0.5

15.8K 1.5K 49
                                    

Sinar rembulan yang
indah seakan merengkuh
Jungkook agar tak berpaling
darinya.

Itulah kebiasaan Jungkook
sejak kecil, baginya tak
ada yang lebih indah selain
sinar rembulan.

Ya, mungkin itu dulu.

Sebuah tangan mungil
yang mungkin terlihat
sangat rapuh melingkari
pinggangnya.

Ck, rapuh. Bahkan ia
lebih rapuh dari laki - laki
manis itu.

Mencoba memaksakan
senyumannya, Jungkook
membalikkan tubuhnya
menghadap ke arah Jimin.

"Bahkan sekarang aku berfikir
bahwa kau lebih indah dari
sinar itu"

Jimin yang mendengar
itu hanya dapat memerah
seperti kepiting rebus di
tempatnya tanpa bisa mem—
balas satu patah kata pun
dari Jungkook.

Jungkook selalu dapat
membuatnya memerah
walau hanya dengan per—
kataan manis yang selalu
di ucapkan orang - orang
dulu padanya.

"Kau selalu sibuk! Aku benci
sendirian! Ugh,"

Bahkan di suasana
seperti ini Jimin masih
bisa menggembungkan
pipinya lucu sebagai tanda
ia marah pada Jungkook.

Benar - benar manis.

"Baiklah, aku akan bersama
mu saat barang - barang import
ku sudah sampai di depan mataku"

Jimin tak ingin mendengar
nya. Karena ia tahu akan
selalu berakhir seperti itu,
namun ia beruntung memiliki
orang seperti Jungkook disisinya.

Entah sejak kapan ia
mulai menerima semua
perlakuan Jungkook padanya.

Drtt..drttt...

Jimin pun segera kehilangan kehangatan dari tangan
Jungkook saat benda persegi
sialan itu berbunyi.

"Aku tahu, jadi kau ingin yang
seperti apa?"

"---"

"Aku akan segera kesana"

Senyum manis itu pun
luntur seketika dari wajah
Jimin, bergantikan dengan
senyum kecutnya.

Yang menggambarkan
kenyataannya yang tak
bisa egois untuk mengurung
Jungkook dalam kurungan
nya agar selalu bisa bersama
nya.

"Hei manis, aku akan pergi
sebentar. Mungkin sekitar dua
jam lagi aku akan kembali, dan
kau harus meminta Hoseok menemanimu saat kau ingin
pergi keluar."

Jimin yang mendengar
itu segera meninggalkan
Jungkook di tempatnya tanpa mengucapkan sepatah
kata pun.

Dia kecewa saat ini,
baru saja Jungkook pulang
setelah dua minggu lama
nya ia berkutik dengan
barang - barang illegal
nya yang menurut Jimin
sangat memuakkan itu.

Dan sekarang dia harus
menerima kenyataan
bahwa dirinya tak lebih
penting dari semua barang -
barang sialan itu.

.

.

.

Jimin pov

Semua mata mengarah
padaku, menatapku dalam -
dalam seakan ingin menelan
ku.

Namun kuabaikan semua
tatapan aneh itu seperti
angin yang berlalu.

Huft~ malam ini cuaca
sangat dingin, berbeda
dari malam sebelumnya.

Tentu saja, karena ini
malam pertama turunnya
salju.

Hal yang selalu ampuh
membuatku rela membuka
mataku semalaman demi
menyaksikan indahnya
kepingan salju.

PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang