kanre dan Azen menunggu jawaban Seid. Seid sendiri tampaknya menunggu Geron mengeluarkan lebih banyak lagi kata-kata.

"Kau adalah Sabbara! Sabbara yang kejam! Kenapa? Apa yang membuatmu ragu?" desak Geron. Geron merasa sedih dan kecewa karena keadaan naga yang diburunya ini. Kenapa Sabbara begitu lembek, tidak sesuai harapannya?

"Aku bukan Sabbara," jawab Seid. "Sabbara sudah lama mati. Namaku adalah Seid."

"Konyol!" seru Geron tidak percaya. "Aku tidak terima... sang naga tertua yang kejam menjadi lemah seperti ini! Kenapa bisa begitu?"

"Aku memang lemah," kata Seid. "Tapi kau lebih lemah dariku."

Geron terdiam. Dia tidak ingin membalas perkataan Seid. Tak satupun kenangan masa lalu yang melewati benaknya. Karena sang hampa tidak pernah memiliki masa lalu. Seid yang menatap mata Geron mengerti apa yang sedang dipikirkan Geron.

"Kau memiliki masa lalu," bisik Seid. Geron menoleh, kembali memandang Seid. Dia tidak mengatakan apa-apa. "Kau tidak sepenuhnya hampa."

"Aku tidak memiliki masa lalu," papar Geron.

"Tentu kau punya," kata Seid yakin. "Katakan kepadaku, mengapa kau menjadi Pemburu Naga?"

"Karena mereka mengakuiku sebagai bajak laut yang ahli dalam membunuh naga," jawabnya dengan suara yang lemah. Dia kembali terbatuk-batuk.

"Beritahu aku, mengapa kau menjadi bajak laut?" cecar Seid tanpa memedulikan Geron yang semakin lemah dan sekarat.

"Untuk membunuh dan merampas," jawab Geron dengan nada yang datar seperti wajahnya. "Untuk melampiaskan kekesalan."

"Apa yang membuatmu kesal?"

Geron tidak bisa menjawabnya. Ingatan itu sudah terkunci jauh di dalam lubuk hatinya. Dia menolak seluruh dunia, menolak dirinya sendiri, untuk membuka ingatan itu. "Bunuh aku," bisik Geron. Seid menggeleng.

"Siapa namamu?" tanya Seid. Geron diam tidak menjawab. "Jawab aku. Siapa namamu?"

"Geron."

"Itu bukan namamu," desak Seid. "Siapa namamu yang sebenarnya?"

"Aku tidak tahu," jawab Geron pasrah. "Aku tidak ingat lagi."

"Seid," panggil Kanre, agak ragu dengan hal yang ingin dilakukannya. "Apa yang ingin kaulakukan?"

"Kanre, beritahu aku. Kenapa manusia tidak boleh melihat mata naga?" tanya Seid. Kanre bingung dan kaget karena ditanyai hal seperti itu. Kanre pun memikirkan jawaban terbaik yang bisa diberikannya kepada sang naga tua.

"Karena naga mampu membaca lubuk hati manusia yang terdalam," jawab Kanre. Seid tidak merespon jawaban itu. Kanre berpikir kalau Seid merasa jawabannya belum lengkap. "Dia akan menggunakannya sebagai senjata. Akan memengaruhi hatimu karena perkataannya, membelokkan segala kebenaran."

"Tepat sekali. Kami para naga melakukan kekuatan kami untuk hal itu," ujar Seid. "Tapi itu adalah hal yang dilakukan oleh Sabbara. Apa yang akan Seid lakukan dengan kekuatan itu?" Pertanyaan itu membuat Kanre berpikir, tidak tahu harus mengatakan apa. Akhirnya Seid menjawab pertanyaannya sendiri. "Aku akan membuka pintu yang ditutup rapat-rapat, mencari kunci yang hilang di suatu tempat untuk menolong jiwa yang tersesat ini, menyelamatkannya."

The WizardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang