Vote sebelum membaca 😘
.
.
Waktu adalah pencuri. Itulah kalimat yang selama ini Sophia percayai. Waktu mencuri segalanya, termasuk orang yang ia cintai dan sayangi. Waktu itu penjahat, tapi mengapa semua orang membutuhkan penjahat itu.
Siapa pun akan melakukan segalanya demi memiliki waktu yang banyak bersama orang yang kita sayang. Namun apalah daya, dia hanya seorang remaja yang belum sepenuhnya siap melawan kerasnya dunia. Tak seperti dulu, kini ia harus bekerja banting tulang demi mengulur waktu agar bisa bersama orang yang ia sayangi.
Dulu apa pun yang ia inginkan pasti akan selalu terpenuhi, sebelum kejadian itu merengut nyawa kedua orang tuanya. Sebelum waktu merampas kebahagiaanya dan Tuhan memberinya jalan pahit. Waktu yang bersalah dan Tuhan tidak adil.
"Berhentilah menghabiskan uangmu untukku Sophia, waktu nenek takkan lama," ujar seorang wanita tua renta yang terbaring lemah dengan selang infus yang menempel ditangan dan hidungnya. Wanita tua itu mengelus tangan cucunya dengan sayang sambil tersenyum kecil.
Sophia menggelengkan kepalanya tidak setuju, matanya berkaca-kaca saat neneknya memulai percakapan ini. Dengan sekuat tenaga ia menahan air mata yang akan tumpah.
"Kau lebih penting dari segalanya Nek!" ucap Sophia sedikit membentak.
"Bukankah kau ingin kuliah?"
Sophia terdiam mendengar perkataan neneknya, munafik jika ia bilang tidak ingin. Masuk Universitas adalah salah satu mimpi indah yang dimilikinya. Namun waktu dan Tuhan seakan berencana tidak memberinya izin.
Sophia menggeleng kepalanya pelan, ia tak tahu harus menjawab apa, Martina menghembuskan napasnya berat melihat cucunya yang rela bekerja siang malam demi mengobati penyakit yang dideritanya. Jika Tuhan memberinya pilihan maka ia rela mati agar cucunya bahagia.
TOK
TOK
"Maaf mengganggu, bisa ikut saya, Nona Sophia?" tanya seorang suster di ambang pintu.
Sophia melihat ke belakang lalu mengangguk lemah, ia mencium kening Martina sebelum pergi mengikuti suster yang memiliki perawakan gemuk dan kulit sawo matang. Keduanya berjalan melewati lorong rumah sakit, hati Sophia tak karuan saat ia tahu ke mana suster itu membawanya.
"Silakan ...." Suster itu membukakan pintu berwarna cokelat setelah mempersilahkan Sophia masuk.
Sophia melangkahkan kakinya pelan, matanya menangkap seorang pria berkacamata yang mengisyaratkannya untuk duduk. Detak jantungnya seakan tidak beraturan, bukan karena jatuh cinta melainkan karena kalimat yang keluar dari bibir dokter itu selalu membahagiakan atau menyakiti perasaanya.
"Penyakit nenekmu semakin parah Sophie." Sophia menghela napas dan menundukan kepalanya. Dokter Allarick memperlihatkan hasil rontgen kepada Sophia.
"Kanker hati yang bersarang di tubuh nenekmu sudah memasuki stadium lanjutan. Pada stadium atau tahapan ke tiga ini, sel kanker yang terdiri dari satu sel atau lebih, muncul pada bagian lobus hati dengan ukuran yang lebih besar dari 2 cm. Pada stadium tiga, kemungkinan kanker dapat menginfeksi kelenjar getah bening yang berada berdekatan dengan hati. Selain itu, pembuluh darah yang berada di sekitar hati memiliki potensi untuk terpengaruh sel kanker. Kita harus segera melakukan tindakan lebih lanjut Sophie."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh Baby [DITERBITKAN]
Romance#First_story_of_D'allesandro_klan "Kita harus bermimpi, namun tidak untuk hidup dalam mimpi" Sophia Alberta (18th) bekerja banting tulang untuk mencukupi kehidupannya semenjak ayah dan ibunya me...