Jason mengembuskan napas panjang. Sekali lagi, ia mengecek baju zirah yang melekat di tubuhnya, kemudian berjalan ke luar gua. Sudah ada Percy, Annabeth, dan keempat Pevensie di sana. Menunggunya.
Edmund, yang di matanya sangat mirip dengan Nico, mengenakan baju zirah, sama sepertinya. Di pinggangnya tersampir sebuah pedang, dan ia menggenggam erat selembar perkamen usang. Seperti rencana, mereka akan melakukan perjanjian dengan Miraz.
"Kau siap, Ed?" tanya Jason.
Edmund mengangguk mantap, kendati ia terlihat gugup. Jason memberi isyarat pada salah satu minotaur, dan mereka berangkat.
Menurut pengamatan centaur pengintai, pasukan Telmarine mendirikan base camp di seberang sungai, mendirikan jembatan. Tidak butuh waktu lama sampai Jason dan Edmund tiba di base camp tersebut.
Salah satu penjaga melihat mereka, dan dengan tergesa ia masuk ke dalam tenda utama. Tak lama kemudian, ia kembali dan mengisyaratkan Edmund serta Jason untuk masuk.
Di dalam tenda, terdapat beberapa kursi yang diduduki para tetua di Telmarine. Di kursi utama, duduklah Miraz, tampak tenggelam di dalam balutan jubahnya yang tebal.
"Jadi," kata Miraz. "apa yang membawa kalian berdua ke sini?"
Edmund berdeham sejenak, kemudian membuka perkamen di tangannya. "Pesan dari Raja Peter, kepada Raja Miraz dari Telmarine," kata Edmund, sengaja menekankan kata raja. "Aku, sebagai penguasa tertinggi di Narnia, menawarkan sebuah kesepakatan. Demi menghindari pertumpahan darah, aku menantang Raja Miraz untuk berduel sampai mati. Pihak yang menang harus menghormati yang kalah, dan pihak yang kalah, harus mundur dan tidak membalas. Raja Peter, ksatria tertinggi Narnia."
Miraz tampak terdiam, bingung. Ia menatap panglimanya yang berdiri tepat di samping kursinya. Mereka saling berdebat dengan berbisik, kemudian Miraz mengangguk.
"Bagaimana? Kau terima tawaran kami?" tanya Edmund.
"Baiklah, pangeran,"
"Raja Edmund," sela Edmund, membuat Miraz mengangkat alisnya bingung. "yeah, aku tahu. Itu membingungkan. Tapi memang begitu adanya."
Jason terkekeh kecil. Konyol memang. Mana ada dua raja dan dua ratu di waktu dan kerajaan yang sama? Terlebih lagi, mereka bersaudara. Pertama kali ia mengetahui fakta tersebut, ia juga bingung. Untunglah Percy menjelaskan semuanya.
"Baiklah, Raja Edmund," dengus Miraz. "aku terima segala persyaratan yang raja tertinggimu itu katakan. Asalkan bangsamu tidak melanggar perjanjian yang dibuat rajanya sendiri."
Dengan setengah puas, Jason dan Edmund kembali ke meja batu. Begitu masuk ke dalam gua, ia langsung disuguhkan pemandangan dua orang yang berduel. Peter dan Percy.
Sementara itu, Annabeth, Caspian, dan Susan tengah berdebat. Tampaknya mereka tengah menyusun strategi. Lucy memerhatikan dengan duduk di meja batu, memutar-mutar pisau lemparnya di tangan. Jason dan Edmund memilih mendekati mereka ketimbang Percy.
"Hei, Chase," panggil Jason. "apa yang pacarmu tengah lakukan? Membuat Peter babak belur?"
Annabeth menolehkan wajahnya dengan gusar. Kesal lantaran diganggu, ia menjawab dengan sedikit menggeram. "Ia tengah melatih Pevensie untuk duel dan jika kau tidak bisa berhenti menggangguku, Grace," Annabeth membuat gerakan mengancam. "aku yang akan memastikan kau babak belur."
Jason menelan ludahnya gugup dan duduk di samping Caspian. Sesudah menghabiskan misi nan panjang bersama Annabeth, ia tetap saja merasa terintimidasi oleh tatapan tajamnya. Terutama dengan mata kelabu yang menyiratkan awan badai tersebut. Mengerikan.
Kendati ia bergabung di lingkaran Annabeth, matanya tak bisa berpaling dari duel Peter dan Percy. Tak dapat dipungkiri lagi, Percy adalah mentor yang baik. Ia sudah melihat Percy melatih para pekemah di perkemahan, namun tidak pernah seintens ini. Percy terus menyerang sambil meneriakkan instruksi dan saran. Hebatnya, Peter mengikutinya.
"Tangkis, Pevensie! Jangan biarkan gerakan lawan mengecohmu. Ingat, lawan selalu bergerak sebelum menyerang." samar-samar, Jason mendengar Percy berseru.
Duel mereka semakin sengit saja. Peter bukan lawan yang bisa diremehkan, ternyata. Padahal permainan pedang Percy disebut-sebut sebagai yang paling jitu selama dua ratus tahun terakhir.
Dan, akhirnya, Peter berhasil menjatuhkan pedang Percy. Dengan sedikit keberuntungan, kalau menurut Jason. Ia saja belum pernah mengalahkan permainan berpedang Percy dalam duel.
"Bagus, Pevensie," kata Percy. Ia bahkan tidak kelelahan. "kemajuan pesat. Kau bisa istirahat dulu."
Mereka berjalan mendekati Jason dan duduk di sebelahnya. Peter tampak kelelahan setengah mati. Peluh membanjir dari wajah dan lehernya. Sebaliknya, Percy tampak tidak berkeringat sama sekali.
"Kau mentor yang baik, mate," Jason menyenggol lengan Percy yang memegang Riptide.
"Yeah. Dia bahkan bisa menjatuhkan pedangku. Kau kalah dari newbie, Grace,"
"Apa maksudmu?!" seru Jason kesal. Percy tertawa keras, kemudian mengembalikan Riptide ke wujud pulpennya. Jason masih tak habis pikir, bagaimana cara kerja pena tersebut.
"Hei, kalian," sela Annabeth yang mendadak muncul. "kalian harus lihat ini. Pasukan Miraz datang,"
~#
A/N
Hai hai hai! Saya punya pertanyaan. Ada yang tahu isi surat Peter ke Miraz? Saya lupa sama sekali. Kalau ada yang tahu, harap tambahkan di comment, yah? Saya perbaiki lagi nanti.
Maaf pendek, ya. Itu saja, sih. Mercì!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince, The Royal and The Demigods
Fanfiction(A Percy Jackson and Narnia Crossover) (Sequel of Time and Space) Percy dan Annabeth kembali ke Narnia, menjalani petualangan baru. Bersama -sama mereka berusaha menyelamatkan Narnia sekaligus menyatukan dua bangsa yang bersitegang selama 1000 tahu...