Chapter III

1.9K 161 5
                                    

"Baiklah, kami akan menerimanya. Asalkan ia tidak memberontak, kami mau."

Percy mengembuskan napas lega. Setidaknya Bangsa Narnia mau menerima Caspian sebagai pemimpin mereka. Yah, setidaknya selama beberapa waktu ke depan.

"Kita akan membuat markas di meja batu. Bagaimana?" tawar Annabeth.

"Mm.. Maafkan aku, My Liege," sebuah suara mencicit terdengar dan dari semak keluarlah seekor tikus mungil. "tapi bukankah meja batu sudah terkubur reruntuhan?"

"Jangan lancang, Rephicheep!" seru Nikabrik marah. "Meja batu ada di bawah tanah dan baik-baik saja."

"Bisa kau bawa kami ke sana?" minta Percy.

Salah satu centaur membunguk dan berjalan. Mereka mengikuti centaur tersebut, menyusuri hutan lebih dalam.

Percy berjalan dengan menggandeng tangan Annabeth. Sementara itu, Jason mengadakan banyak perbincangan dengan Caspian, seperti bagaimana kehidupan demigod, atau bagaimana rasanya menjadi pangeran, dan sebagainya. Dengan cepat mereka menjadi akrab.

Menurut sang centaur, mereka sudah setengah perjalanan ketika matahari mulai tenggelam.

"Sebaiknya kita beristirahat sebentar," perintah Percy.

"Tapi dengan begitu kita akan semakin lama tiba di sana," protes Nikabrik.

"Percy benar. Ini sudah larut. Perjalanan kita akan semakin terhambat kalau kita lelah." timpal Annabeth.

Jason mengangguk, sementara Caspian berujar, "Kita bisa beristirahat dan berjaga bergiliran,"

Dengan sedikit enggan, Nikabrik mengangguk. "Baiklah. Aku tahu tempat yang cukup aman di dekat sini."

Nikabrik memimpin jalan sekitar 200 meter ke depan. Ternyata perkataan Nikabrik benar. Tempat tersebut berupa dua batang pohon super rindang yang tampaknya sudah tua. Dua pohon tersebut tertutupi semak-semak lebat, sehingga siapapun yang lewat tidak akan dengan mudah melihat mereka.

"Bagus. Kita istirahat di sini. Aku jaga pertama." kata Percy.

"Aku akan menemanimu," kata Annabeth.

"Mohon maaf, tetapi kalian sebaiknya tidur saja. Biar kami yang berjaga."

Percy menggeleng. "Tidak. Aku butuh kalian fit besok pagi. Aku akan bangunkan tiga dari kalian tengah malam."

Percy duduk di akar tanaman, dan Annabeth duduk di sebelahnya. Annabeth menatap wajah pacarnya itu. Wajah Percy tampak gelisah, mata hijau lautnya berpendar lebih redup dari biasanya. Annnabeth tahu sebabnya. Pasti Percy takut semuanya tidak berjalan lancar. Begitu banyak beban yang ditanggungnya.

Annabeth menyentuh wajah Percy dengan lembut. "Jangan tegang begitu,  seaweed brain,"

Percy menoleh. "Siapa yang tegang?"

"Kau," Annabeth menunjuk wajah Percy. "banyak keriputnya,"

Percy mendengus. "Apa-apaan?!"

Ananbeth tertawa. Cukup memuaskan bisa menggoda Percy lagi. Percy yang sekarang begitu serius, kurang humor dalam hidupnya. Dulu Annabeth yang begitu, dan Percy akan melontarkan guyonan tidak bermutunya, yang sukses membuat mood Annabeth meningkat. Sekarang giliran Ananbeth.

"Kau tahu, aku rasa kita tidak seperti dulu lagi," Annabeth memainkan rambut Percy.

Percy mengernyit. "Maksudmu?"

"Kau jauh lebih serius, sok mengambil alih keadaan, dan jadi tidak pedulian."

Percy tertawa. "Benarkah? Ayolah wise girl, aku sudah delapan belas tahun. Aku bukan anak kecil lagi,"

Annabeth memukul bahu Percy. "Sok dewasa,"

"Bilang saja kau kangen padaku, kan?" goda Percy. Ia merangkul tubuh Annabeth. "Tenang saja, wise girl, aku tidak akan berubah begitu saja. Menurutku malah kau yang berubah."

Annabeth memukul Percy lagi, kali ini dengan tawa keras. Annabeth tertawa begitu banyak sampai ia yakin ia belum pernah tertawa sebanyak ini.

Sebuah dehaman membuat mereka terlonjak menjauh. "Kalian itu, di mana-mana selalu mengganggu ketenangan orang."

"Diamlah, Grace." gerutu Annabeth. Wajahnya memerah.

"Bilang saja kau iri karena tidak ada Piper di sini," ledek Percy.

Jason duduk di samping Percy dengan ekspresi masam. "Diamlah, Jackson."

Percy tertawa keras. "Kau tidak pernah punya waktu berduaan dengan Piper, kan? Makannya, jangan sok sibuk. Ambillah waktu bersantai seperti kami,"

"Aku sibuk itu karena kalian! Sejak kalian pindah, aku harus mengurus perkemahan, menjadi mentor. Huh. Merepotkan,"

"Lebih baik dibanding menjadi praetor, bukan?"

"Kalau itu tidak perlu ditanya."

Percy dan Annabeth lagi-lagi tertawa. Mereka bertiga, bisa berkumpul lagi, cukup menyenangkan. Jujur saja, Percy bersyukur ada Jason di sini. Setidaknya ada yang membantunya mengatur pasukan.

"Oh ya, Grace. Tahun depan kau delapan belas tahun. Apa kau mau kuliah?"

Jason berpikir sejenak dan mengangkat bahunya. "Entahlah. Jujur saja, aku kan tidak pernah bersekolah di sekolah manusia fana. Dan kupikir aku tidak berminat,"

Annabeth melotot mendengarnya. "Pendidikan itu penting. Lagipula kalau kau tetap di Perkemahan Blasteran, kau akan terus menerima misi. Mungkin ramalan besar selanjutnya."

"Aku belum berpikir sampai ke sana. Aku akan mendiskusikannya dulu dengan Piper. Lagipula urusan dewi minor belum selesai. Aku masih harus bolak balik dua perkemahan,"

Percy mengangkat bahu. Jawaban Jason kurang masuk akal baginya. Namun, ia bisa paham. Jason ingin bertanggung jawab.

Maka semalam suntuk mereka habiskan dengan mengobrol, tertawa, sampai tanpa dirasa Apollo mulai mengendarai mobilnya.

~#

The Prince, The Royal and The DemigodsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang