Elang menggedor-gedor pintu kamar Arya sambil memanggil-manggil saudara kembarnya itu.
"Apaan sih?" Wajah kesal Arya muncul dari balik pintu. Sebagian tubuhnya hanya dibalut dengan handuk. Ia baru saja selesai mandi.
"Ini." Elang menyodorkan ponsel. "Arinda nelpon. Sekarang waktunya lo beraksi."
Raut wajah Arya berubah menjadi sumringah. Segera ia terima ponsel tersebut. Semalam ia setuju untuk menyamar sebagai Elang di hadapan Arinda saja atas permintaan saudara kembarnya itu. Ia menyanggupinya karena tertarik pada Arinda. Ini pasti bakal menyenangkan, pikirnya.
"Lo manggil dia apa? Baby, Honey, Bunny, Sweety, Momy Poko."
Elang tertawa mendengar sebutan yang terakhir. Ada-ada saja memang saudara kembarnya itu. "Dia sih, pengen dipanggil 'Sayang' tapi gue belum siap jadi gue masih manggil dia Arinda aja. Ya udah, cepat terima telponnya!"
"Oke."
Arya menggeser tombol hijau di layar ponsel lalu menempelkan benda berwarna hitam itu di telinga. Sambil berjalan ke arah lemari ia mulai menyapa lawan bicaranya di seberang sana.
"Halo, Sayang."
"Kakak ... Kakak manggil aku apa barusan? Bisa diulangi, nggak?" Terdengar jelas nada bahagia dalam suara Arinda dan itu membuat Arya tersenyum.
"Sayang."
"Akhirnya Kakak manggil aku dengan sebutan itu. Aku senang, Kak."
"Kakak juga senang kalo kamu senang."
Di sana Arinda tertawa. "O iya, Kakak lagi ngapain? Udah sarapan belum?"
"Kakak mau pake baju."
"Owh! Berarti Kakak lagi ...." Arinda tak melanjutkan kalimatnya.
"Iya, emang. Nggak usah dibayangin, hahaha."
"Iiiih, Kakak. Kakak mulai nakal, ya."
"Nakal sama kamu doang, Sayang."
Arinda tertawa lagi, kemudian terdiam sejenak lalu, "Kakak."
"Ya?"
"Aku deg-degan, tiap Kakak panggil aku 'Sayang'."
Tangan Arya yang sedang memilih-milih kemeja di gantungan berhenti. Pengakuan Arinda barusan membuat hatinya menghangat dan seperti ada desiran lembut yang menggetarkan dada. Lalu akhirnya ia memilih untuk duduk di tepi ranjang, melanjutkan obrolan yang semakin menyenangkan tanpa mempedulikan Elang yang tengah memperhatikannya dari tadi.
Elang masih berada di sana, membuntuti Arya sambil berusaha mencuri dengar apa yang Arinda katakan di telepon. Entahlah, ini aneh, tapi ia merasa tak suka saat mendengar Arinda tertawa karena Arya. Ia seperti tak rela ada lelaki lain yang bisa membuat Arinda tertawa bahagia meskipun lelaki itu adalah saudara kembarnya sendiri.
"Ya udah, Kakak nggak panggil kamu 'Sayang' lagi. Khawatir kamu jantungan nanti, hehehe."
"Jangan dong, Kak."
"Becanda, Sayang."
"Tuh kan, deg-degan lagi. Hehehe."
Perasaan Arya jadi campur aduk antara senang bisa membuat Arinda tertawa bahagia tapi juga tak tega karena telah membohongi gadis itu. Dipanggil dengan sebutan 'Sayang' saja Arinda sudah sebahagia ini, apalagi jika Elang mengatakan cinta padanya. Mungkin Arinda akan tertawa dan tersenyum sepanjang waktu. Ah, kasihan sekali Arinda. Ia rela menyamar sebagai Elang selamanya agar gadis itu bisa terus bahagia seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERJERAT PESONA KAKAK
Romance(SUDAH TERBIT) "Kakak, I love you as a woman loves a man ...," ucap Arinda pada Elang