Seid terbangun dengan perasaan yang aneh. Dia masih belum berniat membuka matanya karena rasanya dia terlalu lelah. Dia berharap ini bukan mimpi buruk yang lainnya. Dia merasa tubuhnya sangat kaku dan sulit digerakkan. Rahangnya kaku dan sepertinya ada sesuatu yang disumpalkan ke dalam mulutnya, sedangkan dia tak bisa menggerakkan kedua kaki dan kedua tangannya yang tergeletak di punggungnya.
Kemudian mendadak saja otaknya yang lamban karena udara pagi mampu berpikir jernih dan segera membuka matanya. Sekitarnya gelap gulita, tapi dari perasaannya ini dia langsung tahu kalau dia sedang diikat. Dia memilih untuk tidak bersuara dan mengawasi keadaan.
Tempatnya berbaring bergoyang-goyang. Bagaimanapun ini masih ada di atas laut, tapi jelas ini bukan kapalnya dan Kanre. Ruangannya tertutup dan sepertinya ada barang lain di dalam sana selain Seid. Seid sendiri tidak merasakan tanda-tanda Kanre berada di tempat itu.
Lama-kelamaan matanya mulai terbiasa dengan kegelapan.
Di sana terdapat banyak peti dan karung, entah apa isinya. Seid menggeliat, berusaha maju dengan tubuh terikatnya. Dia mendekati sesuatu yang menyambung ke langit-langit, tangga.
Dia terus menggeliat, mencoba berdiri dengan pegangan tangga. Dia mencoba untuk memotong tali tersebut dengan bagian tajam pada pegangan tangga, tapi gagal. Akhirnya Seid dengan susah payah menuju pintu tingkap di atas tangga. Di sana dia dapat mendengar suara para pria yang berjalan-jalan di atasnya.
"Akhirnya kita mendapatkan si penyihir!" kata seseorang dengan nada puas. "Tak kusangka akan semudah ini."
"Bagaimana kalau dia melawan? Kekuatannya tidak terduga-duga!" timpal yang lain.
"Tenang saja, kita punya sandera!" balas temannya. "Kalau dia berani macam-macam, kita bisa membunuh anak itu. Si penyihir tidak akan berani."
"Menculik orang yang sedang tidur di atas perahu... sungguh licik ketua kita," kata yang seorang dengan nada memuji. "Tapi sepertinya kewaspadaan pria itu memang sudah berkurang."
"Dasar bodoh! Jangan menyalahkan penyihir itu lemah, tapi karena Kapten kita memang hebat!"
Mereka semua tertawa bangga. Seid tersengat amarah, dan rasanya dia ingin menggergaji tangan mereka semua. Tawa mereka mendadak saja terhenti. "Oh, Kapten!"
Pintu tingkap dibuka, dan muncul seorang pria dengan wajah berparut. "Rupanya kau sudah bangun," katanya. Mulut Seid yang tersumpal kain serasa semakin kaku. "Ada apa dengan wajahmu? Kau mau menggigitku?"
Hierdo melepas kain yang menyumpal mulut Seid. "Di mana Kanre?" tanya Seid murka. "Jawab!"
Sekejap kemudian sesuatu menghantam tulang pipi Seid dengan keras. Hierdo menendangnya. "Kau sedang berada di bawah belas kasihanku. Jangan melunjak, dasar anjing berengsek!"
Seid menatap mata Hierdo dengan lancang dan masih dipenuhi kebencian. Hierdo menyuruh anak buahnya untuk menyeret Seid. Seid dibawa ke dalam sebuah kabin di atas dek yang tidak terlalu besar. Tampaknya itu adalah ruang kerja Hierdo. Di dalam sana ada Kanre, tengah duduk di kursi di seberang meja Hierdo dengan gelisah.
Ketika melihat Seid, gelombang kelegaan mengalirinya. Tampaknya dia ingin memeluk Seid, tapi dia menahannya. Dia terus duduk sambil mengepal kedua tangannya yang berkeringat dingin.
Seid dilempar ke lantai, tersungkur di bawah kaki Kanre dan tidak mampu berdiri. Hierdo pun mengusir anak buahnya, lalu menutup pintu dan menyeret Seid ke sebelah tempat duduknya sendiri. Hierdo duduk, mengeluarkan pistolnya dan membiarkan pistol itu dipegang seolah itu hanya mainan. Hierdo menginjak Seid yang sedang tersungkur menyamping.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wizard
FantasíaKetika berpikir kalau dia akan terpenjara di pulau membosankan selamanya, seorang pria dari Daratan Luar, daratan yang selama ini hanya menjadi mimpinya, terdampar di pulaunya. Seid, si anak pemimpi, memaksa pria itu untuk membawanya keluar dari pul...