EPILOGUE ; Hinata's Diary

2.8K 283 36
                                    

Enggak jadi di private :))













.

Aku mencintaimu,

Sebuah alasan untuk tetap memandangmu.

Kering,

Dalam kehausan semunya menjadi kering.

Semua kepayahan dari kegetiran ujung hari.

Kau salah satu penyumbang kesakitan.

Alasan dari semua pertahanan.

Aku mencintaimu,

Tidak lebih.

.












.

Dalam cetakkan kata yang membentuk kenyataan, aku menemui petakaku. Dunia menodongku dengan senapan, dengan mata peluru mengarah tepat ke kepalaku. Saat aku berlari kepada Tuhan, tetapi tangan Dia enggan terbuka untukku, atau aku enggan sanggup menerima kenyataan bahwa aku mulai berada di ujung tombak kematian.

Kematian itu berbisik penuh rayu, mengatakan suatu tempat penuh kerupawannan yang jauh lebih indah ketimbang fana yang kupijaki. Namun ku enggan untuk menerima. Di dunia ini masih banyak yang ingin kulakukan. Aku masih membutuhkan kerlip lampu malam, canda tawa sahabat-sahabatku, guyuran kasih sayang dari kedua orang tua ku. Dan sebuah cinta. Aku ingin mendapatkannya.

Namun vonis mati membuat skema hidupku berantakan seperti domino yang susah payah aku susun namun dengan sekali hembusan napas semuanya runtuh. Hancur begitu saja.

Kanker darah sedang bermain takdir bersamaku. Aku Hinata Hyuuga, 19 tahun. Pada usia muda, di mana gelora napsu membakar seluruh tubuhku. Baru saja kehilangan indahnya warna merah jambu dalam kerlip mataku. Dalam kedipan mata melambat dunia hancur di bawah kakiku.

Hatiku terombang ambing dalam kebingungan yang masif. Dalam penghilatannya semuanya membuaram. Langkah kaki terdengar seperti cambukkan yang lama kelamaan terasa menyakitkan. Derung dari mesin kereta api seolah memanggilku yang berada dalam kebutaan. Kepalaku pening saat memerhatikan garis kuning, kertas pernyataan dokter sudah lenyap aku singkirkan. Rasa-rasanya aku ingin mati lebih dulu dari prediksi dokter. Itu lebih ...

"Hati-hati!"

Sebuah peringatan bernada halus memenuhi gendang telingaku. Gaungnya membuatku tersadar akan sebuah pelukan yang melingkar di perutku. Sadar-sadar seraut wajah tampan ada di belakangku. Memandangku dengan saksama lewat tatapannya setajam elang.

"Kau bisa membunuh dirimu sendiri jika kau tak memperhatikan batas aman" imbuhnya sembari melepaskan tubuhku. Kutoleh untuk mematri sosoknya yang berbadan tegap dengan balutan seragam sebuah sekolah swasta.

"Ah, sama-sama" sahutku pelan sembari menjauhinya tanpa berniat menyinggungnya. Bersikap defenitif dihadapan laki-laki asing.

Kemudian sebuah kereta berhenti di hadapan kami. Kerumunan ini tak membuatku benar-benar memperhatikan bagaimana figurnya. Kurasa ia memperhatikan dalam diam, menilik apakah aku akan beranjak atau tidak. Atau apapun itu, aku selalu sibuk untuk menyembunyikan diri. Kulihat bibirnya bergetar hendak mengatakan sesuatu. Hingga kemudian suara seorang gadis bernada tinggi terdengar dari arah gerbong.

"Sasuke!!" laki-laki itu tidak bergeming. Lehernya memanjang untuk melongok ke arah gerbong di mana seorang gadis berkuncir kuda melambai tangan ke arahnya. sebuah senyuman terbit dari wajahnya. Entah kenapa definisi tampan melintas di kepalaku.

Hanya gesture kecil seperti kedipan bola matanya yang lambat, hidungnya yang mengempis atas pipinya yang tertarik cukup membuat jantungku kehilangan fungsi secara magis. Benar, dia begitu magis. Senyumnya menyihir kegundahan hatiku, untuk melempar diriku ke nirwana dengan cara yang manis.

One King Too QueensTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang