'Percuma lo kembali dan mencoba mengulang segalanya dari awal. Kalau, pada akhirnya kita berdua sudah tahu bagaimana akhirnya'
- Aidan Surya Wirata-
*****
Bagi Aidan kesempatan kedua itu adalah sebuah mitos bagi dirinya. Pendiriannya dari dulu tetaplah sama, yang sudah pergi biarlah pergi, dan sekalipun ia kembali itu semua tidak akan sama lagi.
Pemikiran Aidan cukup simpel. Sesimpel hubungannya dengan Kaelyn yang berakhir hanya dengan kalimat 'lo dan gue beda, dan perbedaan itu sekarang sudah menjadi nyata. Gue juga baru sadar kalo sebaiknya kita berpisah dari dulu'.
Miris? mungkin itu kata yang tepat. Hubungan yang ia jalin selama enam bulan lebih seminggu dengan gadis keturanan Belanda-Indonesia itu berakhir dengan begitu mudah.
Mungkin, Kaelyn lupa atau sengaja mengubur dalam dalam semua hal yang pernah ia lakukan bersama Aidan. Perjalanan cintanya, yang penuh dengan kata kata relationship goals.
Bahkan, Aidan pun sudah hafal betul dengan likak likuk tubuh Kaelyn. Percintaan panasnya pada saat semuanya berada dititik tertinggi. Hingga, dosa terbesar yang ia pernah lakukan bersama Kaelyn.
Aidan terlihat tak bersemangat. Raut wajahnya mengartikan segala isi hatinya. Kesal, marah benci bahkan rindu dalam waktu bersamaan. Mungkin, Aidan dengan sekuat tenaga berusaha menjauhi dan melupakan Kaelyn.
Gadis pertamanya. Ciuman pertamanya. Bahkan.. astaga sepertinya Aidan harus segera bertobat. Bayang bayang gadis itu terus menghantuinya. Tak peduli sekuat apa Aidan berusaha, tapi jauh di lubuk hatinya ia masih ingin meniti hubungannya dengan Kaelyn.
Walaupun ia tahu saat ini ia berusaha untuk membenci gadis yang 'dulu' sangat ia sayangi.
Lamunan Aidan pecah, saat waiters memberikan pesanannya.
Secangkir kopi hitam hangat.
Cowok itu tersenyum menerima pesanannya, lalu berjalan menuju ke meja yang berada didekat jendela. Tempat strategis yang sangat cocok untuk mengambarkan keadaan hatinya saat ini.
Perlahan Aidan menyesap kopi hitamnya, ditemani dengan rintikan hujan serta bau petrichor yang langsung menusuk indra penciumannya. Sekelebat bayangan pun kembali berputar putar diotaknya.
Pertemuan pertama kalinya dengan gadis belasteran Belanda-Indonesia itu, cara gadis itu tertawa dan tersenyum, bahkan caranya yang mampu membuat pria sedingin Aidan berubah menjadi hangat saat bersamanya.
Aidan menertawakan dirinya sendiri. Menertawakan kebodohannya, karena selama ini ia baru sadar. Sadar, Kalau ternyata gadis yang ia cintai dengan setulus hati hanya mencintainya dengan seadanya. Gadis yang ia jadikan prioritas, hanya menjadikannya urutan terbawah dalam priotitasnya.
Dan, yang paling menyakitkan adalah hubungan seorang Kaelyn Natasha dengan seorang pria kaya asal Belanda yang berbeda delapan tahun diatasnya. Membuat mata Aidan terbuka lebar kalau selama ini ia hanya dijadikan 'mainan'.
"A..Aidan?"
"Aidan?" suara halus nan lembut itu kembali terdengar.
Aidan lantas menoleh. Mendapati sosok yang sedari tadi ia khayalkan dan ia rindukan.
"Mau lo apa?!" tanya Aidan ketus.
Cewek berambut panjang dengan warna rambut yag sengaja ia warnai dengan warna coklat gelap itu tersenyum. Senyum yang sama, namun nampak menjijikkan bagi Aidan.
Cewek itu lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Entah, apa yang jelas berukuran sebesar buku tulis dengan warna salem serta motif bunga kesukaannya.
"Nih" cewek itu memberikannya kepada Aidan, membuat mata Aidan dibuat sedikit terbelalak.
Kaelyn Natasha
&
Axel Dhigra"Lo tunangan?" tanya Aidan dengan sebisa mungkin menahan kekagetan sekaligus sakit di ulu hatinya.
Cewek itu mengganguk. Anggukan yang pasti, namun sarat akan senyum dan rasa bahagia yang tidak bisa cewek itu sembunyikan. Pipinya pun mulai bersemu merah. Mengingatkan Davino kalau cewek dihadapannya ini juga pernah ia bahagiakan.
"Gue harap lo dateng" ujarnya sembari mengulum senyum,"Maaf atas semuanya, Dan" nada suaranya kini berubah sedikit merendah, bahkan bisa dibilang lirih.
Aidan hanya mengganguk dengan pelan,"Gue usahain dateng" gumamnya pelan bahkan hampir tidak bisa didengar.
Cewek dihadapannya diam, lalu beranjak dan pergi. Mungkin kali ini bukan hanya pergi meninggalkan Aidan sendirian. Melainkan benar benar pergi meninggalkan hati dan sebagian tubuhnya yang masih menginginkan gadis itu.
****
Setelah kepergian Kaelyn tiga puluh menit lalu Aidan masih berdiam diri ditempatnya. Matanya masih menatap kosong ke arah luar begitu juga dengan hatinya yang perlahan namun pasti teriris dan terasa perih.
Kedua tangan Aidan pun masih sama. Masih memegang undangan berukuran sebesar buku tulis dengan warna salem lengkap dengan motif bunga bunga kesukaan cewek itu.
Aidan tersenyum kecut.
Matanya terpejam, ia bisa merasakan jutaan belati yang menusuk nusuk ulu hatinya. Perih dan sakit, rasanya Aidan ingin berteriak dan segera menghabisi pria kaya asal Belanda itu. Bahkan, ralat ia rasanya ingin meneriaki dirinya sendiri yang sudah terlalu jatuh, dalam lubang bernama perasaan.
Cewek buruk rupa is calling..
Mata Aidan langsung terarah kearah ponselnya. Kala ponsel itu berdering dan id caller tertampang di layar ponselnya. Aidan menggeser tombol hijau lalu mengangakat ponselnya.
"Halo?" tanya si cewek buruk rupa alias Inara dari seberang sana.
"Hmm" seperti biasa Aidan selalu menjawab dengan singkat.
"Lo dimana?"
"Penting gue ngasih tau?"
"Jelaslah, gue kan sebagai yfg lo"
"yfg?"
"Your future girlfriend"
Tit..
Aidan mematikan sambungan telepon. Sudah cukup harinya terasa kacau, jangan sampai cewek itu menambah keriwuten dan kekesalan dari Aidan hari ini.
Cause, the day is the perfect broken heart batin Aidan
**
KAMU SEDANG MEMBACA
AIDAN
Teen Fiction" karena ngeliat lo dari kejauhan itu ga enak ". Inara Resty Pramesty. Cewek berumur enam belas tahun yang sudah hampir setahun menjadi secret admirer. Tujuannya hanya satu melihat Aidan walau hanya dari jauh. Semuanya kelihatan mustahil. Aidan yang...