Blue sky

2.6K 341 47
                                    

Naruto membebankan berat badannya pada pagar pembatas saat menyaksikan drama percintaan Sasuke dan Hinata dari lantai 2 tempat kafetaria berada. Ia menyunggingkan senyuman kemenangannya saat melihat Sasuke kesusahan membujuk Hinata, gadis itu berkali-kali mengelak saat Sasuke menangkap tangannya. Menarik sekali.

"Masih ingat apa yang dikatakan Hinata tadi?" Tanya Ino yang juga menyaksikan objek yang sama dengannya. Ia membalas kerlingan sahabatnya tak kalah pogah.

Naruto mulai memainkan dramanya. Buru-buru menghampiri Sai dan belaga dirinya adalah Hinata "Dua tahun terlewat Sasuke-kun, tapi kau tak mengatakan kepadaku apa kesukaanmu? Aku seperti dikhianati!" Katanya sambil meniru ekspresi Hinata beberapa waktu yang lalu. Ia mengandai Sai adalah Sasuke.

"Kau jahat Sasuke-kun, jahat!" Tandasnya terakhir kali sebelum ia pura-pura pergi. Ino tertawa terbahak dengan keras. Ekspresi Naruto yang dilebih-lebihkan juga, dan kalimat tambahannya itu benar-benar lucu.

Seseorang harus mengatakannya kepada Naruto kalau dia aktris yang buruk.

"Tunggu Hinata! Aku bisa jelaskan kepadamu!" Naruto meniru kalimat Sasuke dengan dahi yang melipat. Setelah merasa actingnya selesai, Naruto bertepuk tangan untuk dirinya sendiri. "Astaga, mereka akhirnya bertengkar juga" Komentar bernada geli.

Sai terlihat bosan dengan reka sandiwara Naruto. Jadi ia memilih diam saja. Sementara Ino mengerling untuk memperhatikan keadaan. Dimana pengunjung kafetaria lainnya memandang Naruto dengan benci.

Naruto membalasnya dengan dagu yang terangkat "Kenapa melihatku seperti itu?! Hinata yang tidak tahu kesukaan pacarnya, itu salahku?!" Sembur Naruto. Terakhir ia mengacungkan jari tengahnya sebelum pergi.

.

.

.

Naruto melepaskan gigitan pada lolipopnya "Kau tahu, jika ini keliru, kaulah yang rugi" Katanya pada seseorang yang ada di sambungan teleponnya. Ia begitu serius saat mendengar seseorang itu berbicara.

"Atur saja per―aww!!"

Sambungan teleponnya terputus secara paksa karena ponselnya melayang entah kemana, sementara dirinya jatuh tengkurap dengan wajah yang harus rela terbentur lantai koridor. Seseorang telah memasang tali yang terikat pada tiang koridor.

Naruto membuat ringisan pelan saat ia berusaha bangkit yang sejalan dengan gelak tawa yang menggelengar. Dari matanya yang menyirat benci dan amarah ia bisa melihat beberapa mahasiswa yang mengerjainya. Salah satunya adalah Tenten, mungkin ia otaknya.

Kepalanya setengah pusing dan hidungnya nyeri, mungkin sikutnya juga memerah. Tapi Naruto harus menahan rasa sakit dan malunya hanya untuk menatap sengit Tenten yang meyorotinya angkuh. Gadis bercepol itu mendengus.

"Lain kali aku akan mematahkan tulangmu" Ujarnya dengan suara bernada rendah. Mengancam. Kilat mata yang bersirobok dengan Naruto menyalang seiring berjalannya waktu. Terlebih saat Naruto tertawa dengan tiba-tiba. Sebagian mahasiswa yang berdiri disana menyernyit tak mengerti.

"Apa karena kepalamu terantuk ke lantai kau jadi gila?" Kernyit Tenten. Ia meringis antisipatif, salah-salah Naruto menyerangnya lalu melakukan tindak kekerasan.

Rupanya tidak. Naruto malah melipat kaki di lantai sambil merunduk hanya untuk menyugar rambutnya. Ia tersenyum remeh dengan alis kanan naik "Jadi selama ini kau yang melakukan tindak pembullyan? Insiden tas di pancuran itu kau kan? Kau juga yang mengunciku di kamar mandi kan?"

"Aku tak seburuk dirimu!"

"Katakan pada seseorang yang melakukan tindak bullying" Naruto lalu menembaki tatapannya pada teman-teman Tenten yang jumlahnya tak sedikit. Ia tersenyum separo "Ramai-ramai pula"

One King Too QueensTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang