Mood Arveno benar-benar kacau hari ini, bukan hanya karena fakta pahit yang ia ketahui tadi siang tetapi juga karena orang tuanya yang lagi-lagi memarahi Arveno. Setelah pulang dari menyelidiki siapa pacar Ravella yang berujung pada rasa sesak dalam dada, orang tua Arveno tiba-tiba meneleponnya.Seperti ini percakapan mereka...
“Hallo!”
“Hm.”
“Yaampun kenapa kamu gak sopan sekali sama mama.”
Mama Rita, mama dari Arveno yang angkat bicara sedangkan papa Arveno hanya bisa berdiam diri mendengarkan istrinya yang tengah bersiap akan memarahi anak keduanya yaitu Arveno.
“Ya terus Veno harus gimana.”
Kalimat yang Arveno ucapkan terdengar seperti pernyataan.
“Terserah! Mama cuma mau nanya sama kamu kenapa kemarin kamu ikut tawuran padahal kemarin itu masih hari pertama kamu duduk di bangku kelas 12 loo, mama nyekolahin kamu itu tujuannya supaya kamu bisa sukses contoh tuh kakak kamu kalem, gak pernah bikin ulah, prestasinya juga banyak.”
Kemarin sepulang sekolah tepatnya pukul 4 sore ketika sekolah sudah mulai sore, Arveno memang mengikuti tawuran antara SMA Harapan Bangsa melawan SMAN 112 yang tentu saja dimenanangkan oleh SMA Harapan Bangsa. Ia melakukan tawuran itu sebagai bentuk solidaritasnya dan lagi ia merupakan pentolan sekolah yang sangat disegani. Selain itu, ia ingin mencari perhatian kedua orang tuanya. Ia berpikir bila mengikuti tawuran ia akan terluka dan orang tuanya akan khawatir kepadanya tetapi justru itu merupakan cara salah yang ia tempuh.
“Kalo mama telepon Veno cuma pengen bangga-banggain Kak Malvin mending mama gausah telepon Veno deh. Maaf Veno capek selalu dibanding-bandingin sama dia.”
“Mama gak banding-bandingin kamu sama Malvin, mama cuma pengen kamu tersadar dari kenakalan kamu ini. Mama sayang banget sama kamu, Nak.”
“Iya Veno juga sayang sama Mama makasih atas nasihatnya.”
“Yaudah kamu jangan buat ulah terus dong dan balik ke rumah yuk, mama kangen sama kamu.”
“Maaf ma Veno masih betah ngekost.”
Sebenarnya itu hanyalah alibi Arveno, ia tidak ingin pulang ke rumah karena di rumah itu ada Malvin, kakak yang selalu menjadi kebanggaan orang tua Arveno sekaligus kakak yang ia benci. Di rumah, Arveno merasa bahwa ia selalu diremehkan sedangkan Malvin selalu dibanggakan kedua orang tuanya. Ia merasa selalu dibeda-bedakan oleh kedua orang tuanya. Arveno muak dengan semua itu.
“Hm okay kalau itu mau kamu. Jaga diri kamu baik-baik ya, jangan lupa belajar dan berdoa. Jangan lupa makan juga, sering-sering main ke rumah ya, Nak.”
“Iya makasih atas perhatiannya, Ma.”
Tut..tut! setelah sambungan telepon terputus, Arveno memutuskan untuk merebahkan dirinya di atas kasur. Tidak hanya hatinya yang lelah, raganya juga lelah akibat tawuran yang ia ikuti kemarin. Setelah 3 jam berlalu, Arveno terbangun dari tidurnya. Line! Tiba-tiba handphone milik Arveno berbunyi dan menandakan bahwa ada pesan di Line. Namun karena ia masih malas untuk mengambil hp yang ada di meja belajarnya ditambah lagi ia berpikir jika pesan itu hanyalah dari OA-OA line yang sengaja tidak ia matikan pemberitahuannya. Namun handphone Arveno terus berbunyi membuatnya penasaran sehingga ia memutuskan untuk membuka pesan tersebut dengan mata yang masih setengah terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candu (Completed)
Teen FictionRavella ibarat candu bagi Arveno. Maka, ia bertekad ingin memperjuangkan cintanya pada Ravella. Namun, saat ia tengah berjuang untuk cintanya, kenyataan pahit justru menyapanya. Tak disangka jika Malvin, kakak Arveno adalah kekasih Ravella! ditambah...