Tujuh

43 24 8
                                    

'Astaga ternyata sudah dibuka? Ku kira Hanifa tidak mampu menangani banyak pelanggan seperti ini sendirian, ah aku harus cepat-cepat membantunya.'

"Hey cepat ikuti aku," Anisa menarik lengan pria itu dan membawanya masuk kedalam kedai.

"Silahkan kamu cari bangku yang kosong dulu ya, nanti biar adikku yang melayani mu."

"Apa? Aku harus mencari bangku ku sendiri? Tidak, aku mau kau yang cari kan bangku untuk ku."

"Aduh kau ini, baiklah-baiklah sini ikut aku pasti masih ada kursi yang kosong untukmu." Anisa jalan mendahului pria itu dan pria itu hanya mengikuti langkah Anisa.

"Ini tempat duduk mu, silahkan duduk aku akan membersihkan meja nya dulu."

"Baiklah tapi cepat ya." Anisa berjalan cepat untuk mengambil kain lap dan semprotan.

"Kalau kau memesan panggil saja adikku ya? Bilang kalau kau aku yang traktir."

"Dan kau mau kemana?"

"Aku mau membersihkan diri,"

"Tapi aku ingin kau yang melayani ku."

"Ck, tapi aku harus mandi apa kau tidak mengerti?"

"Aku bisa menunggu." Anisa berdecak lidah dan meninggalkan pria itu sendiri

15 menit kemudian..

Anisa sudah tidak melihat satu pelanggan pun di kedai nya, cuma ada pria menyebalkan yang ia temukan (?) Dijalan tadi, sepertinya Hanifa ada dihadapannya dan mereka seperti sedang berbincang-bincang ria, padahal mereka tidak saling kenal tapi hanya beberapa menit saja mereka sudah seperti orang yang sudah kenal lama.

"Kau sudah memesan rupanya?" Ucap Anisa datar,

"Hey kak kau sudah selesai? Silahkan duduk." Hanifa menarik satu kursi dan mempersilahkan Anisa duduk bersama mereka "Aku mau tanya, kau bertemu dengan Bimo dimana?"

"Memangnya kau mengenal dia?"

"Eumm biar aku saja yang menjelaskan asal mula aku bertemu dengan kakak mu yang menyebalkan ini."

"Apa kau bilang? Aku menyebalkan? Bukannya kau yang menyebalkan, kau tahu saat aku bertemu dengan mu kau-" Anisa meronta-ronta berusaha melepaskan mulutnya yang dibekap oleh pria itu.

"Saat aku sedang berjalan santai menikmati ramainya kota Jakarta tiba-tiba ada benda keras menghantam kepala ku cukup kencang, dan saat aku melihat ke belakang mataku hanya melihat dia yang sedang memasang wajah polosnya yang menyebalkan itu. Dan benar saja ternyata memang dia yang menimpukku dengan kaleng tersebut. Makanya aku minta ganti rugi dan dia sepakat untuk mentraktir ku hari ini."

"Ahahah.." Hanifa tertawa terpingkal-pingkal.
"Pertemuan kalian berdua aneh sekali ya," Ledek Hanifa.

"Hey kau jangan tertawa saja bisanya, coba sekarang aku yang bertanya padamu kenapa kalian bisa akrab seperti ini? Memangnya kalian berdua pernah kenal sebelumnya?"

"Emm iya kak sebenarnya Bimo ini mantan pacar aku."

"Mantan pacar?" Ulang Anisa terkejut, Hanifa mengangguk

"Tapi kamu tidak pernah cerita sama kakak tentang dia. Biasanya kan kamu selalu cerita semuanya masalah percintaan kamu ke aku."

"Ya karena waktu itu aku takut kakak tidak setuju lagi atas hubungan aku sama Bimo padahal aku cinta sekali dengannya tapi kalau kakak tidak setuju aku kan selalu nurut makanya aku tidak cerita tentang dia ke kakak."

"Kalau yang seperti ini bagaimana aku bisa setuju, dia menyebalkan, tidak sopan, dan tidak memiliki perasaan, sungguh tidak pantas untukmu."

"Kau sama saja." Ucap Bimo tidak mau kalah.

Coffee Love Story ♥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang