Enam

50 30 18
                                    

**

"Ngghhh.."
Rafa mengerang panjang, ia mengucek-ngucek matanya dan membuka kedua matanya. "Kenapa aku bisa disini?" Gumamnya bingung, Ia menurunkan kakinya namun sebelum menyentuh lantai iamelihat ada seseorang yang tengah terlelap dilantainya.
Tiba-tiba ia ingat sesuatu."Astaga aku baru ingat, aku kan yang menyuruh dia untuk menginap disini.

"-"Hoaamm.." Anisa bangun dan mendapati sofa yang tadinya Rafa tiduri tetapi sekarang kosong tidak ada siapa-siapa, kemana pria itu?

"Pagi. Apa istirahatmu cukup tadi malam?" Ucap Rafa tanpa menatap Anisa karna ia sibuk merapihkan dasinya.

"Kau mau kemana?"

"Aku bukan pengangguran, aku punya pekerjaan dan aku akan pergi bekerja."

"Oh.."

"Aku ingat betul kalau tadi malam aku menyuruhmu untuk tidur di kamarku kan? Tapi kenapa kau tidur disini?"

"Iya karna aku merasa tidak adil masa tuan rumah tidur disofa tapi tamu tinggal dikamarnya. Itu ironis sekali menurutku."

"Dasar keras kepala."

"Oh iya apa Aku boleh tahu sekarang pukul berapa?" Rafa melirik jam tangannya.

"Sudah pukul 08:30 memangnya kenapa?"

"Ya tuhan benarkah? Aku-aku harus buru-buru pergi ke kedaiku. Pasti Karina sedang bingung mencari ku. Aku pergi dulu ya." Rafa menghalangi langkah Anisa.

"Kenapa kau pergi? Apa kau tidak suka disini?"

"Apa yang kau bicarakan? Tentu aku suka disini tapi aku kan punya rumah sendiri, dan aku punya kedai yang harus aku urus. Aku harus pulang permisi." Rafa tetap menghalangi Anisa.

"Apa kau mau menjadi pemilik rumah ini?"

"Aku mau tapi tidak mungkin."

"Apanya yang tidak mungkin?"

"Ini kan rumahmu, aku juga sudah punya rumah sendiri, sebenarnya aku mau tapi aku tidak ada niat untuk membeli rumah baru karna memang aku tidak punya uang untuk membeli rumah apa lagi rumah sebesar ini. Lagi pula kalau aku tinggal disini kau mau tinggal dimana, iya kan?"

"Kau bisa memiliki rumah ini tanpa harus membelinya, dan aku juga tidak harus keluar dari sini."

"Maksudmu kita tinggal bersama?"

Rafa mengangguk,

"Apa yang kau maksudkan? Kau sudah gila, kau bukan siapa-siapa aku jadi tolong jangan bersikap berlebihan seperti ini." Anisa memaksa berjalan walaupun Rafa tetap menghalanginya.
Terpaksa ia mendorong dan menabrak tubuh Rafa hingga akhirnya dia bisa terlepas dari pria aneh itu.

"Aku yakin sekali kalau dia saiko!" Gumam Anisa kesal.

"Oh tidak! Tidak! Tidak! Tidak!" Rafa berteriak-teriak seperti orang panik sekaligus takut.

"Tidak boleh! Tidak boleh!" Rafa mulai menangis, entah apa yang membuat ia sedih namun terlihat jelas wajah pria itu memucat dan sangat sedih.

"Kalau dia begitu terus aku kan jadi takut pada nya, aku merasa ia suka padaku dan mulai bersikap atau berbicara aneh padaku, Tapi kalau dia masih bersikap kadang-kadang normal kadang-kadang aneh bagaimana bisa aku membalas cintanya. Sebenarnya aku juga sudah mulai merasa senang saat berdua dengannya tapi disatu sisi aku takut akan sifatnya yang tiba-tiba bisa berubah." batin Anisa

∆∆∆∆

"Arrgghh aku benci akan perasaan ini, aku tahu seharusnya aku tidak memiliki perasaan khusus seperti ini untuknya! Argh!"
Anisa menemukan botol kaleng yang kebetulan ada dihadapannya, untuk menuangkan semua amarah dan emosinya ia menendang kaleng tersebut dengan kencang dan kesembarang arah.

"Awwsshh..." Anisa membekap mulutnya sendiri, ia mendapati seseorang yang berdiri tidak jauh darinya meringis kesakitan mengusap kepala belakangnya yang terasa nyeri. Ia berfikir pasti pria itu terkena kaleng yang ia tendang tadi.Pria itu membalikan tubuhnya dan hanya mendapati Anisa seorang saja, karna kebetulan tidak ada pejalan kaki lainnya yang melintas disana hanya ada mobil-mobil dan motor-motor yang berlalu lalang ria di jalan raya, Pria itu mantap melangkah mendekati Anisa karena dia menduga pasti gadis itu yang menyebabkan kepalanya sakit.
Anisa hanya bisa diam mematung seraya menyembunyikan rasa takut dan deg-deggannya saat melihat pria itu makin lama makin dekat.

"Apa masalahmu denganku? Kenapa kau menimpukku dengan kaleng itu?"

"Maaf aku tidak sengaja melakukannya aku fikir tidak ada siapa-siapa makanya aku tendang saja kaleng itu untuk meluapkan emosi ku."

"Kau fikir didunia ini hanya kau saja yang menempati? Banyak orang disekitarmu! Jangan memikirkan diri sendiri!"

"I-iya aku tahu, aku minta maaf ya. Kumohon maafkan aku."

"Enak saja, aku minta ganti rugi!"

Anisa membulatkan mata dan mulutnya bersamaan. "Hey! Ini namanya pemerasan kau tahu? Aku tidak mau gantirugi padamu! Permisi aku ada urusan lain!" Anisa mempercepat langkahnya meninggalkan pria tersebut.

"Hey tunggu! Aku tidak terima kau melakukan ini padaku, kalau kau tidak mau ganti rugi yasudah biarkan aku membuatmu merasakan sakitnya dihantam dengan kaleng tadi. Bagaimana?"

Anisa mengepal kedua tangannya kuat-kuat dan berteriak didalam hatinya lalu ia membalikkan tubuhnya untuk menatap pria menyebalkan itu."Apa kau tega melakukan hal itu pada wanita?Sungguh tidak punya hati." Ucap Anisa terlalu mendramatisir.

Pria itu memutar bola matanya malas, "Baiklah hmm.."
Dia memperhatikan baju yang dikenakan Anisa, macam baju pelayan. Pikirnya"Kau ini pelayan di restoran mana? Sepertinya aku baru melihat seragam pelayan yang kau kenakan."

Anisa menepuk keningnya pelan, kenapa ia baru ingat kalau dari semalam ia tidak ganti baju karna terburu-buru mengantar Rafa.

"Ini seragam di kedai "ⓒⓞⓕⓕⓔⓔ ⓗⓞⓤⓢⓔ" memangnya kenapa?"

"Oh kedai kecil yang kemarin hanya beruntung mendapatkan banyak pelanggan itu?"

"Itu bukan beruntung tapi memang sudah ditentukan oleh tuhan, kenapa ya ada orang yang menyebalkan sepertimu didunia ini?"

"Itu sudah ditentukan oleh tuhan." Ucapnya enteng, Anisa meniup poninya kasar, ia makin merasa kesal dengan orang ini.

"Baiklah sekarang apa mau mu? Katakan saja aku akan memenuhinya aku tidak ingin memperpanjang urusan sepele ini."

"Aku hanya minta kau mentraktirku dikedai tempat kau bekerja itu. Bisa kan? Yasudah ayo kita berangkat."

"Mentraktir katamu?" Pria itu mengangguk,

"Ck baiklah apa boleh buat."

Bersambung ...

Coffee Love Story ♥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang