Bimbang

144 10 4
                                    

Suara ketukan pintu kamar membuyarkan lamunan Ravella yang sedang memutar ulang kejadian demi kejadian yang ia alami bersama Arveno ketika di sekolah tadi. Bibirnya tak henti-hetinya menyunggingkan senyum bahagia hingga ia lupa akan kemarahannya terhadap Malvin.

"Dek Ra, itu di luar ada Malvin nyariin kamu," ucap Bunda Vellani sambil memutar kenop pintu kamar Ravella.

"Oh-eh iya, Bun," ucap Ravella yang masih sedih kaget karena suara Bundanya.

"Haduh kok gue sampe lupa sih kalo gue lagi ada masalah sama Malvin, haduh gue harus bersikap gimana ini," batin Ravella bingung.

Kemudian Ravella menarik nafasnya secara perlahan lalu membuangnya secara perlahan. Ia berusaha setenang mungkin. Lalu ia berjalan ke luar kamar menuju ruang tamu.

Ekhem! Ravella berdeham hingga membuat laki-laki tampan yang sedang terduduk manis di sofa ruang tamu mengalihkan pandangannya ke arah Ravella.

"Sayang, sini duduk," ucap Malvin dengan lembut.

Ravella hanya menganggukkan kepalanya dan duduk di samping laki-laki tampan yang diketahui sebagai pacarnya yaitu Malvin.

"Kamu ngapain ke sini?" Tanya Ravella untuk berbasa-basi karena dia bingung harus bersikap seperti apa.

"I miss you." Hanya itu yang diucapkan Malvin.

"Hm," jawab Ravella datar, dia merasa kesal dengan Malvin karena bukannya minta maaf malah mengungkapkan rasa rindunya.

"Kok kamu cuek banget sih? Kenapa?" Tanya Malvin.

"Pikir aja sendiri apa kesalahan kamu," jawab Ravella.

Malvin mengerti kemana arah pembicaraan Ravella, ia sadar bahwa memaksa Ravella mengikuti kehendaknya adalah suatu kesalahan karena ia tahu benar sifat gadis itu. Namun, ia merasa apa yang ia lakukan itu benar maka ia tak perlu meminta maaf  pada Ravella.

"Gini ya sayang kemarin aku maksa kamu itu juga buat kebaikan kamu dan itu semua aku lakuin juga karena aku sayang kamu," ujar Malvin.

"Ya ya ya whatever you say," jawab Ravella sekenanya, ia malas untuk berdebat dengan Malvin.

Malvin menggandeng tangan Ravella, hendak mengajak Ravella pergi. Namun, Ravella menepis tangan Malvin.

"Kenapa?" Tanya Malvin.

"Aku lagi banyak tugas." Ravella berbohong pada Malvin sejujurnya dia malas pergi bersama Malvin karena ia ingin menenangkan hatinya karena setiap pergi bersama Malvin pasti akan ada perdebatan.

"Bohong." Malvin mengatakan itu dengan sinis. Dia tahu Ravella berbohong karena ini masih awal tahun pelajaran tidak mungkin guru akan memberikan banyak tugas. Ravella memang tak pandai dalam urusan berbohong.

"Terserah!" Bentak Ravella.

"Kamu lagi deket sama cowok lain ya sampe bisa-bisanya bohong kayak gitu. Kamu juga gak kayak biasanya aku ngerasa jauh dari kamu. Aku rasa, raga kamu ada di dekat aku tapi hati kamu jauh di sana," ujar Malvin.

Jantung Ravella berdetak kencang pasalnya saat ini ia memang sedang dekat dengan Arveno. Ravella merasa bersalah akan hal itu, tak seharusnya ia bersikap seperti ini.

"Maaf aku udah bohong sama kamu, aku masih kesel aja sama kamu gara-gara masalah kemarin," ujar Ravella dengan menundukkan kepalanya.

Malvin tersenyum lega, ia mendongakkan dagu Ravella agar dapat menatap mata Ravella.

"Yaudah lupain aja masalah kita kemarin. Sekarang kamu mau apa aku turutin deh," ujar Malvin sambil menaik turunkan alis tebalnya.

Ravella nampak berpikir sebentar kemudian menjentikkan jarinya, "Aha aku punya ide! Kita ke pasar malem yuk abis itu tar kita beli gulali," ujar Ravella dengan sangat antusias.

Candu (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang