0.8

18.2K 1.3K 94
                                    

Keringat bercucuran
sedari tadi terabaikan
oleh Jungkook.

Yang mengambil alih
tubuhnya saat ini hanya
lah emosinya semata.

Bagaimana tidak? Hoseok
dengan seenaknya meng-
ambil sample yang Jungkook
cari satu bulan penuh
dengan susah payah.

Mereka berhenti tepat di
depan rumah keluarga Jung.
Ya, Hoseok akan menyesali
semua perbuatannya kali ini.

Mengerti apa yang diingin
kan tuannya, para bodyguard bertubuh besar itu pun
mengangguk seraya mem-
buka kasar pintu bercat
coklat gelap itu.

Jeritan pun sampai pada
telinga Jungkook, membuat
jiwa kesetanan Jungkook
semakin bangkit tertawa
puas dengan apa yang
didengarnya baru saja.

"Kau akan mati ditanganku Jung"

.

.

.

"Eoh, kau sudah pulang?"

Tanya Jimin seraya melempar
kan tubuh mungilnya ke
dalam dekapan Jungkook.

Namun indera penciuman
nya menangkap sesuatu
yang janggal, seperti bau
darah mungkin?

"K-kau darimana kookie?"

Jungkook yang melihat
ekspresi ketakutan Jimin
segera membawanya ke
dalam dekapan hangat.

Dia takut, terlalu takut
jika jiminnya menjauh saat
tahu kelakuan bejatnya
yang lebih dari sekedar
boss mafia.

Ponsel jungkook bergetar,
tanda bahwa ada pesan
masuk.

Tertulis disana berita
kematian satu keluarga
Jung yang menyebar
luas sejak kepulangan
nya tadi dari rumah
Hoseok.

Matanya pun menatap
tajam ke arah Jimin, menarik
nya agar mendekat kembali
lalu mengelus surainya
lembut.

"Tak akan ada lagi yang me- nggangumu sayang"

Jimin yang mendengar
itu hanya menatap Jungkook
takut - takut. Dia merasa
ada yang tidak beres dengan
Jungkook.

Mata mungilnya tak
sengaja melihat ke arah
televisi dan terpampang
lah berita kematian
keluarga Hoseok.

"I-itu Hoseok?"

Jari mungil Jimin menunjuk
takut - takut ke arah televisi itu.

Yang dijawab anggukan
kepala oleh Jungkook,
terlihat begitu santai
seakan tidak terjadi
apa - apa.

"Aku sudah menyingkirkan
nya, bagaimana kalau sekarang
kau ikut aku menyingkirkan
Vernon?"

.

.

.

"Permisi, pesanan anda tuan"

Vernon yang sedang serius memainkan game diponsel
nya hanya memberikan
uang tip pada pelayan
hotel itu.

Membuat pelayan itu
segera pergi dari sana
karena merasa tak
memiliki urusan lagi.

Suasana begitu sunyi,
hingga seorang wanita
bertubuh mungil dengan
name tag 'Jeonghan'
memasuki kamarnya
dengan rintihan yang
mendampinginya.

"K-kau?!"

Vernon terkejut saat
melihat mainan barunya
dalam keadaan perut
yang membuncit.

"Brengsek kau Vernon! Aku
hamil anakmu dan kau kabur
begitu saja?!"

Vernon yang mendengar
itu segera mendorong
Jeonghan agar menjauh
darinya.

Dia tidak akan pernah
menaruh hatinya pada
jalang murahan seperti
Jeonghan.

Ayolah, bukan ini yang
Vernon harapkan. Ia
hanya ingin Jimin yang
mengandung anaknya!

Jeonghan yang melihat
Vernon mengambil ancang -
ancang untuk kabur hanya
tersenyum meremehkan.

"Owow kau terlalu terburu -
buru Vernon,"

Mata Vernon membulat
terkejut saat melihat
Jungkook berada didepan
nya menodongkan sebuah
pistol dengan pelatuk
yang sudah bersiap
untuk dilepaskan ke
arahnya.

"Bagaimana k-kau bisa?"

"Tentu bisa, karena Jeonghan
teman masa kecilnya Jimin.
Haha,"

Vernon dijebak, bahkan
saat ini tak ada satu pun
orang dihotel itu yang
melintas disekitar mereka.

Apa ia harus menelepon polisi?

Oh tidak, nyawanya akan
tercabut lebih cepat jika itu
terjadi.

Vernon yang tak berfikir
jauh pun segera menendang
tulang kering Jungkook
dengan tujuan agar terbebas
darinya.

Namun keterkejutan
Jungkook membuat jari -
jarinya menarik pelatuk
itu dengan mudah hingga
menembus kepala Vernon.

"Otakmu itu terbuat dari
apa eoh? Seharusnya kau
belajar yang rajin saat
masih kecil dulu"

Ucap Jungkook meremeh
kan seraya menarik tangan
mungil Jimin dan menyuruh
orang suruhannya agar
membuang mayat Vernon.

Jimin? Ya, sedari tadi ia menyembunyikan tubuh
mungilnya dibalik tubuh
kekar Jungkook.

Dia terlalu takut untuk
menyaksikan semuanya.

"Kau masih takut hm?"

Tanya Jungkook seraya
mengelus pipi gembul
Jimin lembut.

Jimin yang mendengar
itu hanya mengabaikan
nya seraya membuang
muka ke arah jalanan.

"Ayolah manis, kau termasuk beruntung dapat melihat wajah
ku sedekat ini"

Jimin yang dibuat semakin
kesal karena ucapan
Jungkook pun berdiri lalu
menendang tulang kering
Jungkook yang baru saja
ditendang oleh Vernon.

Apa Jungkook marah?

Tentu saja tidak, bahkan
saat ini dia hanya memekik
tertahan seraya mengangkat
tubuh mungil Jimin agar
terduduk dipangkuannya.

"Kau tetap manis sekali pun
kau seperti ini"

Jimin menatap Jungkook
dengan tatapan tajamnya
yang justru terlihat meng-
gemaskan dimata Jungkook.

Sebuah kotak pink dengan
bandul kue mochi Jungkook
perlihatkan pada Jimin.

"Aku ingin menyetubuhi
mu setiap harinya sayang, mau
kah kau menikah denganku?"

Rasanya Jimin ingin
memukul otak mesum
Jungkook dengan sepatu
nya sekarang juga.

"Kau ini!!"

Namun rona merah tak
dapat disamarkan oleh
nya sekali pun ia sedang
dalam acara marah
pada Jungkook.

Jimin hanya dapat meng-
angguk seraya menjulurkan
jari - jari mungilnya pada
Jungkook meminta pada
nya agar memasangkannya.

Dengan senang hati Jungkook memasangkan itu.

Mereka berdua saling
berpandang - pandangan
begitu lama dengan
senyum yang mengiri.

Hingga,

"Mmhh,"

"Jangan membuatku menegang baby"

"Kau yang kurang ajar
menusuk - nusuk lubangku
seenaknya!"

Jungkook membulatkan
matanya, apakah Jimin
tak ingat bila mereka
saat ini sedang berada
ditaman?

Oh apakah mereka akan
bersetubuh ditaman lagi?

Tidak.

Karena,

"Arghhhh!!"

Jimin meninju adik kecil
kebanggaan Jungkook.

°
°
°

End.

PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang