Jika saja Arinda tidak menyadari bahwa lelaki yang kemarin mengantarnya ke kampus adalah Arya, bukan Elang, maka malam ini akan menjadi malam indah baginya. Bagaimana tidak, acara makan malam ini begitu menyenangkan dan berkesan. Keluarga besar Elang menerimanya dengan sangat baik dan Elang memperlakukannya sangat manis di depan mereka. Namun sayang, semua itu seakan tak berarti saat tahu bahwa ia telah dibohongi.
Kini di atas tempat tidur Arinda berbaring sambil termenung. Di dalam kepalanya berkecamuk pikiran tentang Elang dan Arya. Bertanya-tanya mengapa duo kembar itu tega menipunya. Apa tujuan mereka melakukan itu semua? Ia sungguh tak mengerti. Meski begitu ia berpura-pura tidak mengetahui. Ia bersikap biasa saja tadi, seperti tak terjadi apa-apa hingga Elang mengantarkannya pulang.
Semula Arinda berpikir hanya Arya saja yang membohonginya tapi setelah dipikir ulang, ia dapat menyimpulkan bahwa mereka bersekongkol. Itu terdeteksi dari panggilan Elang kepadanya. Lelaki itu memanggilnya dengan sebutan 'Sayang'. Pasti Arya yang memberitahu. Juga ketika ia menelepon pagi itu, Elang menerimanya cukup lama dan itu membuat ia berasumsi bahwa Elang sedang mencari Arya.
Arinda sungguh tak menyangka mereka setega itu dan pertanyaan yang selalu terngiang-ngiang di kepalanya adalah apa tujuan mereka membohonginya? Ia sangat ingin tahu dan harus mencari tahu.
Salah satu boneka Arinda raih lalu membawanya ke dalam pelukan dan tak terasa tetes-tetes bening mulai berjatuhan membasahi pipi. Sakit lagi hatinya terasa sebab dibohongi oleh lelaki yang amat dicinta.
"Kakak," lirih Arinda bersuara di sela isak tangis. "Kenapa Kakak ngelakuin ini ke aku? Kenapa, Kak?" Lalu tetes-tetes air itu semakin menderas sementara kedua tangannya semakin erat atau lebih tepatnya mencengkeram boneka babi kecil berwarna pink.
Lama gadis berpiyama tidur dengan motif Keroppi itu menangis, menumpahkan segala kecewa yang terpendam di dalam dada. Ia meringkuk sendirian tanpa teman yang mampu menenangkan. Air mata terus mengalir seakan tak pernah surut, membasahi tak hanya pipi tapi juga bantal yang mengalasi kepalanya.
"Jahat."
Tangan Arinda meremas gemas boneka sementara geliginya bergemeletuk menahan amarah yang membuncah.
"Kakak jahat. Aa juga sama. Kalian jahat."
Boneka itu melayang di udara sebelum akhirnya jatuh ke lantai.
Arinda bangun, kedua tangannya mengusap kasar air mata yang membasahi sebagian wajah. Sudah waktunya ia berhenti menangisi dua lelaki jahat yang telah menipu, membuat malu dan menyakiti hatinya. Cukup sudah. Tak ada guna ia membuang air mata.
Arinda meraba bagian samping tempat tidur, mencari ponsel. Setelah dapat ia membuka menu galeri lalu membuka sebuah foto. Tadi di restoran ia dan keluarga Elang sempat berfoto sebelum pulang, juga secara terang-terangan ia mengambil gambar Elang dan Arya. Bukan tanpa tujuan ia mengambil gambar mereka. Itu ia jadikan untuk mencari perbedaan lain yang mungkin saja masih ada. Semakin banyak perbedaan fisik yang ia ketahui dari si kembar, semakin kecil peluangnya untuk tertipu.
"Hei, Ipin Upin!" bentak Arinda pada foto yang menampilkan Elang dan Arya sedang tersenyum ke arah kamera. Matanya nyalang menatap mereka berdua.
"Kalian ...," suaranya masih terdengar lantang. "Ganteng banget, sih," sambungnya dengan nada suara berbanding terbalik dari sebelumnya.
Dasar Arinda! Bukan marah, malah memuji mereka.
Tiba-tiba amarah dan kecewa yang tadi sempat menyelimuti diri Arinda perlahan mereda. Bukan karena ia terhipnotis oleh keindahan paras yang dimiliki oleh sepasang kembar berdarah campuran Betawi-Jawa-Belanda dan Tionghoa itu. Bukan, tapi sekali lagi ia mencoba untuk berpikir positif. Mungkin mereka bertukar identitas memang hanya iseng untuk mengerjainya dan tidak memiliki tujuan tertentu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERJERAT PESONA KAKAK
Romance(SUDAH TERBIT) "Kakak, I love you as a woman loves a man ...," ucap Arinda pada Elang