DUA

1.1K 130 8
                                    


" Jika yang kamu bicarakan itu masa lalu, jangan tahan aku disini karena aku sudah di penghujung cukup untuk penyesalan..." – Sammy


Samudra terdiam di kursi halaman rumahnya memperhatikan bocah perempuan yang katanya bernama Raisa, demi Tuhan, Samudra rasanya ingin mengumpat berkali – kali saat tahu nama bocah perempuan itu. Dulu sekali, ketika Samudra pernah ber angan – angan bersama ibu dari bocah itu kalau seandainya dia punya anak perempuan akan di beri nama Raisa Samudra Biru, dan entah kenapa wanita yang kini duduk di sebelah nya kini memberi nama bocah perempuan itu dengan nama yang dulu Samudra rencanakan. Dan kenapa juga bocah perempuan yang bernama Raisa itu minta di gendong olehnya saat Samudra memperkenalkan diri, dan kemapa juga Samudra langsung menyambut dengan senang.

" Kenapa? Kenapa namanya kamu kasih itu? Kenapa kamu disini?" Samudra bertanya lirih, demi Tuhan suaranya mendadak halus dan bergetar karena akhirnya setelah sepuluh tahun dia bisa bicara dengan perempuan yang rasanya ingin Samudra lenyapkan saat ini juga.

Dan kali ini Samudra benar – benar mengumpat lirih saat mendengar tawa renyah milik perempuan disampingnya yang entah bagaimana dan entah berapa banyak yang Samudra lewatkan hingga perempuan di sebelahnya bisa jadi wanita yang sangat santun dan manis disaat bersamaan di tambah dengan tawa yang bisa membuat jiwa Samudra merasakan kehangatan berlebihan.

" Karena kamu, karena aku mengidolakan sosok kamu, karena suamiku mengagumi kamu, karena kami merindukan kamu. Saat aku mengandung bulan ke lima, aku tiap hari merengek pada suamiku untuk bisa setidaknya video call dengan kamu, tapi aku dan suamiku bahkan keluargamu tahu kamu sengaja memutus kontak dengan kami, jadi mau tidak mau aku meredam 'ngidamku' dan ketika Raisa lahir, aku minta supaya diberi nama Raisa dan suamiku, sahabat kamu itu..."

" Mantan sahabat" putus Samudra dingin namun di sambut tawa oleh wanita di sampingnya.

" Kamu sudah dewasa Sammy, kita semua sudah dewasa, bahkan aku sudah punya satu anak dan kini sedang mengandung adik Raisa. Memaafkan adalah hal yang harus kita lakukan untuk hal yang ada di masa lalu. Kalaupun kamu belum bisa memaafkan kami, setidaknya jangan memutus tali silaturahmi. Bahkan suamiku ngga pernah berubah, sejak kamu memutuskan jadi pilot, dia ngga berhenti untuk kagum dan mengidolakan kamu, dia sayang dengan kamu seperti dia sayang dengan adik – adiknya. Setiap dia bicara dengan Ayah Muda, dia selalu nanya kamu, gimana kamu selama jauh dari rumah. Kami rindu sama kamu, tapi kami tahu kami yang bersalah hingga kamu pergi jauh dari kami dan keluarga kamu, tapi ketahuilah hidup dalam rasa bersalah juga tidak bisa membuat aku dan suamiku tenang"

Samudra masih memandang Raisa yang sedang duduk di ayunan berwarna pink yang ada di depannya kini. Wajah Raisa mirip sekali dengan wanita di sampingnya, namun mata bocah itu mirip dengan Nugi, sahabatnya dulu, sebelum Negara api menyerang hubungan mereka. Shit! Samudra bahkan mengenang masa lalu yang berputar di otaknya mengingat Nugi. Dan bagaimana dulu Nugi mengkhianatinya dengan tiba – tiba datang meminang wanita di sampingnya ini.

" Nugi dimana sekarang?"

" Di Sorong, ada proyek yang mesti pantau disana. Besok dia pulang, tadi aku kasih tahu kalau kamu pulang hari ini jadi dia buru – buru pulang, bahkan kalau aku lahiran sekarang pun belum tentu dia pulang, tapi dengar nama kamu dan dengar kamu pulang dia langsung pesan tiket pesawat untuk pulang"

Samudra menghela nafas berat, mendadak rasa bersalah karena membenci menggelayuti sanubarinya. Perlahan dia menoleh dan menatap istri Nugi, sahabatnya juga dulu, lebih tepatnya ,mantan kekasihnya. " Kalau dulu aku ngga sekolah penerbangan, dan Nugi ngga pulang lebih cepat, kamu akan tetap pilih dia? Dulu aku selalu menyelipkan nama Gista Syailendrha disetiap doaku agar berjodoh denganku, dan kamu tahu gimana rasanya saat kamu dan Nugi mengirimkan undangan ke asramaku? Demi Tuhan! Gis, kamu masih pacarku waktu itu! Dan sekarang dengan dongengmu tentang Nugi membuatku merasa bersalah dengan bodohnya!"

Menuai Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang