Percy memejamkan mata. Rasanya sinar matahari menusuk matanya. Ia mendengar seruan kaget. Perlahan, ia membuka matanya dan mendapati ia, Jason, dan Annabeth ada di tengah-tengah paviliun. Dengan catatan, mereka masih mengenakan pakaian yang sama seperti di penobatan Caspian.
"Whoa!" seru Leo dari meja Hephaestus. "Kalian muncul dari mana? Dan kalian pakai apa? Demi Hera yang agung, kenapa kalian sering sekali muncul tiba-tiba begitu?"
Percy bertukar pandang bingung dengan Annabeth. Kenapa pakaian mereka tidak berubah? Terakhir kali, pakaian mereka langsung berubah seperti sedia kala begitu sampai.
Chiron maju, membuat semuanya terdiam. "Bisakah kalian jelaskan?"
Tidak ada yang menjawab. Percy juga bingung. Bagaimana menjelaskannya. Terlalu rumit. Dan irasional. Ia menatap ke meja Poseidon yang kosong. Ada keinginan kuat untuk melangkah ke sana. Dan detik berikutnya, ia sudah duduk di sana.
Annabeth menoleh dengan kaget. "Percy! Bagaimana--" kemudian Annabeth tampak berpikir, dan tersenyum. "Ah, tampaknya ini yang dimaksud Poseidon,"
Percy mengernyit. Dimaksud ayahnya? Yang mana? Kekuatan baru, maksudnya? Tapi apa? Ia hanya berpikir untuk pergi ke mejanya, dan mendadak ia sudah ada di sana.
Ia mencoba lagi. Ia membayangkan dirinya ada di tengah paviliun, dan detik berikutnya ia sudah ada di sana.
"Bung, kau baru saja berubah menjadi uap air dan, bum!" kata Leo antusias. "Mendadak kau sudah ada di sana!"Percy melongo. Apa katanya tadi? Ia baru berubah menjadi uap air? Bukankah itu kekuatan yang hanya dimiliki Poseidon?
"Seperti perjalanan bayangan," kata Nico, "bedanya, kau melebur menjadi uap air."
Annabeth menatapnya dengan antusias, seakan Percy merupakan bahan percobaan menarik yang baru ia temukan. "Inilah kemampuan baru yang disinggung Poseidon!"
"Baiklah, semuanya!" seru Chiron. "Cukup diskusinya. Saatnya api unggun"
Chiron memimpin pekemah menuju api unggun. Pekemah Apollo mulai menyanyi, membuat api semakin besar.
Percy menggamit tangan Annabeth. "Ini pengalaman yang tidak terkira,"
Annabeth tersenyum. "Yeah. Selepas semua kesulitan yang terjadi, itu benar-benar pengalaman yang mengesankan."
Percy terdiam, menikmati suasana malam itu. Api unggun berwarna jingga cerah, menunjukkan antusiasme semuanya. Musim panas sudah setengah jalan. Yang enak-enak baru akan dimulai. Tidak ada perang, misi, ramalan, atau dewa yang meledak-ledak.
"Kurasa selanjutnya kita jangan kembali ke sini," gurau Percy, "setiap kita kembali dari Roma Baru, selalu ada misi,"
Annabeth tertawa. "Kau masih bertugas sebagai guru di sini, tahu,"
Percy ikut tertawa. Selepas semua tekanan beberapa waktu berselang, mungkin ini saatnya ia pensiun. Mungkin ia harus menyerahkannya pada demigod generasi baru, dan menghabiskan waktu nan tentram dengan Annabeth.
"Kau mau ke mana setelah kita lulus?" tanya Annabeth.
"Entahlah," aku Percy, "kita lihat saja situasinya. Kurasa Perkemahan Jupiter bagus, tapi dunia fana bagus juga, kan?"
Annabeth mengangkat bahunya. Ia merapatkan diri ke arah Percy, dan menyandarkan diri ke lengannya. Tubuh Percy terasa hangat. Nyaman, seperti biasa.
"Kita jalani saja," kata Annabeth.
Annabeth memejamkan matanya, menikmati suasana malam itu. Semuanya kembali seperti semula. Perkemahan musim panas yang biasa.
Annabeth merasakan genggaman tangan Percy menguat. Kemudian ia merasa tubuhnya dipampatkan dan melayang. Saat sensasi tersebut hilang, ia merasakan angin menerpa wajahnya.
Annabeth membuka mata, dan melongo. Ia berdiri di pesisir Long Island, dengan Percy di sebelahnya. Percy menatap cakrawala, senyum tipis terukir di wajahnya.
"Hei, seaweed brain," kata Annabeth, "kau membawaku ke sini?"
Percy menoleh. Senyumnya mengembang. "Yeah. Aku ingin mencoba sebuah trik. Aku juga ingin privasi,"
Annabeth tertawa pelan. Kalau boleh jujur, ia juga ingin menghabiskan waktu dengan Percy. Berdua saja. Tanpa pekemah yang penasaran setengah mati, satir yang hobi teriak-teriak, atau apapun yang mengganggu.
"Melankolis sekali," kata Annabeth diselingi kekeh pelan.
Percy tersenyum. Ia menarik Annabeth dan menciumnya. Annabeth memejamkan matanya. Andai dunia berakhir, ia ingin selamanya di samping Percy.
Annabeth melepaskan diri, dan tersenyum. Di tengah cahaya bulan, wajah Percy tampak bersinar. Rambutnya acak-acakan seperti biasa. Matanya hijau pirus, berkilat menentramkan.
Annabeth memeluk Percy dan berbisik, "I love you, seaweed brain. Always."
~The End~
A/N
Selesai! Bagaimana pendapat kalian tentang cerita ini? Menarik kah? Membosankan? Bagaimana kekuatan baru Percy? Kerenkah?
Mungkin alurnya terlalu cepat. Yah, memang tipikal cerita saya itu beralur cepat. Jadi, semoga kalian menikmati karya saya selama ini. Maaf kalau tidak sesuai ekspetasi, dan sebagainya.
Saya sudah pikir-pikir. Cerita ini berakhir sampai di sini. Tidak ada sekuel lagi. Maaf bagi yang sudah mengharapkan sekuel ketiga. Tapi saya tidak begitu paham cerita Narnia yang ketiga.
Saya ada niatan membuat cerita baru, mungkin fantasi. Tapi belum tahu kapan dilaksanakan. Yah, singkat kata, terima kasih telah membaca cerita ini dari awal, yang sudah memberi support. Itu saja sih. Semoga kalian menikmati karya saya selama ini.
Keep vote+comment, muchas gracias!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince, The Royal and The Demigods
Fiksi Penggemar(A Percy Jackson and Narnia Crossover) (Sequel of Time and Space) Percy dan Annabeth kembali ke Narnia, menjalani petualangan baru. Bersama -sama mereka berusaha menyelamatkan Narnia sekaligus menyatukan dua bangsa yang bersitegang selama 1000 tahu...